Saturday, September 29, 2007

Jender Para Kolega

Jaman dulu banget, waktu baru lulus kuliah, ada seorang teman yang dalam jangka waktu enam bulan sudah tiga kali ganti kantor. Dalam jangka waktu enam bulan itu, kita-kita sudah bisa sedikit tenang di kantor baru sambil mengabsen cowok ganteng di kantor/ruangan/restoran sebelah, dia masih aja kesasar tiap kali nyari toilet.

Alasan dia berganti-ganti kantor ini agak mencengangkan: si teman gak betah di dua kantor sebelumnya karena karyawannya hampir 90% adalah laki-laki.

Perempuan, 21 tahun, single, belum punya pacar, preferensi seksual normal, gak punya pantangan pada laki-laki, kok menolak berada di kantor yang 90% karyawannya berjender laki-laki?!

Si teman memang langsung di-gila-gila-i oleh teman-teman yang lain sesama jomblo. Saya jelas tidak ikut menggilainya. Kan saya gak jomblo...

Posisinya yang kosong kemudian diambil dengan senang hati oleh teman-teman yang lain yang bahkan pada saat wawancara pertama sudah tampil all out. Apalagi, semua kantor bekas teman saya itu berlabel perusahaan internasional. Isinya sudah jelas para expat.

Teman ini -walau sudah dianggap gila oleh yang lain- kekeuh dengan keputusannya. Alasan keteguhan hatinya ternyata karena dia takut dikelilingi oleh terlalu banyak laki-laki. Itu saja.

Di kantor saya yang sekarang ini, populasi karyawan perempuan jauh lebih banyak dari karyawan laki-laki. Mungkin karena profesi guru identik dengan kesabaran dan kepintaran maka jenis kelamin perempuan lebih merajai di kantor ini.

Kondisi seperti itu tentu ada kekurangannya. Kekurangannya ya jelas, kurang laki-laki. Mata agak-agak sepet gitu loh. Pemandangan tandus. Hati juga kering. Tapi saya sih gak masalah. Kan saya juga bukan jomblo...

Dalam kondisi seperti ini, ketika terdengar ada isu-isu rotasi antar cabang, dunia kantor langsung hidup dan bergejolak.
Bagi orang luar, pertanyaan "Siapa yang dirotasi kesini?" terdengar innocent.
Bagi orang dalam, pertanyaan "Siapa yang dirotasi kesini?" berarti:
1. Apakah dia laki-laki? Kalau perempuan gak penting.
2. Apakah dia single? Gak single pun gak penting.
3. Apakah dia pintar? Gak pintar... ya... bisa dipikir-pikir dulu.
4. Apakah dia ganteng? Gak ganteng... ya... masih laki-laki kan?

Tapi, jujur saja, jomblo atau tidak jomblo, saya ini pendukung berat masuknya karyawan baru/rotasi berjender laki-laki.
Boss: Kita akan kedatangan satu guru baru dari cab...
Saya: Gak penting, cabang mana. Laki-laki bukan?

Alasan saya logis! Gak pake napsu!
Di dunia kecil saya yang 8-6 ini, sudah penuh sesak dengan perempuan. Ributnya itu gak ketulungan!

Friday, September 28, 2007

Yang Terbaik

Saya tidak pernah menyangka akan sampai ke persimpangan jalan ini. Saya dibesarkan dan dididik bukan untuk bertemu dengan persimpangan jalan seperti ini. Tapi hidup apa bisa dipertanyakan?

Ketika ada banyak perempuan berperan ganda lainnya tetap bergeming ketika melewati persimpangan jalan ini, kenapa saya tak bisa?

Ketika saya berdoa untuk yang terbaik, dan malah dipertemukan dengan persimpangan jalan ini, kenapa hati berat untuk melangkah?

96 jam lagi saya harus berbelok, apapun yang terjadi dalam hati saya.
Badai yang berkecemuk rasanya tak sepadan dengan kondisi jalan yang mulus.

Yang terbaik, saya tahu, mungkin bukan seperti yang saya lihat saat ini.
Bukan begitu?

Wednesday, September 26, 2007

Kadar Hati

Seorang teman yang mau menikah mengaku kalau dia enggan mengundang pacar pertamanya -yang juga teman saya. Ketika ditanya alasannya, dia sibuk ngeles.

