Happy New Year, Guys!

Ternyata Jepang itu Berbeda-Beda Loh!

Serba ternyata!
Kalau hari ini gak ikutan acara Pertukaran Budaya, kita (baca: gw!) mungkin banget gak tau kalo Jepang ternyata berbeda-beda! Hari ini, kita diundang mengikuti acara pertukaran budaya di distrik Kodama, tetangga sebelah Honjo. Bukan kebudayaan Indonesia yang ditukar dengan kebudayaan Jepang, tapi kebudayaan orang-orang Jepang di Saitama yang ditukar dengan kebudayaan orang-orang Jepang di Okinawa! Cerita lengkapnya, lihat di tempat Papap, yak!
Di acara itu, Kobayashi-san, guide kita, menjelaskan kalau kebudayaan orang-orang Okinawa berbeda sekali dengan kebudayaan orang-orang Jepang lainnya. Bahkan, generasi muda Okinawa sekarang, sebagian besar sudah tidak bisa berkomunikasi dengan nenek-kakek mereka karena perbedaan bahasa! Aih! Bahasanya pun berbeda!
Oke, pelajaran sejarah dimulai...
Sampai hari ini, seenggaknya sebelum penjelasan Kobayashi-san, gw taunya Jepang itu homogen: etnisnya, budayanya, bahasanya, dsb dll. Hampir benar! Ternyata, kehomogenan Jepang itu karena buatan -atau, bahasa lainnya, reinforced lah. Hadirin sekalian tau Ainu? Yang katanya etnis asli Jepang? Nah, ternyata, orang-orang Jepang yang sekarang menyebut dirinya dengan Nihonjin atau orang Jepang, bukan, sekali lagi, bukan keturunan Ainu!
Jadi, dulunya, orang-orang Ainu sudah lebih dulu menetap di kepulauan Jepang ini. Lalu datanglah etnis baru yang sekarang menyebut dirinya dengan orang Jepang. Tadinya orang Ainu dan orang Jepang bergaul dengan baik. Tapi lama kelamaan, orang Ainu dan kebudayaannya tergeser oleh etnis baru ini. Lalu, orang Jepang melancarkan kebijakan mengasimilasikan orang-orang Ainu dan budayanya dan bahasanya ke budaya Jepang, supaya semua bersatu dibawah bendera Jepang, dibawah kaisar Jepang. Begitu.
Nah, kalau orang Okinawa lain lagi. Mereka malah tadinya berupa 'kerajaan' sendiri, afiliasi dari Cina. Kemudian pada tahun 1600-an, kerajaan ini diinvasi oleh Jepang. Wajarlah kalau kebudayaan orang Okinawa berbeda banget dengan kebudayaan Jepang daratan. Lah, mereka punya nenek moyang berbeda. Kemudian pada pemerintahan kaisar Meiji, kerajaan ini malah hanya dijadikan prefecture saja. Nama asli Okinawa -Ryukyu- diubah menjadi Okinawa, dan penduduknya dimerger menjadi warga negara Jepang. Kebijakan seperti ini diambil demi cita-cita Jepang (ber)Satu! Namun, nasib orang Okinawa, berubah lagi waktu Jepang kalah perang. Kepulauan ini diambil alih oleh Amerika selama 27 tahun! Sampai sekarang pun, masih ada basis besar militer Amerika disana. Kalau kata Kobayashi-san, ini membuat anak-anak Okinawa lebih melek bahasa Inggris daripada anak-anak Jepang di daerah laen :) Sekarang, Okinawa sudah balik lagi ke pemerintah Jepang. Dari pelajaran hari ini, ternyata, masih ada perbedaan kebudayaan disana.
Begitulah, penemuan gw hari ini. Terus terang, pengetahuan baru ini selain membuat gw berkata, "Oh?!" juga membuat gw geli. Entah Kobayashi-san tau/tidak kalau yang disebut orang Indonesia malah berbeda-beda-beda-beda-beda-beda...
Tapi tetep satu kan (pakai ! bukan pakai?).

picture: getty image

Tahun dengan Ternyata

Sudah dekat akhir tahun berarti sudah musimnya orang-orang bikin rangkuman akhir tahun atau resolusi tahun baru. Macam stasiun tivi lah. Terus terang, gw gak tau harus bikin yang mana, karena... begituuuuuu banyak yang harus ditulis nantinya. Daripada bikin hadirin sekalian tertidur pulas di depan blog gw (hayah!) dan bikin si murid satu ini komentar tentang me being narcissistic (helloooo... me? narcissistic? dari dulu lage! hehehe...), akhirnya tulisan edisi spesial akhir tahun gw berjudul Tahun dengan Ternyata. Isinya? Penemuan Ternyata-ternyata gw di tahun 2005.

Sebagai cerita pengantar -walopun mungkin para hadirin udah pada tau-, tahun 2005 ini tahun dimana gw pindah ke negeri baru, jauh dari sanak sodara handai taulan di kampung. Kebayanglah sgimana banyaknya ternyata yang gw temuin di tahun ini. Beberapa dari kalian pasti bisa menebak deh ternyata-ternyata apa aja yang bakal gw tulis. So, kalo mo maen-maen sedikit, silahkan ambil kertas, tulis tebakan anda tentang ternyata gw, lalu baru mulai membaca sisa tulisan ini. Hayo, berapa banyak tebakan yang benar? Mari kita mulai saja...

1) Ternyata musim dingin itu gak seindah musim dingin yang sering gw liat di film-film, secara di film-film itu para pemainnya gak keliatan menggigil dangdut walopun salju berjatuhan disekelilingnya :( Untuk hal musim dingin ini, ada dua orang yang bisa gw quote perkataannya. Yg pertama teman gw TH yang bilang, "Elu gak bakalan inget gaya kalo kedinginan, tau!" (waktu gw lagi milih perlengkapan winter di Jakarta. Gw gak mau beli kupluk pilihan dia yg tampilannya gak gaya banget...). Yg kedua bokap gw yang bilang, "Emangnya musim dingin itu enak?!" (waktu gw ngebujuk dia ngikut ke sini dng iming-iming bisa liat salju. Gw lupa kalo dia pernah bergumul dng salju melulu selama 8 tahun di deketnya Siberia sana...)

2) Ternyata maen ski itu lebih dari sekedar nyerosot turun bukit salju dengan papan dibawah kaki! Gw bahkan gak bisa bikin kaki bersepatu ski itu terangkat dari salju!

3) Ternyata model baju ski tahun 2005 udah beda dengan model baju ski tahun 1980-an... Gw juga baru tau (ternyata) bahkan untuk maen ski pun bisa saltum. (kuning, pula!)

4) Ternyata tipe/ukuran rumah sangat sederhana di Indonesia itu gak pantes dibilang sangat sederhana! You have no idea what a small house is before you see houses in Japan! Kecuali gw punya duit banyakkkkkkkk banget (catet!) sehingga gw sanggup bayar asisten lebih dari 3, gw gak bermimpi lagi punya rumah gede. Size doesn't matter. Isinya itu loh yang ngaruh hehehe...

