Tua dan Dewasa

Ada hal yang berbeda dari diri saya sejak beberapa bulan yang lalu.
Saya tak lagi terobsesi mencukur rambut pendek-pendek.
Ini tidak ada hubungannya dengan perubahan hormon.
Ini ada hubungannya dengan tugas baru saya di kantor.

Sudah hampir 3 bulan, saya mendapat tugas baru: mengurusi kelas anak-anak.
Teman-teman langsung menyelamati saya.
Bukan karena tugas baru ini sangat prestigious, tapi karena otomatis mereka terbebas dari tugas paling mengerikan di kantor ini. Jadi, mereka menyelamati saya, karena saya sudah menyelamatkan mereka. Sompret!

Program kelas anak memang dianggap mengerikan oleh para kolega saya. Apalagi oleh para guru-guru. Karena itu, setiap kali guru-guru melihat muka saya -si koordinator anak yang baru- mereka langsung balik kanan bubar jalan menyelamatkan diri dari assignment dipaksa ngajar.

Yang membuat kelas anak mengerikan bukan karena sosok anaknya.
Well, ya, itu juga sih.
Untuk ngajar anak umur 6-12 itu butuh steroid 5x lebih banyak dari pelari marathon kelas dunia.
Selain itu, lesson plan, alat peraga, kesabaran ekstra, stamina tinggi (untuk ngejar-ngejar mereka), obat batuk (untuk menyembuhkan tenggorokan serak), kemampuan P3K, banyak berdoa adalah beberapa hal yang dibutuhkan untuk mengajar anak-anak.
Begitu pun bukan soal itu yang membuat program ini dianggap paling mengerikan.
Satu dan hanya satu hal yang menjadi momok program ini adalah ada siapa di belakang anak-anak yang kami ajar.
Jawabannya: ada mamanya, ada papanya, ada neneknya, ada kakeknya, ada tantenya, ada mbaknya, ada supirnya, ada teman mamanya, dan ada mama tetangganya.
Urusan sepele kecil yang berhubungan dengan satu siswa, bisa merembet panjang karena satu kompi pasukan di belakang anak itu.

Ribut-ribut dari hal yang remeh, seperti:
"Ibu, kenapa si A gak diusir dari kelas? Dia suka nyubitin anak saya!"
"Pak, kenapa sih surat untuk ortu dikasih ke anak saya? Kenapa saya gak di telepon aja?!"
"Bu, anak saya harus makan siang dulu sebelum masuk kelas disini. Jadi dia pasti akan terlambat masuk. Saya gak mau anak saya ditulis terlambat, ya!"
Sampai ke hal-hal yang... *&!@%#$*!^#, seperti:
"Saya gak terima anak saya harus ikut ujian susulan! Kesalahan dia kan hanya gak bayaran aja!"
"Saya bisa pecat situ, tau! Saya gak terima anak saya hanya dimasukin ke level ini!"
"Saya bisa beli gedung ini beserta isinya, tau!"
"Saya minta guru itu dipecat! Saya tidak suka sama muka dia!"

Saya memang patut untuk diselamati.

Saya lalu berencana untuk memanjangkan rambut supaya saya kelihatan lebih tua. Saya juga akhirnya mengikhlaskan diri memakai kacamata yang sudah beberapa tahun saya simpan di laci rumah demi kelihatan lebih dewasa. Dan Tua. Dewasa dan Tua.
Para guru memang meledek saya. Kata mereka, wajah dan penampilan saya kurang ibu-ibu untuk ngurusin para ibu dan bapak. Akibatnya, para ibu dan bapak ini seringkali melecehkan saya karena saya dianggap anak ingusan. Itu masih mending karena kadang saya juga dianggap resepsionis sehingga mereka selalu minta ketemu otoritas lain selain saya yang cuma resepsionis! Memangnya rambut pendek, muka imut-imut (*pletak!*), celana panjang dan sepatu boots tidak pantas punya pekerjaan seperti saya?
Kadang-kadang, saking mereka gak percayanya dengan jabatan saya, mereka sibuk bergerilya mencari kolega saya yang lain untuk minta dilayani. Para kolega saya pun dengan senang hati mengirim mereka kembali ke saya. Sompret!

Saya tidak mengerti ada apa sih dengan para orang tua sekarang ini? Seringkali mereka justru lebih galak mempertahankan diri ketika tahu anaknya berbuat kesalahan.
Mudah-mudahan solusi menuakan diri saya bisa berhasil.
Karena kalau enggak...

6 comments:

    dikasih nilai bagus semua aja dehh, biar no children no cry

    On 7:58 pm, June 12, 2008 Anonymous said...

    Selamat ya, Dev hihihihi.

    Sebenernya lucu juga ya ngajar anak umur2 segitu .. cuman jadi ribet krn ortu2nya pada mau bikin peraturan sendiri. Ngga heran ibu guru Devina jadi puyeng ngajarnya, kalau ortunya aja maunya macam2 *ngga mau ikut peraturan*, bisa dibayangkan anak2nya seperti apa.

    On 9:12 pm, June 13, 2008 Anonymous said...

    owh.. ngerti sekarang.. jadi ini alesan kemaren nyari2 pecutan! hueheuheue :D:P...

    btw congrat ;;) .. .. pasti bisa deuuh.. mamahnya hikari gtu loh..

    depoy berambut panjang berkacamata? nngggg.....

    jangan lupa nimbus 2000 dan mantra "wingardium leviosa"nya ya bok.

    On 3:49 pm, June 18, 2008 Anonymous said...

    Hiahahahahaaaa... bisa aja lu ah. Emang ortu2 suka pada cerewet gak jelas. Tapi... seharusnya kan elu bersyukur karena awet muda? Masih imut tapi dah punya anak. Itu kan hebat? Elu bisa disejajarkan lho dengan Wulan Guritno, Mulan Jameela, dan Katie Homes... muda-muda udah punya buntut ;p

    On 5:10 pm, June 20, 2008 Anonymous said...

    mudah2an gue gak tmsk tipe ortu yg heroik mbelain anaknya membabi buta gitu ah....

Blogger Templates by Blog Forum