"Gak enak sama calon istri, ah."

Melihat gelagat kalau saya gak percaya pada alasannya, si teman sambil memble membuka rahasia. Padahal, sumpah, saya gak komentar apa-apa. Memang wajah saya dari sononya udah wajah gak percayaan.

Lalu si teman bercerita...
Ternyata bukan karena dia gak yakin sama calon istrinya.
Bukan juga karena dia gak cinta sama calon istrinya.
Bukan juga karena dia takut sama calon istrinya.
Bukan juga karena dia takut terjadi perang ala sinetron cinta di pesta.
Tapi lebih ke...
"Gue takut hati gue gak kuat. Gue udah gak cinta dia, tapi hati gue belum bisa diajak kompromi kalau liat dia," kata si teman.

Uuuuaaahhh!!! Saya jadi sebel. Sebel sama alasannya yang pertama. Hatinya yang gak kuat, tapi orang lain yang disuruh jadi tamengnya.

Kasus yang berbeda tapi dengan nilai filosofis yang sama terjadi lagi, selalu pada bulan puasa.

Seorang teman yang lain sering banget marah-marah kalau dia melihat ada orang makan atau minum di tempat yang dia bisa lihat pada saat dia sedang berpuasa, bahkan di tempat yang paling tertutup sekaligus. Kemarahannya bukan hanya ditujukan pada orang lain yang non muslim, tapi juga ke para muslim yang kebetulan sedang tidak berpuasa.

"Gak menghargai orang lain yang berpuasa!"
"Gak punya empati!"
"Gak sopan!"
Masih bagus dia gak teriak, "gak ada udelnya!"

Biasanya kami, yang diteriaki maupun yang tidak diteriaki, berlaku sebodo amat dengan dia. Wong bodo kok ditanggepin?

Sampai pada suatu hari saya jadi meranggas juga sewaktu dia melakukannya pada saya: antara menyindir dan memarahi. Seumur-umur baru kali itu dia berani memarahi saya. Saya kok dimarahi?! Walah, nyari tebasan golok ni orang!

Hari itu saya lagi gak puasa. Saya pun masuk ke pantry dan menyeruput segelas air disana. Di PANTRY! Minumnya juga diam-diam. Gak pake pengumuman teriak-teriak kalo saya lagi gak puasa dan pengen minum air dingin di siang hari bolong yang terik...

Lalu dia mulai menyindir, mengomel, memarahi.
"Hargai dong orang yang puasa!"
"Elu minta GUE hargai berapa?"
Dia mengkeret.
"Kok gitu sih jawabannya?"
"Gue yang gak puasa, gue masuk ke pantry. Elu katanya puasa. NGAPAIN lu ada disini?!"

Ceramah selanjutnya berasal dari saya. Inti ceramah saya: Awas kalo berani nyebut-nyebut kata harga-hargai lagi di sekitar saya! Urusan puasa, urusan masing-masing. Ngapain juga dia ngurusin orang lain yang gak puasa?! Kalo niat puasa kita bener, ada orang minum air es segentong di depan muka kita pun kita gak akan tergiur.

Mau tau ending cerita ini?
Ternyata ribut-ributnya orang itu soal harga-menghargai berasal dari kesadaran bahwa dirinya yang tidak tahan melihat orang lain makan/minum.

Hmmfff..... minta ditabok ni orang. Dia yang punya kadar hati rendah, kok orang laen yang dilabeli tidak menghargai sesama?

Monday, September 24, 2007

Delapan

Buat si Nenek, si delapan ini berupa benjolan. Buat saya, si delapan ini bagai komedo. Tiap orang yang ngeliat si komedo, bawaannya pengen nyongkel ajah biar bersih...

No-oh, Nek, delapan komedo sayah...
1. Seorang Acute Procrastinator. Kalo anjing terstimulasi dengan tulang, Tom terstimulasi dengan Jerry, laki-laki terstimulasi dengan perempuan seksi tapi tak pintar, perempuan pintar terstimulasi dengan cowok ganteng, baik hati, pintar, rajin menabung, dan atletis, maka saya terstimulasi dengan deadline. Ini lah alasannya saya gak pernah sukses bikin deadline buat diri sendiri.