5) Ternyata gw bisa masak tanpa meracuni orang lain(!). Beberapa masakan memang gagal, dan tidak begitu enak rasanya (:b) tapi toh gak bikin orang lain diare, gitu. Gw bahkan udah berhasil bikin anteran Lebaran (I did it, I did it, I did it, horray!), walopun masih blum bisa ngebedain semua jenis bumbu masak dan kegunaannya masing-masing. Resepnya: liat postingan gw tanggal 12 July 2005 -The Ultimate Guide to Conquer My Kitchen. Dan masih soal memasak pula, ternyata kecap dan mentega gak bisa dipake buat nyembuhin luka kena minyak goreng panas!!!!!

6) Ternyata I still can't stand Japanese food! Ya, gw masih gak bisa makan sushi, soba (Mie dingin?! Weks!), sashimi dan yang lainnya yang mentah-mentah. Gw cuma bisa menikmati makan oden, miso soup, yakitori, Jap curry, tendon (tempura-donburi), udon, dan katsu-katsu (kecuali tonkatsu: daging babi goreng). Blum brani makan ramen, shabu-shabu, gyoza, sukiyaki dan banyak makanan laen yang berdaging karena kebanyakan daging memakai daging B. Gw juga blum mampu menikmati banyak makanan lain karena kebanyakan makanan asli sini tasteless atau terlalu asem buat gw (misal okonomiyaki yang gak ada rasanya dan onigiri yang berasa cuka banget). If some people say I'm plain stupid for not being able to like Jap food, I'd say I'd rather be stupid.

7) Ternyata gw bisa jadi full-time mom dan full-time housewife tanpa sekalipun pernah merasa pengen bunuh diri, seperti yang dikuatirkan banyak teman di kampung kekekekeksss.... Kecuali bagian harus memasak saat tidak mood, dan harus memaksa Hikari saat tidak sabar, gw sedang menikmati hidup!

8) Ternyata film-film di tivi Jepang lebih jadul dari pada di kampung dulu. Lebih ternyata lagi, film-film di bioskop Jepang, lebih telat dari bioskop di kampung! Trus, kalo mo di-ternyata-in lagi, disini lebih susah nyari barang-barang import berbahasa Inggris (cd musik/film/buku), kecuali beli online. Dan ternyata lagi, yang komplain tentang ini bukan cuma gw, tapi juga para warga negara-negara berbahasa Inggris (temen gw asal Inggris sampe beli bajakan cd n dvd tiap kali liburan ke Thailand hehe...)

9) Ternyata weather news itu penting! Dan ternyata ada banyak lagi informasi yang harus gw perhatiin selain ngeliatin simbol-simbol cuaca matahari-hujan-awan-salju aja, karena gak ada simbol tentang sberapa besar angin bertiup or dari mana angin itu bertiup n apa akibatnya ;b

10) Ternyata gw masih inget naek sepeda setelah terakhir naek sepeda tahun 1991, walopun sempet nyerempet dikit n jatuh nyusruk sekali (lagi hujan angin bo!). Tentang sepeda pula, ternyata semua sepeda disini ada 'STNK'nya! Jadi polisi bisa tau pemilik tiap sepeda di Jepang. Trus ternyata lagi, naik sepeda disini gak boleh boncengan! Bisa disemprit n didenda polisi kalo nekat boncengan. Dan ternyata pula, kalo udah gelap, lampu sepeda harus dinyalain. Kalo gak, (n kalo lagi sial) bisa disemprit n didenda lagi sama polisi. Gw pernah kena stop sekali tapi berhubung gw orang asing, cuma dinasihatin baek-baek hehe...

10+) Ternyata, gw bisa juga jadi blogger! :) Berbekal rasa penasaran, rasa berhutang karena nelantarin blog Papap, rasa terimakasih karena udah dibikinin blog dan disemangati ngeblog oleh teman-teman, gw udah ngeblog selama 9 bulan! Malah sekarang udah punya keluarga blogger. Internet connection does matter, ternyata yak...

Ternyata, tulisan ini panjang juga yak?!
Masih banyak ternyata lagi. Tapi gw memutuskan -untuk sementara- berhenti disini dulu. Kalau para hadirin masih ingin baca ternyata yang lain, silahkan penuhi komen dibawah ini ;b dan mungkin gw akan meneruskan dengan Ternyata Bagian II. Siapa tau tulisan panjang lebar tak ada juntrungannya ini bisa membuat anda mengantuk dan menyembuhkan penyakit insomnia anda...

pictures: gettyimage, corbis.

Remembering Autumn

Image hosted by Photobucket.com

Bye... (sigh!)

Berita dari Kampung

*Sungguh, ini posting bukan untuk meremehkan yang tidak bisa diremehkan.

Barusan, stasiun TV Jepang mengangkat berita tentang Flu Burung. Didalam berita itu muncul liputan dari Jakarta, Indonesia. Flu burung ini ternyata ditelusuri sampai ke tanah airku tumpah darahku. Plus, statistik yang menyatakan bahwa korban terbanyak berasal dari Indonesia(!). Lalu ada gambarnya peternakan ayam dan orang-orang (yang kayaknya dari pemerintah) lagi membakar unggas. Trus ada foto sepasang suami istri, yang istrinya jadi korban (meninggal) flu burung. Si suami kemudian diwawancara, berikut dokter, dan seorang ahli.
Berikut percakapan gw dan Papap pas ngeliat berita itu (dan setelah ngeliat foto pasangan tersebut):
"Waduh, pake ada fotonya segala."
Papap ketawa-tiwi.
"Kita aja yang disini gak pernah masuk tipi."
Hihihi... Papap masih ketawa, "kalo mau masuk tipi, kena virus flu burung dulu."
Gantian gw yang ketawa-tiwi.
"Ataw, nyolong terong dulu."
Kita ketawa bareng.

Sedikit info -soal terong tadi-, ceritanya begini: Waktu lagi rame-rame ngobrol ngalur-ngidul sesama orang Indonesia, kita ngebahas tentang buah khas Jepang bernama Kaki (persimmons). Sensei gw sering ngebawain kita buah ini. Berplastik-plastik banyaknya. Trus segitu banyak buah Kaki tadi, kita distribusikan ke (hampir) seluruh penghuni dorm. Nah, obrolan berlanjut sampai ke soal,
"Bilangin Sensei. Jangan cuma Kaki aja. Buah yang lain pun kita juga doyan."
"Iya, jangan-jangan disangkanya kita gak doyan buah yang laen."
Hehhehehe... ada aja lah...
Trus obrolan meluas ke,
"Orang-orang Jepang ini udah pada eneg kali makan Kaki. Sering banget kita liat buah satu pohon dibiarin jatuh n busuk."
Memang, kita sering gak tega lihat buah-buahan dan sayuran disini yang sering dibiarin tergeletak tak disentuh pemiliknya.
"Di deket situ, ada kebun terong yang buahnya dibiarin aja sampe busuk di pohon. Gak ada yang ngambil."
"Sayang banget deh liatnya."
"Kalo di Indonesia udah diambilin tuh."
"Kita minta aja yuk, sama orangnya. Kali aja dikasih."
"Bisa buat makan orang satu dorm tuh buah n sayur yang pada dicuekin."
"Diambil satu, dia tau gak ya?"
"Wah, entar ada berita di tipi-tipi lagi: Kandidat Master dari Indonesia Nyolong Terong!"
Begitulah latar belakang komentar 'nyolong terong dulu'.

