Liputan Lebaran di Tokyo Bersama Saya

Selamat pagi, siang, sore, silahkan pilih sendiri salam anda, buat saudara-saudara setanah air. Tidak setanah air juga boleh, asal anda bisa mengerti apa yang saya omongkan. Berikut adalah liputan lebaran di Tokyo bersama... saya, tentu saja.
Liputan lebaran kali ini saya mulai dari H-2 atau hari Lebaran minus 2 harinya. Liputan pada hari Ha min dua ini tidak berlokasi di stasiun-stasiun bis ataupun stasiun-stasiun kereta karena saya tidak hendak pulang mudik. Liputan H-2 ini saya lokasikan di supermarket lokal bernama Yamashiroya yang menjual berbagai macam keperluan dapur dan sedikit kepeluan bukan buat dapur. Kenapa di Yamashiroya? Karena satu: dekat. Cuma perlu meluncur cepat di jalanan yang memang sudah turunan dari bukit tempat dormitory berada. Alasan kedua: jual labu siam yang akan dipakai untuk masakan lebaran. Alasan kedua ini justru yang lebih penting karena kalau supermarket ini tidak jual labu siam, saya akan pindah ke supa yang lain, tentu saja. Tidak seperti supermarket-supermarket di tanah air yang penuh diserbu ribuan pengunjung, Yamashiroya relatif sepi. Tidak ada yang rush barang disini, jelas ;b Setelah selesai belanja ini itu begini begitu, saya terus pulang. Tidak bisa meluncur. Karena tanjakan. (Tau dong hubungannya?!) Sampai kamar, saya langsung siap-siap masak makanan khusus lebaran. Iyah, lebaran ini memang spesial karena saya memasak sendiri makananannya! Tapi hari Ha min dua ini saya baru siap-siap saja.

Pada liputan hari Ha min satu baru terasa kehebohannya. Alhamdulillah, masakan saya tidak ada yang gagal. Sambal goreng ampela dan lontong yang disiram sayur godog plus kerupuk menjadi hantaran lebaran untuk tetangga-tetangga yang bertakbiran hari ini. Mudah-mudahan orang-orang Bangladesh itu senang dengan makanan idaman Papap. Amien. Ada rasa bagaimana gitu dengan bisa membuat hantaran lebaran seperti di kampung dulu...

Sebelum beduk buka untuk yang terakhir kalinya tahun ini, masakan sudah siap dihantar. Papap dan Hikari menjadi kurir. Dan ketika misinya sudah berlangsung dengan sukses, Hikari berseru riang, "Yatta!" (baca: horee)

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Laporan selanjutnya adalah pada acara persiapan bepergian kita ke Tokyo malam takbiran itu. Berhubung di Honjo tidak ada acara shalat Ied besar-besaran, para manusia Indonesia di Honjo yang cuma berjumlah 7 orang plus 3 bocah bayi, sepakat untuk ikut sholat Ied di Tokyo. Warga Indonesia di Jepang (atau seputaran Tokyo lah) bersholat Ied di Sekolah Republik Indonesia Tokyo atau SRIT. Berhubung sholat Ied berlangsung pagi, yang artinya kalau jalan dari Honjo kami harus berangkat subuh ke Tokyo naik kereta kurang lebih 2 jam, maka kami memutuskan untuk menginap di rumah sepupu saya tercinta di Tokyo. Malam takbiran kami naik bis kampus ke Tokyo bersama teman-teman. Sampai di tujuan sudah jam 10 malam. Hikari sudah pulas, tapi mami, papi, bude Ita, dan teman-teman nguobroul dulu sampai mitnait... Kebiasaan jaman kemping dulu. Pagi-pagi sekali, di hari Lebaran yang indah ini, Papap sudah 'sibuk' membangunkan kita. Hmm... jadi inget emak di kampung... Alhamdulillah, walau dingin, cuaca lumayan terang.