2. Paranoid dengan kotoran. Mata saya seperti punya X-ray sendiri. Rasanya sekecil apapun kotoran -debu, sampai yang bener-bener kotoran- bisa terlihat jelas dengan saya. Ini alasan saya selalu membawa tissu basah kemana-mana. Ini juga alasan yang membuat anak saya berkulit putih: bukan karena gennya emang putih, tapi karena keseringan saya gosok pake air sabun...

3. TAKUT dengan binatang bernama ANJING!

4. Anti WC Umum. Apalagi kalau WC umum ini gak ada shower pembilasnya!
Penyakit mental saya yang satu ini sukses bikin saya tersiksa waktu jalan-jalan di Jepang. Bahkan suatu kali, waktu saya dan teman-teman (tanpa Papap dan Hikari) lagi belanja-belinji di Tokyo, saya sampai memaksa teman-teman untuk naik kereta pulang dari stasiun B, dan bukannya A (yang lebih dekat) karena di stasiun A gak ada WC umum ber-shower. Tempat favorit saya untuk pipis di Tokyo adalah di Takashimaya, Shinjuku.
Oh, kalo nyari tempat pipis ber-shower di Kyoto, ada di gedung paling tinggi di stasiun Kyoto. Tapi saya lupa lantai berapa. Mungkin anda bisa memasuki satu-persatu tiap wc disitu.

5. Terobsesi dengan planning, planning, dan planning. Semua yang ada dalam hidup saya harus direncanakan. Besok pagi bangun jam 6 atau 6:05? Mandinya dua kali atau tiga kali? Ke kantor lewat tol Jatiasih atau tol Jagorawi? Kalau lewat tol Jagorawi, mampir beli kopi dulu atau gak? Ini atau itu? Itu atau ini?

6. Selalu menjadi Basi Abadi pada pertemuan pertama. Saya jamin anda sekalian pasti gak bakal mau ngundang saya kopdar karena kadar ke-basi-an saya ini...

7. Selalu disangka manusia kalem, penurut, polos, feminin, pendiam, dan pemalu. Emang sih!

8. ............................................................................................... (untuk diisi oleh kalian semua. Menurut para hadirin, saya masih punya cacat mental apa lagi? Gak ada, kan?!)

Ngelempar sapa yaaaa?
Saya mo ngelempar ke Bung Lufhfi Pemegang Kain Sorban! Hahahahaha.....
Puasss!

Catatan: gambar diambil dari email berantai.

Sunday, September 23, 2007

Can Anyone Help?

Temans,
kami sekedar ingin meminta informasi. Siapa tahu ada yang bisa membantu...

Keponakan kami, anak perempuan usia 6 tahun, sedang terbaring di rumah sakit sejak sebulan lalu. Dia mempunyai kista yang menempel di organ hatinya. Sekarang, kista itu sudah bertambah besar.

Upaya operasi tidak bisa dilakukan tanpa resiko tinggi akibat posisi si kista. Dioperasi berarti harus mengorbankan organnya yang lain: limpanya harus diangkat (begitu kata dokter).

Sekarang ini, dia menderita kuning di mata dan urine. Perutnya juga terasa sesak dan nyeri.

Dokter menyarankan untuk melakukan pengobatan alternatif. Keluarga pernah mencoba tetapi ternyata tidak berhasil.

Apa ada diantara para hadirin sekalian yang punya pengalaman sama? Atau malah punya saran, atau rujukan?

Kami sangat berterima kasih. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua. Amin.

Saturday, September 22, 2007

Brain Dominance

Want to know which part of your brain is more dominant? See here!

Wednesday, September 19, 2007

Bapak dan Suami

Obrolan perempuan-perempuan tentang sosok Bapaknya ternyata bisa dijadikan acuan tentang pria-pria macam apa yang di-emohi kaum saya ini.

Dan kalau anda -para bapak- yang mempunyai anak perempuan selama ini kalau merasa dijadikan idola dan standar para anak perempuannya dalam mencari pacar atawa suami, silahkan berpikir ulang!

