Tanda tangan


Waktu membawa Hikari untuk imunisasi kemarin dulu, sang dokter meminta saya untuk tanda tangan formulir yang menyatakan saya dengan sadar membawa anak saya untuk di-imunisasi dan saya mengetahui segala efek dan prosedur dari imunisasi itu. Oke, saya pun tanda tangan walopun kalo ditanya soal sadar ato gak, saya ragu-ragu juga. Di kampung dulu kalo anak mau di imun, si dokter mah maen suntik aja kagak pake ngobrol dulu...:-$ Belakangan saya baru sadar kalo selama hampir dua tahun saya disini, baru kemarin itu saya menulis tanda tangan lengkap lagi :-B. Dulu-dulunya sih tiada hari tanpa tanda-tangan buat saya. Lah, waktu saya masih nguli di satu kantor majalah, tiap hari kerjanya ngedit naskah dan di akhir editan saya itu saya kudu wajib neken inisial saya. Lalu waktu saya masih jadi guru yang gak menggugu itu setiap kali juga saya menandatangani kertas-kertas tes murid yang sudah saya nilai. Coba bayangkan kalo kertas-kertas itu adalah sebuah cek atas nama saya...$-).

Di Jepang ini, tanda tangan tidak laku dipakai untuk memformalkan suatu kertas. Orang sini selalu memakai hanko, sejenis stempel yang dibentuk menurut nama orang yang bersangkutan. Papap punya hanko, saya tidak. Kepingin sih bikin, tapi muahal jatuhnya karena nama saya panjang. Kan gak lucu kalo hanko saya bunyinya cuma 'De' atau 'Mar'... Yang selalu menjadi pertanyaan saya: bagaimana sebuah hanko bisa membedakan antara si Nakamura yang ini dan Nakamura yang itu? Kan kanjinya sama...:-? Ada yang tau?
Hanko itu sakti sekali. Setidaknya yang saya alami. Ceritanya, setiap kali menulis pesan untuk gurunya Hikari di buku penghubung harian, saya hanya menuliskan nama lengkap saja. Kemudian sang guru akan menulis jawabannya di buku yang sama. Suatu kali, walaupun saya yang menulis pesannya, saya membubuhkan hanko si Papap. Ealaahh... Hikari pulang bukan hanya dengan buku penghubung plus pesannya tapi juga lengkap dengan gurunya. Mungkin si gurunya berpikir karena kali ini pesannya datang dari si Master of the House, degree of importance-nya lebih tinggi...:D Kejadian begitu berulang tiga kali selama Hikari sekolah disitu.

Balik berbicara tentang tanda-tangan, saya sendiri punya 1 ttd lengkap formal khusus untuk urusan yang penting, 1 ttd nama depan lengkap saya yang saya pakai kalau lagi malas tandatangan panjang-panjang, dan 1 ttd nickname/inisial saya yang hanya terdiri dari dua kata saja. Cerita pertama kali saya bisa menciptakan tandatangan sendiri sungguh tidak menarik. Setelah bolak-balik gagal menciptakan tandatangan, saya akhirnya meniru plek bentuk tandatangan ibu saya secara kita sama-sama pakai huruf M. Hanya saja, nama ibu saya itu dimulai dengan T, jadilah tandatangan saya punya huruf T di depannya sampai sekarang. Kalau ada teman yang tanya, "kok depannya T sih?" Saya pun berkoar, "itu kan D terbalik." sambil menarik alis mata kiri saya ke atas dan menatap dalam-dalam sembari mengirim pesan mental... 'ape lu nanya-nanya?!'
Lalu, kalau tandatangan saya dan ibu saya hampir sama begitu apakah saya pernah memalsukan tandatangan si emak? Ih, emang gue anak apaan???
Yang benar justru, si emak memalsukan tandatangan saya....:-. Loh, bener itu! Dengan restu saya tentu saja, tapi gak usah diceritain nanti ketahuan tandatangan saya yang mana yang palsu dong .