Kenapa sih gw kok abis ngomongin flu burung trus ngomongin nyolong terong?
Moral of the story-nya sih begini: Walopun yang satu fakta n yang satu lagi masih probabilitas, dua-dua cerita mengisahkan Indonesia dan tentunya tentang orang-orang Indonesia juga. Dua-dua cerita juga sama-sama cerita gak enak. Negatip lah: yang satu tentang wabah penyakit, satu lagi tentang nyolong. Dua-dua cerita mempunyai kesan dihati gw yang trus ngebatin: "Duh, jangan lagi deh, muncul berita yang negatif doang tentang kampung gw, atopun tentang orang Indonesia."
Malu gak sih?
Yup, right! I got that confirmed by this year's winter, and it's not even snowing yet :(
Whenever I look out of the window, the view is always deceiving: Bright and Sunny, even the sunray looks like it's still summer. The trees stand still, no wind blows. No snow. And the most deceiving view in our every day's life is the sight of senior high school students (whose school is just across the dorm) still wearing light jacket, and that's all! BUT, like I said before, it's all deceiving! When I actually set my feet out, it's FREEZING! So freezing enough for some wild cats living around the dorm and forest that all of them died last week!

Yesterday, thinking (after peeping out of the window) that the weather was warm and sunny enough to go out, I decided to attend my Japanese class in Honjo cultural center. Besides, yesterday was the last session of this year. I've learned from the past experience, though, never to trust the appearance of the weather 'that' much, so I wore a thick shirt (long-sleeved), a thick sweater (long-sleeved too), and a winter jacket. Plus, I also wore wool scarf, wool cap, gloves, thick socks, and thick sport shoes.
Did they work?
No!
While I rode the bike down the hill, the wind blew very hard. That wind was so cold, it made my ears hurt! (those ears were hidden in my wool cap!). That wind was also so hard that some bikers just stopped to wait for it to cool down, including me. When I arrived at the place, I was shaking, freezing, and red! I couldn't even make my mouth say Ohayo to my Sensei(s).
Trembling like hell and frozen like ice, I entered the class.
One of my Sensei said, "Today (Sunday) is the coldest day of the month. There is this freezing wind coming from Siberia!"
"How do you know?"
"Oh, it's everywhere. TVs, radios, newspapers."
Yea, right. And I missed any of them.
Today, I didn't even dare to go out. Well, except for the morning routine of waiting for Hikari's school bus in front of the dorm. While I'm typing this thing, the wind is blowing so hard outside. How do I know? Well, the window is just some centimeters away from my right side. Then I received this email from a friend in Fukaya, a city next to Honjo. He said 'Put on your thickest jacket! There is cold wind from Siberia!'
Now, I've got this familiar feeling that everybody knows everything, but me.
I remember what happened last year. Being Jakartans, we didn't care much about weather report. We ended up ice-like whenever we went out...
So, I've determined it's NOT going to happen again this year! No way! We have prepared all of the equipment necessary for the winter! We have sworn to always wear quadruple clothes! We have bought Salonpas-kind-of-thing to be put on our body as body warmer! We have done everything we can think of to avoid being beaten by this winter!

We forgot one thing, though.
We don't have the necessary language skills to understand what the news says about the weather.

picture: image.com

(Ternyata) Gw Kecanduan Kopi!

Kalo ada orang-orang yang sehari-hari bergaul sama gw (read: temen kantor) baca judul postingan ini, pasti bakal komentar, "Dooh, baru tau?!"
Hahahahha....

Tenang, saudara-saudara. Gw juga udah tau kalo gw pecandu dari dulu. Dari jamannya gw nyolong-nyolong minum kopi tubruk bokap waktu gw masih SD dulu. Gw juga udah tau soal nyandu itu dari jamannya gw mulai berani ngabisin jatah kopi bokap gw waktu SMP. Gw juga udah tau kalo gw coffee addict dari jamannya gw rebutan segelas kopi tiap pagi sama nyokap. Gw juga makin tau kalo gw tambah kecanduan waktu seminggu sekali gw bisa ngabisin satu dus kopi jadi yang lebelnya Cappuccini-something jaman gw kuliah dulu. Dan gw makin yakin kalo gw emang bener-bener udah kecanduan kopi dari jamannya gw ngerodi, pagi kerja-malam kuliah. Tau deh gw, kalo gw itu pecandu kopi.
Yang bikin gw menulis judul kalo TERNYATA gw kecanduan kopi adalah gara-gara deadline bertumpuk sejak kurang lebih sebulan lalu!
Biasanya, gw nyetok satu liter kopi coffee-au-late udah jadi dalam kemasan kerdus susu untuk 3 hari. Jadi, 1 liter untuk 3 hari. Sehari berapa mili, kalian itung sendiri. I still don't do numbers! Trus, karena ketibanan deadline bertumpuk-tumpuk, gw jadi nambah konsumsi kopi: 3 hari 2 kerdus alias 2 liter. Trus makin parah. Sehari hampir satu liter. Nah, yang terakhir, gw masih punya sedikit kopi pas hari Sabtu kemarin. Langsung habis tentu saja, dan gw belum bisa beli keluar karena... DINGIN! Hari Minggu malam, gw sabar-sabarin diri dan mulut dan otak. Ayo dong, lupakan kopi, kerjain tuh kerjaan. Lupakan kopi, terus mengetik. Lupakan kopi, terus bekerja. Lupakan kopi, jangan menyerah. Begitu terus sampai Senin siang. Berasa lagi meditasi banget! Berhasil kah?
Ah, you know me better. NGGAK mempan la yaw!
Alhasil pas Senin siang, waktunya gw ngejar deadline (yang jatoh hari Selasanya), gw tewas keblinger. Tiduuurrr, lemeeessss, moody, yawny, tiduuuuurrrrrr lagi sampai tadi pagi. Kalaupun gw berhasil menaruh badan gw di depan kompie, otak gw blank gak keluar ide. Iiiyy!
Si Papap cuman ketawa-tawa. Malah sesumbar, kalo gw gak di injeksi kopi, ide gw gak mau keluar... he does know me very well :( Untunglah, sore tadi, abis pulang kuliah, si Papap ngebeliin gw kopi tercinta, dan selamat lah gw. Kerjaan selesai sebelum hari berganti Rabu! Ah...
Kalo diinget-inget, gw gak inget kapan gw mulai nyicipin n akhirnya doyan kopi.. hehe... Yang pasti gw masih inget bau kopi tubruk (brewed ya?) bokap gw yang haruumm banget. Trus, waktu gw SMA, nyokap gw memperkenalkan kopi instan. Biasanya dia minum kopi instan ini ditambah susu. Koreksi: dia minum kopi ini kalo belum keduluan gw. Lalu pas gw kuliah, gw mulai kenal kopi jadi yang kemasannya seperti kerdus susu tapi kecil. Macem teh kotak. Labelnya cappucini-something. Flavornya yang espresso. Kopi ini susah nyarinya. Cuma ada di supermarket tertentu. Saking ketagihannya gw sama kopi ini, pacar gw dulu (hayo tunjuk tangan) ngebeliin gw kopi ini satu kerdus. Berhubung sebelumnya nyokap gw udah ngancem supaya gw minum kopi gak lebih dari satu gelas sehari, kopi dan kerdusnya gw sembunyiin di bawah kolong tempat tidur. Nyokap gw sih tetep tau. Agen intelejen nomer wahid. Tapi dia gak nanya-nanya. Males kali, toh gw juga bakal tetep ngeles :b
Trus, waktu gw lulus kuliah yang satu n mulai menjalani hidup ngerodi dengan kerja-pagi-kuliah-sore, gw makin gak bisa lepas dari kopi. Di kantor gw yang pertama, tiap gw dateng, di meja gw udah tersedia kopi panas segar nan harum bikinan OB yang baik hati, si Dadang. Nyampe di kampus kedua, gw bakal nongkrong di kantin sambil pesen iced coffee sama Bapak warung kopi, sambil nyuekin temen gw si ABT yang selalu komen, "Elu tuh ya, tiap hari kopi sama indomie melulu. Pake nambah teh botol lagi. Kapan pinternya sih?"
Weits, jangan salah, Man. Gak perlu pinter, yang penting lulus! (kekeks.... jangan ditiru. Begitu Hikari udah bisa baca, postingan ini gw delete!)
Lalu, pada jaman yang sama gw keluar dari kantor satu. Terus jadwal gw jadi: pagi-training guru, siang-les bahasa, atau sore-kuliah. Alhasil, tiap pagi training gw datang ke kelas dengan kopi di tangan. Oh, ya, kopinya udah ganti jadi yang canned-coffee. Dingin. Beberapa minggu pertama, gak ada yang komen. Di tengah-tengah training, ada salah satu trainer yang akhirnya gak tahan juga dan 'mempertanyakan' keberadaan kopi gw.
Aduh, Ma'am. Ini bukan kesalahan anda kalo saya harus membawa kopi ke dalam kelas. Trust me deh, you are not segitu garingnya. Ini kesalahan jadwal training. Training kok pagi-pagi?!
Setelah dijelaskan bahwa gw kuliah sampe malam, dan tidur baru menjelang subuh, barulah trainer gw itu mengerti. Gw pikir masalah kopi gw sampe segitu aja, ternyata pas training berakhir, kesan-pesan teman-teman satu kelas gw adalah D itu anak kecil doyan ngopi sedunia! Ternyata di setiap training yang gw ikutin, gw di 'tandain' dengan kopi. I thought they didn't see..... I thought wrong ah!
Pas gw udah gak ngerodi pagi-kerja-malem-kuliah lagi pun, kebiasaan ngopi masih dipertahankan, walaupun sampe sebulan yang lalu jatahnya masih tetep segelas sehari saja. Tapi gw udah jarang minum kopi tubruk karena males ngebersihin sisa tubrukan kopi di gigi. Kopi instan pun jarang gw minum kecuali pas lagi ada meeting or training (yang laen dong, please). Lagipula, perut gw ternyata bereaksi keras terhadap merek-merek kopi instan terkenal di meeting-meeting. Tau dong, mereknya. Akhirnya, gw menjatuhkan pilihan mencandu pada kopi kaleng Arabica Espresso. Kopi ini waktu awalnya keluar, harganya muahal dan jarang mejeng di warung-warung sederhana. Untungnya, ada temen gw yang hobi ngider ke supermarket. Dia jadi penyalur kopi gw sampe gw cabut dari Indo kemaren ini. Dia selalu nyariin kopi gw itu di tempat yg paling murah, dan sekali beli sekaligus 10 - 15 biji. Tergantung berapa lama dia akan kembali ke supermarket itu. Duh, gw berutang budi dan kopi sama temen satu ini.