Obrolan para perempuan diawali dari sebuah kebiasaan menyikat gigi.
A: Si Budi (nama samaran) giginya kinclong banget yak! Pake pemutih kayaknya. Dulu gak gitu...
B: Bukan! Dia itu kan paranoid sama giginya. Kemana-mana bawa sikat gigi. Sebelum masuk kelas pasti sikatan dulu.
A: Ada sih orang kayak gitu?
C: Ada! Bokap gue tuh kayak gitu! Gue heran aja giginya masih nempel semua di mulutnya. Kadang-kadang nyebelin juga sama kebiasaannya itu. Soalnya kalo abis makan di restoran selalu mampir ke toilet buat sikat gigi dulu!

Mulainya begitu, kemudian curhatan lain mulai keluar.
Kata C: Gue gak mau deh sama si Budi. Ngeliat bokap gue aja udah ribet, apalagi kalo suami gue begitu juga!
Saya: Gue juga gak mau sama Budi. Abis dia kurang kece sih.
Saya disambit.
A: Kalo bokap gue tuh, kalo udah baca koran pasti budek. Makanya gue jadi males banget deh kalo ada cowok dateng ke rumah trus blom apa-apa udah nyari koran. Tuh cowok pasti gue coret dari daftar prospective husband.
B: Yang gue sebel banget sama bokap gue, bliow tuh kalo kentut suka gak liat tempat! Udah gitu bunyinya gak kira-kira! Gue gak mau deh punya cowok, yang baru pacaran aja udah tebar kentut.
Kita ketawa guling-guling.
D: Nyokap gue tuh paling sering sewot kalo bokap udah ninggalin handuk dimana-mana. Tiap mandi, bokap pasti naro handuk basahnya sembarangan. Kayaknya diomelin nyokap juga udah gak ngaruh.
Kita: Terus, tunangan lo begitu gak?
D: Iya tuh! Begitu juga! Bete banget gue!
E: Lah? Kok elu mau ama dia?!
Saya: Gue sih lebih concerned ama fakta bahwa elu pernah liat tunangan lo abis mandi...
Saya disambit lagi.

F: Kalo gue gak mau punya cowok gendut. Gempal aja gue gak mau.
Kita: Kenapa? Bokap lu gendut?
F: Ho-oh! Trus jadi sakit-sakitan lagi! Gue nyari suami yang langsing atletis aja lah kayak Brad Pitt.
Kita nyambit F. Kita juga maoooo!
G: Satu yang gue benci dari babe gue: ngerokok! Pokoknya, secakep apapun cowok, kalo ngerokok, gue langsung ilfil banget! Gak banget deh! Gue udah ngerasain gimana udara di rumah tuh bikin sesak napas gara-gara ngerokok.
Saya: Setuju!
Yang lain: Setuju-setuju aja lu! Bokap lu bukannya ngerokok?!
Saya: Iya, dulu. Sekarang udah tobat.
Yang lain: Trus, bokap lo kenapa?
Saya mikir......... lama.....
Saya: Bokap gue berkumis....

Update: Papap gak punya kumis.

Sunday, September 16, 2007

Bosan

Jangan sembarangan berkata, "I'm sickly bored with my job" pada orang yang tidak tepat.

Saya melakukan hal sembarangan itu. Hasilnya: kuliah terbuka (in public, maksudnya) mengenai ciri-ciri orang yang kurang bersyukur pada Tuhan. Tentu saja, si penceramah membuat semua ciri-ciri itu terlihat jelas pada saya.

But, what the hell. I really AM bored with my job.

Mungkin memang saya termasuk orang yang kurang bersyukur pada karunia Tuhan. Sementara ribuan orang lain setengah hidup mencari kerja, dan ratusan ribu orang lain setengah mati mencari kerja yang mereka sukai, ealah kok malah saya bilang saya bosan dengan pekerjaan saya itu... Ada yang mau nyambit? Silahkan sekarang waktunya.

Tidak ada yang salah dengan pekerjaan saya.
I used to like the job. It was inspiring, mind-challenging, creativity demanding, adrenalin pumping, fun in an exciting kind of way, sekaligus tentu saja turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengajar, gitu loh.

Sekarang?
The challenge is gone. Atau, saya merasa saya tak menemukan tantangan itu lagi.
The curiosity is easily satisfied. Bahkan hal-hal yang baru tidak bisa membuat saya berseru, "Oooohh, jadi begitu?"
The problems seem to dance their own solutions nakedly before my eyes.
Seakan-akan semua hal menjadi biasa.
Tidak ada adrenalin rush di nadi saya lagi.