Selama ini, saya belum pernah terbalik-balik menggunakan ketiga ttd saya itu. Wong, kategori pemakaiannya beda-beda kok. Tapi pada jaman dulu ketika saya masih gadis muda belia yang pintar lagi pula rajin menabung, saya pernah punya boss yang punya banyak tandatangan. Naaahh, setiap tanggal 25 beliau -sebagai seorang presdir- harus menandatangi surat perintah pembayaran gaji karyawan. Surat perintah itu harus diantar ke bank dan si bank kemudian bakal membayarkan gaji karyawan satu kantor ke rekening masing-masing. Saya lah yang bertugas membawa surat ini ke bank (kadang-kadang saya juga bertugas sebagai pembawa pesan rakyat kecil yang mengingatkan boss kami supaya tidak lupa menandatangani surat gaji itu). Suatu kali, karena kesibukan beliau, sampai siang surat itu belum juga diberikan ke saya, padahal para rakyat kecil ini sudah nongkrongin saya dari pagi. Jam sudah lebih dari siang ketika si boss akhirnya tergopoh-gopoh keluar ruang meeting.
"Dev, you run to the bank or we won't have anything to eat tonight."
Dan saya pun memberi salut, "Okay, boss!"
Saya berlari ke bank secepat mungkin diiringi titipan napas karyawan satu kantor. "Run, Dev! Run! Run!"
Untung si bank ada di lantai satu gedung yang sama.
Sampai di kasir bank, si mbak kasir tersenyum legit, "kok siang banget, Mbak."
"Halaahh... sudahlah cepat bawa sana surat ini dan bayarkan gaji kamiiiiiii!!!"
Jam berdetak... tak tik tuk...
Si mbak kasir balik ke saya, "ehem."
"Ya?"
"Ini surat perintah yang nandatangani si mister itu ya, Mbak?"
"Iya." Emang sapa lagiiiiiii? Kalau boleh pakai tandatangan saya sih udah dari tanggal 15 saya kirim ke bank...
"Ehem."
Halah, pake ehem-ehem lagi. Kami rakyat kecil hanya makan ikan teri siang ini nih!
"Tandatangannya salah, Mbak. Bukan yang ini."
"HAH?"
Maka saya pun berlari lagi ke atas, mendobrak ruang meeting, dan mendekati si boss.
"Sir, you used the wrong signature."
"I did?!"
"Yes, you did," I solemnly answered.
"Oh, my god! I forgot which signature I should use for this bank!!!"
*kisah nyata di tahun 1997*

6 comments:

    On 7:48 pm, August 27, 2006 Anonymous said...

    Hahahahaha.... Maap mbak, jadi pingin ngakak baca kisah "Wrong Signature". Jadi ingat klo tanda tanganku juga bagian depannya niru punyanya kepala sekolah gw waktu SMP. Tapi beda koq :). Yakin deh. *emang ada yang peduli*.

    Kocak abis ... hahahhaa. Ttg wrong signature, jadi inget waktu pertama kali bikin KTP. Soalnya beberapa jam sebelum ngurus KTP Qq baru nyadar klo tandatanganku yg simple itu bisa ditiru dgn mudahnya ama adikku yg masi SD. Demi keotentikan tandatangan, jadilah Qq berusaha 'menciptakan' tandatangan baru.

    Tapi sesampainya di kantor lurah (eh apa camat ya? lupa..) terjadi kecelakaan...huhuhuhu Qq membubuhkan tandatangan yg salah (ada garis yg lengkungannya salah ... heheheh). Sialnya lagi Qq terpaksa harus mengulang tandatangan yang salah itu waktu membuka account bank baru, dan butuh 10 kali utk dapat tandatangan yang pas ... huh, nyaris aja. Untung buat ngambil duit skrg udh ada ATM, klo ga ya kebayang berapa lama lagi nunggu tandatangan yg bener... hehehhehe

    On 8:56 am, August 28, 2006 Anonymous said...

    jadi inget.. tanda tangan juga dulu pernah nyontek punya bapak.. sampai dipake pada ijazah SD dan SMP..

    sejak SMA ini saya sudah punya tanda tangan sendirim dan td tangannnya beda di ijazah SD dan SMP :D

    kalo kata orang "pinter", dari tanda tangan kita, bisa dilihat kepribadiannya.. macam melihat karakter orang dari tulisan tangannya..

    konon, yg tandatangannya ruwet, biasanya orangnya ruwet. mulai dari jalan pikiran, tindakan, sulit dihadapi, dsb..

    yg simpel, dan terkesan asal coret, biasanya lebih mudah dan simpel..

    tapi itu cuma Konon lo.. :D

    btw, oo.. itu namanya hanko to.. semacam materai gitu kah fungsinya?z

    kalo pengalaman eikeh mah..waktu mo ttd bhw kita setuju dgn gaji yg kita peroleh..trs bos nanya: gak salah nih Nov..ttd-nya? emang knp? kok dari kiri ke kanan ttdnya menurun...lebih baik ganti aja..kalo bisa dari kiri kekanan jadi naik...*scr beliau chinese* dan percaya bhw ttd bisa mempengaruhi rejeki dan karir *ampe skrg gw msh inget bgt tuh*

    On 8:45 am, August 29, 2006 Anonymous said...

    emang dulu bikin stress tuh waktu harus punya ttd sendiri. secara saya orangnya perfectionist :D maka harus punya ttd yg sangat(100x) bagus akhirnya mengumpul 100 ttd yang "ter-" kemudian dikolaborasikan hasilnya adalah selalu deg-degan kalo harus ke bank! minimal 3-4 kali revisi lah :(:D

    wah, aku malah terharu liat fotonya. mungkin bisa menang kl diikutkan lomba foto bertema 'kasih sayang ibu kpd anak'
    *lost focus*

Blogger Templates by Blog Forum