Kalo diinget-inget sih, gw pikir, satu kantor gw tuh udah tau banget sama mencandunya gw. Dan, waktu gw sempet kerja nulis-menulis, kecanduan gw akan kopi (dan dengerin cranberries pake earphone) makin menjadi-jadi. Ide baru bisa keluar kalo gw semedi di wc lalu minum kopi. Beberapa teman yang baik hati seringkali mencoba 'ngingetin' gw akan 'bahayanya' ngopi (kaya' gw bisa diingetin aje ehehehe...). Waktu gw hamil, ada boss TH yang selalu ribut kalo gw ngopi. Selesai hamil, rame ibu-ibu yang ribut kalo gw ngopi. Lama-lama makin banyak aja yang ribut tiap kali gw ngeluarin kopi dari kulkas di pantry kantor... hahaha.... Sekarang ini, karena gak bisa ngedapetin kopi kaleng tersebut (dan udah gak tahan sama kopi instan merek Indonesia), gw minum kopi jadi yang dikemas seperti susu kerdus. Di Jepang sini, kopi udah kayak rokok di Indonesia, dimana-mana ada. Coffee shop pun bertebaran. Surga buat penggemar kopi. Buat gw sih, bahaya ngopi hanya dua: maag kambuh kalo kebanyakan minum kopi instan dan kantong kering kalo kebanyakan minum kopi mahal ;b Berhubung dua-dua bahaya itu relatif banget sifatnya gw cuek abis n tetep ngopi. Kalo aja ente tau betapa banyak benefitnya minum kopi, ente pasti nyandu juga.

Hebatnya ngopi:
1) Stimulan. Bikin otak encer (selain gen juga berperan lah), konsentrasi prima. Dari situlah istilah 'coffee break' berasal.
2) Bikin pain killer bekerja efektif, terutama buat migren. Bisa juga nyembuhin asma. (Kan, gw bilang juga apa!)
3) Mengurangi resiko kena diabetes melitus (minum kopinya jangan pake gula coy).
4) Mengurangi resiko kena kanker.
5) Mengurangi resiko kena sakit jantung.
6) Mengurangi kelebihan lemak pada darah.
7) Mengurangi konstipasi. (hayo yang susah kebelakang, silahkan minum kopi pagi-pagi)
8) Menambah kemampuan mengingat jangka pendek. (bisa buat ngapalin nomer telpon cewek cakep, dan cowok cakep tentunya)
9) Menambah IQ! (see!)
10) Membantu menghindari keletihan otot. (buat yang doyan olah raga nih)

Kekurangannya:
Cuma anxiety disorder dan osteoporosis TAPI itupun dengan catatan kalo kita minum kopi lebih dari 8 gelas atau 1.4 liter sehari! You'll be kembung before you drink 8 glasses a day!

Nah, selamat memulai minum kopi!

Hah? Apa? Teh botol?
Iya, iya, gw nyandu itu juga, tapi entar aja ceritanya!

pictures from google image

Presenting Indonesia

The last couple of weeks I'd been busy preparing a presentation about Indonesia for an elementary school in Fukaya, Honjo's neighboring city. The presentation was for the 6th. grade elementary students. This was my first time. I'd never had to do this before, nor that I was equipped with anything. I left Jakarta in such a hurry, I didn't have time to 'bring' some Indonesian stuff, just in case. Besides, these are elementary students! They wouldn't care about numbers and fact sheet like how big is Indonesia, how many people we have, how much money we earn, those kinds of stuff. So, when my Japanese sensei asked me to participate, behind my look-eager face, I was panicky. I tried to browse for some pictures, but good pictures I could get so far were about Indonesian nature: beaches, forests, rice fields, and the kinds. I was supposed to find pictures about Indonesian children and their world?! I was annoyed to realize that it was very difficult for me to find GOOD pictures of how Indonesian children commemorate Independence Day: Sepeda hias, balap karung, makan kerupuk, panjat pinang. I came across some pictures of those but they were in poor resolution. I was even more annoyed when I couldn't find DECENT pictures of children wearing their white-red uniforms, scout uniforms, sports uniforms, batik uniforms, and so on. And after a few days, I gave up searching for pictures of traditional toys or games...
Then came the D-day. On Friday, 2 December, three of our (read: Papap's) friends and I did the presentation. The look -curiosity and eagerness- on the students' faces wiped away all our 'hard' work and worries. It was worthy.