Liputan pindah lokasi ke stasiun kereta Meguro. Begitu turun, kami yang berjumlah 5 orang plus Hikari bertemu dengan saudara-saudara setanah air lainnya. Sewaktu sedang menghitung waktu, apakah mau jalan ke SRIT atau naik bis (dan saya berpikir naik taksi!), serombongan orang berpakaian muslim menyapa, "Gak cukup waktunya, Mas, kalau jalan. Rombongan yang sebelumnya juga nyetop taksi disini tadi." (Duh, bahasa Indonesia jadi terasa indah disini... ihiks) Maka kita naik taksi bersama rombongan kenalan baru tadi. (Hore!!! kata saya) Ternyata, pemandangan di sepanjang jalan dari stasiun kereta Meguro ke SRIT, ditandai dengan ularan manusia Indonesia yang berjalan menuju SRIT. Pemandangannya agak-agak fenomenal karena kebanyakan berpakaian muslim dan berpeci. Orang-orang lokal pun sampai menengok dua kali melihat pemandangan ini. Sayang, saya tak sempat memotret. Jangan marah ya...

Wah, SRIT sudah penuh! Satu gedung dan halamannya dipenuhi orang-orang yang hendak sholat Ied. Saya sedang tidak bisa sholat, maka saya menjaga Hikari di pintu gerbang SRIT.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Sementara menunggu Papap sholat Ied, saya menjadi oberver sejati. Orang-orang Indonesia berbaju muslim tradisional, berkemeja koko, bercampur dengan orang-orang Indonesia berbaju winter, dan juga dengan orang-orang non-Indonesia yang berbaju juga. Saya, yang sudah beberapa hari bingung mau pakai baju apa: antara pengen back-to-kampung mode dengan males-ribet mode, sungguh kagum dengan orang-orang yang masih mau berepot ria dengan baju tradisionalnya. Dan, pecinya itu looohh... gak ada yang ngalahin euphoria melihat banyak orang berpeci disini.

Sholat Ied mulai tepat jam 9 pagi. Selesai sholat, makanan tradisional Indonesia sudah disiapkan. Saya tidak ikut mencicipi antara lain karena pekarangan SRIT yang penuh orang dan ada kewajiban lain menunggu: keliling lebaran ke rumah-rumah orang. Ini kewajiban yang pertama kali saya rasakan sebagai istri seorang Papap yang pegawai pemerintah ;p Secara kantor Papap punya cabang di Tokyo, gitu looh... Kunjungan pertama bersama rombongan kantor Papap adalah ke KBRI. Dari mobil yang membawa kami ke KBRI, saya melihat kelompok-kelompok orang Indonesia yang berjalan balik ke arah KBRI. Berjalan mengular, seperti pagi tadi. Padahal dari SRIT ke KBRI jaraknya cukup jauh. Ah, nikmatnya kebersamaan. Jalan jauh pun tak terasa. Di KBRI, keluarga Dubes sudah menunggu. Selesai bersalaman, masakan Indonesia yang berlimpah telah terhidang. Sekedar menyicipi opor ayam dan teman-temannya, nikmat sekali. Sayangnya pas waktunya berpose, Hikari sudah mulai lelah. Beginilah jadinya. Hih!

Sebenarnya, laporan dari KBRI bukan akhir dari acara lebaran hari ini. Tapi highlight dari lebaran di Tokyo adalah pada pemandangan orang-orang Indonesia yang membentuk ular-ularan panjang dari stasiun ke SRIT lalu ke KBRI. Ular-ularan yang mampu membuat orang-orang lokal melongok bertanya-tanya, mengira-ngira. Nilai yang saya lihat dari kaca mata saya adalah adanya kemauan untuk menjalin kebersamaan di antara manusia-manusia Indonesia di negara orang, dengan ke-Indonesia-annya yang tetap dengan bangga disandang, walaupun untuk sekedar berbaju koko dan berpeci, seorang teman sempat dihampiri polisi lokal di stasiun kereta...

Selamat Lebaran, saudara-saudara setanah air. Sekian laporan lebaran dari Tokyo masih bersama saya. Semoga hari Lebaran anda seindah hari Lebaran kami disini...

0 comments:

Blogger Templates by Blog Forum