10 tahun minus 2 tahun saya melakukan semua ini, akhirnya anti climax itu terjadi juga...

Pindah kerja?
Pindah kantor?
Balik ke rumah?
Stay at home?
Kerja di rumah?
I wish.

Satu alasan saya belum pindah kerja adalah waktu yang fleksibel bagi seorang working mom yang menjadi keunggulan pekerjaan saya sekarang.
Satu alasan saya tidak kerja di rumah adalah saya biasanya jadi gila kalau lebih dari seminggu berdiam di rumah.
None of these is about money. Walau punya banyak duit katanya cukup menyenangkan juga.

Sigh

Saturday, September 15, 2007

Enlighten Me, Please

I just got some shocking news from someone on my photoblog: Footprints of Nature.

This person says that I have infringed the name of my blog from this site.

I had no idea that the first (or later?) site even existed. And, YES, I didn't check. I had no idea if we had to check the availability of a blog's name (besides, that name didn't exist in blogspot). Mind you, I did have a difficult time to find the perfect name for that blog. Had I known the name existed, believe me, I wouldn't have used it.

So,
Did I intentionally infringe the copyright?
I had no idea. It never crossed my mind.
Then, well, my deepest apology.
I'll change the name to something else. Meanwhile, I need time to change everything. Hopefully you -the anonymous- have the patience to wait.
Thank you.

Update: www.footprints-of-nature.blogspot.com no longer exists. Please click www.colorfulspecks.blogspot.com
I hope I have made everybody happy.

Bukan Karena

Bukan karena sebentar lagi mau Lebaran,
Bukan karena saya cinta bunga mawar bambu,
Bukan karena saya bosen dengan layout yang lama,
Bukan karena saya kebanyakan bengong di rumah,
Bukan karena saya hobi ngotak-ngatik html,

lalu saya ganti layout.

Ini gara-gara layout kesayangan saya yang lama yang berwarna biru berlatar laut menenangkan itu......... rusak.

Mbuh kenapanya. Tau-tau, pas saya buka blog, semua buyar menjadi putih. Tanpa diotak-atik, tanpa dipinteri...

Siapa tahu ada yang:
1. Berbaik hati mau membereskan layout kesayangan saya itu,
2. atau, membuatkan saya template baru,
pasti akan saya puja-puji di blog saya nanti....

Silahkan loh...

Friday, September 14, 2007

Saya dan Abe

Apa persamaan antara saya dan Shinzo Abe?

Kami berdua sama-sama didiagnosa oleh dokter Jepang menderita Gastric Inflammation karena terlalu serius mengurusi negara...

Tuesday, September 11, 2007

Little Things


My wonderful friend, Ratih, sent me this offline message.
And, I really fall for it.

For the things I did wrong, for words which might hurt, for silly jokes you cannot take, for advice you cannot accept, I sincerely apologize. RAMADHAN MUBARAK ...



Sometimes it is the things that we don't mean to say or do, or the things that we mean no harm from them, are the ones that hurt friends innocently.

So, friends, I sincerely apologize.
For everything.

Sunday, September 09, 2007

Rumput Tetangga


The grass is always greener on the other side of the fence.


Buat saya, kata mutiara itu bukan sekedar kata mutiara. It's a fact! Rumput tetangga depan rumah memang lebih hijau. Jauuuuh lebih hijau.

Seluruh halaman rumahnya dilapisi rumput manila yang terawat rapi. Yang punya sepertinya mengalihkan energinya yang tak kesampaian dalam membuat bunga-bunganya berkembang (sebelum dipetiki Hikari) dengan merawat rapi rumputnya.

Saya sampai termimpi-mimpi melihat rumput tetangga itu. Kadang-kadang, saat sedang tidak mimpi, ya sampai ngeces. Lalu mimpi juga. Mimpi pengen punya rumah berumput manila tebal seperti tetangga itu. Saking mupengnya dengan rumput tetangga, saya membujuk si Papi.