The presenters were Indonesian (of course!), Bangladeshi, Myanmar, Mongolian, Kenyan, and Chinese. Can you find them?

Thanks to my friends in Blogfam for your info on how to give this kind of presentation. Special thanks to Pak Le' for your info on the websites.

note: foto udah digedein atas permintaan pemirsa;b

J-Anime Heroes

This is supposed to be an old story because the trip took place about two months ago. At that time, I became so busy ;b that I didn't have time to share the story and photos.
Coincidentally, in the previous post, I was talking about HEROES. So, I think this post is not out-dated, anyway.
For a couple of months, Hikari has begun to like one Japanese superhero: Ultraman. You probably have ever seen it. He likes it so much that he owns T-shirts, books, toys, chocolates that picture Ultraman all over them. He also owns the monsters, and likes to pretend that Ultraman and himself are fighting the monsters. He can kick like Ultraman, punch like Ultraman, jump like Ultraman, he even sings like Ultraman:( He remembers all Ultraman types and which monster fights with which Ultraman... and he is only 3!
What? Worried? Us?
Na-ah. We have consulted to some books and online parenting resources, and all of them say Hikari is very normal!
Recently, in the late summer (October), Hikari persuaded Papap to take him to Ultraman's house. Hikari's powerful words are "I have behaved well in school, now, can I see the Ultraman's house, please?"
And that(!) melted his father's heart.
Fact check: he did have behaved very well both in school and at home. Wow, kid on mission can be very impressive. So, we went to Bandai Museum in Tokyo where all kinds of Ultraman, Gundam, Anpanman, Power Rangers, and many other Japanese 'Heroes' reside. It's quite an interesting 'museum'. You can read the story about our trip to Bandai museum in Hikari's blog :) I also managed to pose with some of Bandai's collections...
Unfortunately, I didn't meet my Anime Heroes here because they are not the products of Bandai. My anime heroes are Voltus V (believe me, its real name is not VoltUs but VoltEs!), Candy Candy, and Samurai X. Voltus and Candy Candy are my childhood heroes, but with Samurai X, it's rather different. I watched Samurai X when I've grown up, and I still was still amazed by it (or him?). I still remember how brave Kenichi was, how cool Kenshin was, or how handsome Terry was (hehehe.. the guys are all I remember?!). These fictional heroes are easy to love. We don't need to question about their morality because with them, things are always black or white.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

But, I'm not an anime freak. I know almost nothing about it, although I keep watching those I love. I only watch what I like, orrrr... what Hikari likes... That's why I wasn't sure what Chayoo means when Barb asked me. She said kids (and adults) like to say 'Chayoo' copied from the anime movies. It probably has similar meaning as Gambare! (Good luck! Break a leg! Ayo, kamu bisa!) I even asked my Japanese sensei about the meaning of Chayoo! and he couldn't imagine what it means. It's not Japanese, he said. Or at least, not the Japanese language he knows and speaks... It is not in the dictionary, either. An interesting finding, however, came from my Chinese friend. He said Chayoo! in his language means Gambare although the pronunciation is a bit different (don't ask me to pronounce it because I can't!). So may be, it is Gambare after all. Whatever. But, I will say 'Gambare' to whomever deserve it. Heroes or Non-heroes. And, I think it's about time you say Gambare to a future-anime hero: Me!

Image hosted by Photobucket.com

Image hosted by Photobucket.com

Image hosted by Photobucket.com
pictures: google images

You Just Can't Be Everyone's Hero!

TV Stations lately have been showing commercials about the running of Yamato movie. Yamato is a Japanese battleship in 19451 which was one of the largest ships ever built. It was also designed to be superior to any ship the US was likely to produce. This movie particularly tells about the lives of the Yamato soldiers. Historically speaking, the ship was destroyed by the American planes less than halfway from mainland Japan to Okinawa on April 7, 1945. Over 400 thousands officers died and only 269 men survived.
It is supposed to be a good -or even a great- movie. Rich in details, good story, collosal and 'spiritual'. It's a movie about heroes, after all. However, unfortunately, not everyone is happy with the movie, with the history haunting it. You see, for the Japanese, the ship symbolizes greatness, heroism (even when it sunk), self-sacrifices for the country because the ship and the men were believed to fight for the country, to protect the country. There's nothing wrong with that point view, only that the rest of the world population don't agree with it! The ship that is believed had 'protected' the country is also the same ship that had helped 'colonize' other people's beloved countries so more and more people from other countries reject the movie. They didn't allow one surviving officer to publish his story about the ship, let alone making the movie! A hero for some people may not be a hero for others.
Another example of the fuss about heroes is about Prime Minister Junichiro Koizumi's visit to Yasukuni Shrine last month. Yasukuni shrine was build to commemorate and worship those who have died in war for their country (read: Japan) and sacrificed their lives to help build the fundament for a peaceful Japan (the meaning of Yasukuni is "peaceful country"). You may ask what's the big fuss about this shrine? Every country has its monument for its heroes, doesn't it? The problem is (and believe me it's a BIG one), the shrine also buried Japanese soldiers who were killed in the war, including those convinced as war criminals! The visits to this shrine then becomes controversial. The Prime Minister received LOUD protests from China and Korea, mostly. (I wonder why Indonesia didn't?!)
The government claims the Prime Minister believes the peace and prosperity that Japan enjoys today has been built upon the valuable sacrifices of those who perished in that war, and so it is important to show appreciation for their sacrifice. In other words, he claims his visit is not to whitewash Japanese militerism in past; only to appreciate the heroes. Well, what do you expect Mr. Prime Minister? The people you appreciate were rapists, murderers, and looters in other countries... (believe me this belief is not mine alone).

Why am I -also- making a fuss about this topic? Well, these two things have been making headlines for sometime here, for one, and second, I just can't get them out of my head. My logical part of the brain (and yes, I have a brain) says it's the Japanese's business, not Indonesians' Chinese's, Korean's, Americans', or others' if these people want to pray for their heroes. I think that people should be given freedom to choose their own heroes. But, when I really think hard about it, I'm not sure I will let anyone worship people I consider evil, in peace!? Will you? It is surprising for me that while half of me is indifferent with this subject, another half is totally emotional.

