Misteri Tuhan

Honjo, Saitama, Jepang
10 Februari 2006,
Penghujung musim dingin.

Siang itu begitu dingin.
Langit biru cerah di atas sana tidak mampu mengabarkan kedatangan musim semi.
Saya berjalan sendirian,
ditemani kamera hitam,
menuruni bukit tempat dormitory kami berada,
ke kaki bukit yang menjadi puncak bukit kecil lainnya.

Hari itu hati saya..... damai?
Rasanya kosong, tidak ada beban.
Kosong,
mungkin itu kata yang lebih tepat.
Saya berjalan-jalan menyusuri jalan setapak
di siang hari yang beku
dengan hati kosong.
Sendirian.

Lalu saya sampai di kaki bukit,
yang merupakan puncak bukit lainnya.
Hanya ada satu pohon disana.
Diantara keringnya rumput musim dingin,
dan bekunya udara.

Saya terpaku memandang pohon itu.
Berdiri lama menatapnya dari kejauhan.
Dia sendirian.
Saya sendirian.

Hening diantara kami.
............................................

Ada satu hal yang tidak cocok disana.
Langit di atasnya terlalu biru, saya membatin.

Kebekuan,
Kesendirian,
Keheningan itu,
tidak cocok dengan birunya langit.

Hati saya tiba-tiba membuncah.
Saya memecahkan satu misteri Tuhan hari itu.

Setelah kesusahan, pasti ada kemudahan.
Dalam kebekuan, masih ada langit biru.

Saya tutup lensa kamera.
Kembali berjalan pulang menaiki bukit.

Dua tahun lewat sudah.
Pohon dan langit biru itu selalu ada di hati saya.
Setiap kali saya sedang menatap ke depan,
untuk mencari sedikit harapan.

3 comments:

    terpecahkan sudah misteri itu

    On 7:04 am, November 16, 2007 Anonymous said...

    kalo kosongnya bukan gundah, bukan duka...sebenarnya langit biru makin membuat damai kan?

    gue masih geli ngebayangin si papap nanyain lo dengan indahnya, "ngapain poto cuma sebatang pohon?"

Blogger Templates by Blog Forum