Saya: Kumendan, tanam rumput manila kayak orang depan dong.
Si Papi: Beliin rumputnya.
Saya: Siap Kumendan, tapi nanti Kumendan yang nanem ya.
Si Papi: pura-pura gak denger.

Eh, seminggu yang lalu saya mendapat pencerahan.
Rumput yang helaiannya lebih tinggi dan tebal, menyerap air lebih banyak. Pada akhirnya, rumput jenis ini juga lebih ramah lingkungan.
Saya pun menyampaikan ilmu baru saya ke si Papi.

Saya: Pi, katanya rumput yang lebih tinggi daunnya itu lebih ramah lingkungan karena menyerap air lebih banyak.
Si Papi: Kalo gitu kan gampang solusinya. Murah lagi.
Saya: Ha?
Si Papi: Kamu ke lapangan kosong di blok sebelah, terus cangkulin tuh rumput liar disitu....

Aturan nomer satu: Komendan tidak pernah salah.

photo dari sini

Tuesday, September 04, 2007

Jatuh Ketimpa

Saya kepingin nabok orang yang berani-beraninya bilang, "gak apa-apa sakit rame-rame. Repotnya sekalian kan?"

Sungguh tidak lucu.
Bagian mana yang lucu dari adegan seorang saya yang sedang sakit perut berat dan saban sedetik harus balik ke toilet, sementara anak saya yang sedang demam tinggi meraung-raung di luar pintu toilet karena tidak mau digendong orang lain selain emaknya?!
Meminta pengertian pada anak umur 5 tahun diluar toilet adalah suatu tindakan yang sia-sia.
"Mamaaaa, aku mau sama mamaaa!"
"Tunggu, ya, Nak. Mama lagi sakit perut."
"Aku juga sakit perut. Aku sakit kepala juga!"
"Tapi mama gak bisa keluar. Mama lagi sakit perut sekali."
"Mamaaa, Ari sayang mamaaaa..."
Walau gak ada hubungannya, saya toh menangis juga. Antara kebelet, dan terharu.

Empat hari saya kena diare berat. (Jangan bilang-bilang Papap itu karena saya nekat jajan soto mie di pinggir jalan) Segitunya pun saya masih bisa ketawa-tiwi di YM sama Pak Dhe ini. Si Papap yang menyuruh saya ke UGD, saya cuekin. Nanti kejadian kayak kemaren saya harus berantem sama suster peng-infus hanya gara-gara diare.

Hari kelima, saya gak tahan lagi. Begitu ke dokter, saya habis diomeli. Dari diare merembet ke gejala tipus. Kata Pak Dokter yang biasanya murah senyum itu, "kemarin belum puas ya nginep di RS-nya?"

Pulang dari dokter, saya niat mau bedrest. Kapan lagi bisa nelpon kantor sambil sok penting bilang, "gak bisa masuk! Saya harus bedrest, tau!"
Eh, niat tinggal niat.
Senin siang, sepulangnya Hikari dari sekolah, badannya demam tinggi. Di sekujur tubuhnya muncul bintik-bintik seperti cacar. Oalaaaahhh Gusti! Saya bawa diri dan perut sendiri aja susah, hari itu saya harus bawa Hikari ke dokter!

"Kena virus, Bu!" kata Pak Dokter yang sabar terhadap saya ini.
"Virus apa? Cacar?"
"Virus entero, seperti cacar. Tapi ini gak ada isinya. Saya pikir ini penyakit HFM (hand-foot-mouth disease)."
"Bukan tipus?"
"Kalo tipus gak pake bentol-bentol begini, dong, Bu!"
"Kok batuk juga?"
"Ya, ini tenggorokkannya meradang."
"Yakin bukan tipus, Dok?"
Dokternya melotot.

Pulangnya saya mencari kambing hitam. Papap harus jadi kambing hitam hari itu. Dia yang bawa Hikari berenang dua hari sebelumnya...

Setelah itu...
Saya tewas terkapar. Bangun hanya untuk ke toilet.
Hikari yang menangis dan mengigau hanya bisa dipeluk sebisanya.
Papap terpaksa harus menjaga dua orang sakit. Terpaksa bolos ke kantor.
Besoknya, Papap sakit juga.
Halah!
Gue juga yang musti turun tangan!

ps: masih sedikit diare. Nulis blognya disambi ke toilet yah!