Uff, what a tough business here. Nowadays, making someone a hero is not so simple. The qualifications are open for debate. You can't directly become a hero because you have eliminated an enemy, because, who defines enemy? Who defines a hero?
Indonesian soldiers (and heroes for the people) were named 'extremists' by the Dutch (God only knows what other names Indonesian soldiers were given in the past since the country has more than enough history of colonization). The pilots who dropped the atomic bombs to Hiroshima and Nagasaki were considered heros for the allies, while they were evils in Japan. Robin Hood was not only a hero, but also a thief. Rahwana is considered a hero for some because he believes in Sinta's purity even though others think he is just a plain kidnapper. Rama, on the other hand, is not much of a good man since he lets Sinta die (May he be burnt in hell! Burning his wife like that while he himself is guilty of being unable to protect her! It doesn't matter how handsome people say he is, he's still guilty of domestic violence!).
What?
Yes, Rama, this is personal!

Am I making this thing bigger than it should be? Na-ah! Let me just make it small so it will become like this: In a simple daily thought when I say I just can't be everyone's hero, it also means I just can't satisfy everyone! I (and You) can't be everyone's angel, everyone's favorite. I (and You still) can't have all the rights or/and all the wrongs. Careful, when you're called a hero by some, look around you. May be you just hurt some others.
And then what? Umm... I really don't have a conclusion. I'm just trying to get rid of the nagging feeling inside, after all. But, perhaps, I can give a little advice. If you are convinced that you also find it impossible to become everyone's hero, at least, be one for those who matter to you most in your life.

pictures: google images & corbis

Aki no Kehai

Autumn Flavor. Aki no Kehai.
November is coming to an end, and so is Autumn or Aki. Leaves are turning to yellow, red, or brown. The cold wind blow has already begun. It's freezing already.
I'm down with very bad cold, terrible cough, and severe headache, starting right after Lebaran until now. However, I'm resolute that I will and I must get up to witness this autumn. This year's autumn is my first and probably -regretfully- my last one. Besides, it's koyo time. The time to see colorful leaves (koyo). People look forward to Hanami (spotting flowers, especially sakura) in Spring, as they look forward to Koyo in Autumn. No wonder. It's a fantastic sight! The green leaves change into yellow and then red.
So, yesterday, I took Hikari with me to go sightseeing. No cold, cough, headeache, not even freezing temperature could stop me. Besides, I didn't have to go far. It's just a road down below the dorm. FYI, the dorm, which is surrounded by a small forest, is at the hill's highest level. Just opposite the dorm area there is a small road down to a vast sport area. See the picture on the left? That's the view of the road from the front of the dorm. The area below consists of jogging track, baseball, football, tennis, and badminton fields and many others -which I didn't have time to discover since the area is very very big. The surrounding forest mostly is still dark green, but the trees around the compound are already changing color.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

It's koyo time, alright. Even in a 'remote' area like Honjo. The colorful leaves make fantastic sight: some are still green, some are already changing. The most popular tree for koyo is the momiji tree. Momiji is a kind of Japanese mapple tree. In this area, the leaves of the momiji trees are not too big, unlike those in Nikko or Hakone. These two areas are famous for koyo and momiji spots. But, the view is still superb. Moment like this, I wish I had a 'serious' camera to take picture with.... (anyone?)

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

The momiji trees and leaves are so famous that they are widely depicted in many Japanese pictures, paintings, and other art products. Next time you see paintings of leaves similar to the ones in the pictures above, you know the name: it's momiji.

Two computer MOUSES or MICE?

We say mice as the plural form of mouse. How about a computer mouse? If you have 2, do you say you have two computer mice or mouses?

This kind of question used to be in my everyday conversation in the office:
"Do you use IS or ARE after collective nouns?"
"What's the past tense of fly?"
"What's the difference between hung and hanged?"
"If a sentence must contain a subject and a predicate, is I AM a sentence?"
"Is this a complex or compound sentence?"

and the list went on and on... every day... books scattered, arguments rising, references mentioned. Teacher's lounge became a battle field. Sometimes the questions are really important to answer because we had students waiting in class. Other times the ones with tireless brains and tons of humor just tried to tickle our tensions.

My friend got this link I found useful. I think, Dave, you should give this link to everyone in the T's lounge so that people won't bother you with questions when you're supposed to finish your monthly report?!

I miss those days, though :(

Masih Inget CHIPs?

Beberapa waktu yang lalu, selagi iseng mencet-mencet tombol remote control TV untuk nyari film pendamping nyetrika, gw terkejut senang karena nemu film ini: California Highway Patrol alias CHIPs. Bukan yang seri, tapi yang versi film TV panjang (2 jam).
Hayoo.. Masih pada inget gak dengan CHIPs? Jadul banget kan?! Stasiun tivi disini memang ketinggalan jaman banget kalo soal film dibanding Jakarta. Disini gw masih bisa nonton Remington Steele, Mission Impossible yang tim pertama(!), Nash Bridges, dan film-film jadul lainnya. Tapi nemu film CHIPs? Wah, kayak nemu barang antik yang berharga banget. Emang sih, jagoan gw si Captain Jon Baker pada film buatan tahun 1999 ini udah gak seganteng waktu pertama kali main masih jadi officer di tahun 1977 -blue eyes, blond, and all- tapi memorinya itu looohhh... Kalo mo liat pernik 'ternyata' nya film seri ini, bisa kesini.
CHIPs yang pertama dirilis tahun 1977, tapi di Indonesia diputer tahun 80-an kan? Seinget gw pas gw SD itu lah. Pokoknya di jaman Aneka Ria Safari masih berjaya deh. Film seri ini bisa bikin kita sekeluarga duduk anteng diem di depan tivi loh. Tiap minggu menunggu-nunggu waktu pemutarannya. Hari kamis bukan? Jam 8 malam? Khusus pas film ini diputar, kita boleh istirahat sejenak dari mengerjakan pe-er hehehe... Gw bahkan masih inget soundtracknya, nama asli pemainnya, sampai gambar pembukanya. Pokoke mereka ini one(s) of my childhood heroes selain Voltus V. I grew up with them...
Trus, seinget gw, setelah CHIPs yang lebih ngetop diantara kedua officer ini ya si Ponch alias Erik Estrada. Tapi gw sih teteup lah 'memuja' Jon dong. Lebih 'halus' gak petentengan gitu looh...
Nah, kalo ente, ngejagoin yang mana?

Kata Makian

Jadi begini ceritanya, di sekolah Hikari ada satu orang asing lagi yang belajar disana: Anak Bangladesh berumur 5 tahun. Dia sudah lebih dulu masuk di TK itu, tapi seperti juga Hikari, dia tadinya tidak bisa berbahasa Jepang. Nah, hebatnya, dalam jangka waktu 3 bulan saja anak ini sudah lancar berbahasa Jepang, terutama, ini dia, bahasa 'sehari-hari'. Lalu, waktu gw sedang ngobrol dengan guru-gurunya Hikari, mereka bilang kalau si anak Bangladesh sekarang sudah 'ngoceh' bahasa Jepang. Dia cepat belajar dari temannya. Dan, yang bikin guru-gurunya geli sekaligus pusing adalah anak ini sudah bisa menggunakan kata-kata makian dalam bahasa Jepang! Kenapa yang cepet ditangkep kata-kata itu siiihhh, begitu gurunya berkata dengan pusing. Ternyata si anak ini senang bilang, "Baka!"
Baka, arti aslinya bisa bermacam-macam. Tergantung dari situasi, kondisi, tempat, waktu, dan teman bicara. Dalam pergaulan antar teman, Baka bisa berarti "Geblek lu ye" atau "Fool!" atau "Pale lu bau menyan!". Ringan-ringan saja. Bercanda sekaligus memaki. Kadang malah bisa berarti umpatan karena kesel-kesel ringan. Sementara dalam kesempatan lain yang lebih gawat, bisa berarti "Dasar goblok!" atau "Tolol!" atau "Pake dong otaknya!" seperti itulah. Pernah liat film-film Indonesia dengan setting-an tahun 45 gak? Yang para serdadu Japon nya sering teriak, "Bagero!" Nah, ini bentuk terkasar dari Baka. Seorang teman gw pernah terinspirasi dengan film-film perjuangan ini, dan tanpa tahu arti sebenernya dari bagero, mulai menggunakan kata ini buat temen-temennya yang laen. Untungnya, temen-temen yang laen gak ngerti. Kalo ngerti, apa gak ditampol tuh anak? Ck ck ck... ayo insyap, coy!
Gw juga pernah nemuin siswa di tempat gw ngajar memaki dengan bahasa asing. Dalam dua kesempatan yang berbeda, yang satu memaki temannya dengan "S**T!" dan yang satu lagi dengan "F**K!" Wah, kalo ini sih kebanyakan nonton pilem koboi kali je?! Berhubung gw tau banget kemampuan bahasa 2 anak ini, mereka gw panggil. Gw tanya mereka sebenernya tau gak sih arti makian tadi? Dua-duanya, dalam kesempatan yang berbeda, bereaksi sama, "Cuma becanda kok Ma'am." Iya lah, tau, becanda sih becanda tapi ente tau gak itu artinya ape? Menurut mereka artinya 'SIALAN!' Yeeeey! Setelah dikasih liat arti sebenernya dari kamus, merah padamlah wajah mereka. Mangkenye, coy, cari tau dulu dong! Memaki tanpa tau artinya, kalo dilempar pada saat, tempat, dan audiens yang salah, bisa memicu perang antar negara. Nah, kalo Indonesia sampe perang, kan gawat, peralatan perang udah kuno, mana bisa menang? Kalo bisa menang sih laen perkara...
Trus, sehubungan dengan cerita sekolahnya Hikari tadi, kemarenan karena kesel dengan sesuatu tanpa sadar gw memaki, "Dodol!" Hikari ada disebelah, dan dia langsung bertanya, "Dodol apa, Ma?" Walopun udah gw jelasin bahwa dodol itu sejenis kue, dia masih tidak tanggap: trus ngapain emak gw nyebut-nyebut dodol, gitu, kalo bendanya aja gak ada je?! Abis itu gw langsung insyap. Hikari belum pernah dan belum mulai memaki. Paling banter nangis kejer. Jadi, gak perlulah gw kasih contoh, kan? Maap, be, maap! Lalu gw mulai mengumpulkan daftar kata-kata yang pernah gw pake buat memaki. Daftar ini nantinya akan ditaro di past tense saja!
Ternyata daftar makian gw itu puannnjaaaanggg juga. Dan, menggelikan! Gw gak pernah sih memaki dengan nama binatang. Bokap gw itu punya binatang kesayangan untuk memaki: kambing! Beliau pun hanya menggunakan si kambing dalam dua kesempatan: kalo lagi nyupir disalip orang dengan tidak sopan, atau kalo lagi nonton pertandingan olah raga n jagoannya kalah... Sementara gw, gak tau dari mana sering pake kata-kata aneh tanpa tau kenapa hanya seneng denger bunyinya aja, seperti dodol dan gigi. Dodol masih sering keluar tanpa sengaja sampai sekarang. Sementara gw udah insyap pake kata gigi. Dulu waktu jamannya gw SMA, gw sering memaki dengan kata gigi. Gak tau kenapa gw pilih gigi. Mungkin lebih enak di hati daripada memaki dengan "(ke)Pala lu!" Makian gw bisa sederhana seperti, "Gigi lu!" atau "Gigi lu gendut!" atau waktu temen gw nunjukkin jalan yang salah, gw mengomel, "Gigi lu aja yang jalan kesitu!" Pokoknya semua pake gigi, dengan modifikasinya. Gw pun terkenal dengan makian gigi gw itu, tanpa sengaja.
Nah, suatu kali, masih jaman SMA juga, gw lagi ngumpul sama tante-tante dan om-om gw yang buanyak pisan itu. Umur om-tante gw ini lumayan muda-muda, bahkan yang paling muda seumuran Papap. Kita lagi becanda-becanda dan seperti biasa yang dijadiin bahan becandaan mereka ya gw, 'adek bungsunya'. Kita lagi saling ngeledek, dan karena kesel diledekin melulu, gw memaki, "Gigi nenek lu!"
Senjata makan tuan. Salah satu om gw membalas, "Hei, giginya nenek elu itu giginya ibu gw, tau!"
Hiiiiiiyyyyyyyy......... bukan cuma karena ketawa menggelegar om-tante gw yang bikin gw insyap right away, tapi juga karena nenek gw mengerling dengan menggemaskan ke arah gw. Ampun, Eyang Uti, ampun. Itu tadi bukan literal kok!!!

Jadi, pesan gw kepada dunia adalah, memaki boleh saja -kata gw loh- asal liat tempat, waktu, suasana, kondisi, situasi, dan yang pasti pendengarnya. Jangan pula sok-sok-an memaki dengan bahasa asing, kalo gak yakin negara kita bisa menang perang. Dan yang paling penting, jangan memaki di dekat anak-anak ya!

Liputan Lebaran di Tokyo Bersama Saya

Selamat pagi, siang, sore, silahkan pilih sendiri salam anda, buat saudara-saudara setanah air. Tidak setanah air juga boleh, asal anda bisa mengerti apa yang saya omongkan. Berikut adalah liputan lebaran di Tokyo bersama... saya, tentu saja.
Liputan lebaran kali ini saya mulai dari H-2 atau hari Lebaran minus 2 harinya. Liputan pada hari Ha min dua ini tidak berlokasi di stasiun-stasiun bis ataupun stasiun-stasiun kereta karena saya tidak hendak pulang mudik. Liputan H-2 ini saya lokasikan di supermarket lokal bernama Yamashiroya yang menjual berbagai macam keperluan dapur dan sedikit kepeluan bukan buat dapur. Kenapa di Yamashiroya? Karena satu: dekat. Cuma perlu meluncur cepat di jalanan yang memang sudah turunan dari bukit tempat dormitory berada. Alasan kedua: jual labu siam yang akan dipakai untuk masakan lebaran. Alasan kedua ini justru yang lebih penting karena kalau supermarket ini tidak jual labu siam, saya akan pindah ke supa yang lain, tentu saja. Tidak seperti supermarket-supermarket di tanah air yang penuh diserbu ribuan pengunjung, Yamashiroya relatif sepi. Tidak ada yang rush barang disini, jelas ;b Setelah selesai belanja ini itu begini begitu, saya terus pulang. Tidak bisa meluncur. Karena tanjakan. (Tau dong hubungannya?!) Sampai kamar, saya langsung siap-siap masak makanan khusus lebaran. Iyah, lebaran ini memang spesial karena saya memasak sendiri makananannya! Tapi hari Ha min dua ini saya baru siap-siap saja.

Pada liputan hari Ha min satu baru terasa kehebohannya. Alhamdulillah, masakan saya tidak ada yang gagal. Sambal goreng ampela dan lontong yang disiram sayur godog plus kerupuk menjadi hantaran lebaran untuk tetangga-tetangga yang bertakbiran hari ini. Mudah-mudahan orang-orang Bangladesh itu senang dengan makanan idaman Papap. Amien. Ada rasa bagaimana gitu dengan bisa membuat hantaran lebaran seperti di kampung dulu...

Sebelum beduk buka untuk yang terakhir kalinya tahun ini, masakan sudah siap dihantar. Papap dan Hikari menjadi kurir. Dan ketika misinya sudah berlangsung dengan sukses, Hikari berseru riang, "Yatta!" (baca: horee)

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Laporan selanjutnya adalah pada acara persiapan bepergian kita ke Tokyo malam takbiran itu. Berhubung di Honjo tidak ada acara shalat Ied besar-besaran, para manusia Indonesia di Honjo yang cuma berjumlah 7 orang plus 3 bocah bayi, sepakat untuk ikut sholat Ied di Tokyo. Warga Indonesia di Jepang (atau seputaran Tokyo lah) bersholat Ied di Sekolah Republik Indonesia Tokyo atau SRIT. Berhubung sholat Ied berlangsung pagi, yang artinya kalau jalan dari Honjo kami harus berangkat subuh ke Tokyo naik kereta kurang lebih 2 jam, maka kami memutuskan untuk menginap di rumah sepupu saya tercinta di Tokyo. Malam takbiran kami naik bis kampus ke Tokyo bersama teman-teman. Sampai di tujuan sudah jam 10 malam. Hikari sudah pulas, tapi mami, papi, bude Ita, dan teman-teman nguobroul dulu sampai mitnait... Kebiasaan jaman kemping dulu. Pagi-pagi sekali, di hari Lebaran yang indah ini, Papap sudah 'sibuk' membangunkan kita. Hmm... jadi inget emak di kampung... Alhamdulillah, walau dingin, cuaca lumayan terang.

Liputan pindah lokasi ke stasiun kereta Meguro. Begitu turun, kami yang berjumlah 5 orang plus Hikari bertemu dengan saudara-saudara setanah air lainnya. Sewaktu sedang menghitung waktu, apakah mau jalan ke SRIT atau naik bis (dan saya berpikir naik taksi!), serombongan orang berpakaian muslim menyapa, "Gak cukup waktunya, Mas, kalau jalan. Rombongan yang sebelumnya juga nyetop taksi disini tadi." (Duh, bahasa Indonesia jadi terasa indah disini... ihiks) Maka kita naik taksi bersama rombongan kenalan baru tadi. (Hore!!! kata saya) Ternyata, pemandangan di sepanjang jalan dari stasiun kereta Meguro ke SRIT, ditandai dengan ularan manusia Indonesia yang berjalan menuju SRIT. Pemandangannya agak-agak fenomenal karena kebanyakan berpakaian muslim dan berpeci. Orang-orang lokal pun sampai menengok dua kali melihat pemandangan ini. Sayang, saya tak sempat memotret. Jangan marah ya...

Wah, SRIT sudah penuh! Satu gedung dan halamannya dipenuhi orang-orang yang hendak sholat Ied. Saya sedang tidak bisa sholat, maka saya menjaga Hikari di pintu gerbang SRIT.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Sementara menunggu Papap sholat Ied, saya menjadi oberver sejati. Orang-orang Indonesia berbaju muslim tradisional, berkemeja koko, bercampur dengan orang-orang Indonesia berbaju winter, dan juga dengan orang-orang non-Indonesia yang berbaju juga. Saya, yang sudah beberapa hari bingung mau pakai baju apa: antara pengen back-to-kampung mode dengan males-ribet mode, sungguh kagum dengan orang-orang yang masih mau berepot ria dengan baju tradisionalnya. Dan, pecinya itu looohh... gak ada yang ngalahin euphoria melihat banyak orang berpeci disini.

Sholat Ied mulai tepat jam 9 pagi. Selesai sholat, makanan tradisional Indonesia sudah disiapkan. Saya tidak ikut mencicipi antara lain karena pekarangan SRIT yang penuh orang dan ada kewajiban lain menunggu: keliling lebaran ke rumah-rumah orang. Ini kewajiban yang pertama kali saya rasakan sebagai istri seorang Papap yang pegawai pemerintah ;p Secara kantor Papap punya cabang di Tokyo, gitu looh... Kunjungan pertama bersama rombongan kantor Papap adalah ke KBRI. Dari mobil yang membawa kami ke KBRI, saya melihat kelompok-kelompok orang Indonesia yang berjalan balik ke arah KBRI. Berjalan mengular, seperti pagi tadi. Padahal dari SRIT ke KBRI jaraknya cukup jauh. Ah, nikmatnya kebersamaan. Jalan jauh pun tak terasa. Di KBRI, keluarga Dubes sudah menunggu. Selesai bersalaman, masakan Indonesia yang berlimpah telah terhidang. Sekedar menyicipi opor ayam dan teman-temannya, nikmat sekali. Sayangnya pas waktunya berpose, Hikari sudah mulai lelah. Beginilah jadinya. Hih!

Sebenarnya, laporan dari KBRI bukan akhir dari acara lebaran hari ini. Tapi highlight dari lebaran di Tokyo adalah pada pemandangan orang-orang Indonesia yang membentuk ular-ularan panjang dari stasiun ke SRIT lalu ke KBRI. Ular-ularan yang mampu membuat orang-orang lokal melongok bertanya-tanya, mengira-ngira. Nilai yang saya lihat dari kaca mata saya adalah adanya kemauan untuk menjalin kebersamaan di antara manusia-manusia Indonesia di negara orang, dengan ke-Indonesia-annya yang tetap dengan bangga disandang, walaupun untuk sekedar berbaju koko dan berpeci, seorang teman sempat dihampiri polisi lokal di stasiun kereta...

Selamat Lebaran, saudara-saudara setanah air. Sekian laporan lebaran dari Tokyo masih bersama saya. Semoga hari Lebaran anda seindah hari Lebaran kami disini...

Lebaran Ini


Lebaran ini,


Maaf Lahir dan Batin




Terima kasih ya Allah,
Lebaran ini, kami tetap bisa bersama,
Papap, Mami, dan Hikari tersayang.

Terima kasih ya Allah,
Lebaran ini, kami tetap bisa berbahagia,
Walau tanpa sanak saudara,
Teman-teman disini menjadi penggantinya.

Terima kasih ya Allah,
Lebaran ini, kami tetap bisa bersyukur,
Walau tanpa ketupat dan opor ayam,
Sayur labu siam dan tempe mendoan tetap terasa nikmat.

Terima kasih ya Allah,
Lebaran ini, kami tetap bisa merasakan diri Mu,
Walau tanpa takbir yang bersahutan.

Terima kasih ya Allah,
Lebaran ini, kami tetap Engkau cintai.

Untuk teman-teman dan handai taulan, keluarga Hardian (Reza-Devina-Hikari) mengucapkan Selamat Idul Fitri. Maaf Lahir Batin.

picture: google image

Blogger Templates by Blog Forum