Friday, October 30, 2009

Muhasabah Cinta

Pulang dari Pesta Blogger 2009 tanggal 24 Oktober yang lalu, saya mendapat kejutan lagi. Ada sebuah paket berbungkus kertas coklat dengan kertas pengantar tertera nama Lingkar Pena disana. Tak sabar saya robek pembungkusnya dan...

Alhamdulillah, tulisan pendek saya berjudul Cinta Tak Selalu Merah Muda masuk dalam buku kumpulan cerita pendek Asma Nadia dan kawan-kawan. Buku itu telah terbit di tengah bulan Oktober. Ternyata.

Ini memang kejutan karena sudah lama sekali (lebih dari setengah tahun) saya tidak mendengar kelanjutan dari proyek buku itu. Bahkan, Mbak Asma sekarang sudah di luar negeri.

Eniwei, saya berharap buku ini berguna bagi yang membaca karena berisi curhatan penulis-penulisnya. Pengalaman jelek, jangan ditiru, yang baik, silahkan diingat-ingat. Mau tahu sedikit lebih banyak tentang bukunya? Lihat aja disini.
photo source: anadia.multiply.com

Sunday, October 25, 2009

Not a Contest. It's a Sharing.

Tengah malam sebelum pagi hari Sabtu datang, saya berusaha membuka yahoo account saya. Berusaha dengan susah payah karena koneksi internet di rumah saya dodolnya gak ketulungan. Setelah bolak-balik refill kopi, kelar dua slide presentasi, ngutak-ngatik status FB, barulah inbox saya terbuka.

OHO? Ada email dari panitia Pesta Blogger 2009. Apa nih?! Saya klik email itu dan... saya harus menunggu seabad kemudian untuk melihat isi emailnya...

Beberapa saat kemudian...
Penantian saya berbuah manis. Sebuah surat undangan terpampang indah di depan mata saya.

Kepada Yth.
Ibu D Mariskova
Pemenang Lomba Menulis Pesta Blogger 2009
di tempat



Saya jingkrak-jingkrak joget-joget ketawa-tiwi sendirian dan dalam silent mode karena si Papap dan Hikari sedang tidur nyenyak. Alhaaamdulillaaaahhh.... Dan hari Sabtu kemarin, saya dipanggil ke panggung di PB09 untuk menerima hadiah sebagai pemenang kedua! Alhamdulillah!

Walau klise, saya terus terang tidak menyangka akan menang. Selain karena pesertanya seratusan orang, tulisan Pemenang itu saya tulis bukan untuk ikut lomba PB09. Tulisan itu saya tulis karena terinspirasi dengan upacara bendera di sekolah Hikari. Dan ketika saya lihat Writing Contest PB09 mempunyai tema yang sama, saya kemudian mengikut sertakan tulisan itu. Gak pernah saya mimpi bisa mendapat perhatian dari Arswendo Atmowiloto dan Ndorokakung!

Eniwei, satu hal yang membuat saya terharu menjadi pemenang lomba itu adalah perasaan bahwa saya bisa share sesuatu kepada manusia sejagad raya internet yang bisa Bahasa Indonesia. Bahwa sharing saya itu dibaca orang lain, dan mungkin (mungkin) menginspirasi orang lain. That's what blogging is about, for me. You write, share, and inspire.

Terima kasih kepada panitia, juri, dan teman-teman yang sudah memberi komentar di post tersebut. Juga kepada Daffodil, Je, dan Sanjaya_ken yang kebahagiaan mereka melihat saya bahagia terasa lebih besar dibanding kebahagiaan saya sendiri. Terima kasih kepada teman-teman yang selalu menyemangati saya menulis. Dan terutama, terima kasih kepada para siswa teman-teman Hikari, anak-anak Indonesia yang ikut upacara bendera waktu itu. Kalian telah mengajarkan saya arti nasionalisme dan pluralisme sesungguhnya dalam wujud yang paling bening.

photo source: pestablogger 09

Sunday, October 18, 2009

Pencerahan yang tiada akhir...

Alhamdulillah untuk kehidupan,
untuk jiwa yang tidak pernah tersesat,
untuk pencerahan yang tiada akhir,
dan untuk hidup yang penuh makna.
Alhamdulillah.


Puitisnya kalimat-kalimat di atas menusuk-nusuk hati saya. Kalimat itu bukan buatan saya, melainkan buatan dia. Kalimat itu bukan untuk saya, tapi untuk dia. Tetapi saya ikut terpekur menyadari kenyataan bahwa saya mungkin lupa berterima kasih untuk apapun yang saya punya di hidup saya. Bagaimana dengan anda?

Alhamdulillah untuk kesempatan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan sepanjang hidup.

Don't Mess With Me lah!

Beberapa bulan lalu saat sedang makan siang nikmat dengan teman di kantin yang panas membara HP saya berbunyi. Nomor tidak dikenal tapi dimulai dengan 0818.
"Halo?" kata saya.
Suara laki-laki berlogat bukan Jawa, bukan Betawi, bukan Sunda, terdengar di seberang sana.
"Selamat siang, Ibu. Saya dari XL dan ingin mengabarkan kabar gembira...." kalimatnya digantung.
"Ya?" jawab saya. "Seberapa gembira?"
Suara orang menelan ludah terdengar disana.
"Dalam rangka ulang tahun XL yang ke... (saya lupa secara saya enggak pernah inget angka), XL bekerja sama dengan TransTV mengadakan undian berhadiah. Daaan.... ibu salah satu pemenangnya..."
"..........."
"Bu? Bu?"
"Iya. Trus kenapa?"
Suara laki-laki menahan kesal.
"Ibu mendapat hadiah."
"Hadiah apa?"
"Uang sejumlah tiga juta."
"Cuma tiga juta?"
Suara laki-laki berusaha keras menahan kesal.
"Tolong Ibu catat nomor registrasi pemenangnya ya."
"Sebentar. Saya gak punya pulpen."
"Sudah, Bu?"
"Sebentar!"
"Nomornya...3f8e1c1d1a..."
"..........."
"Bu?"
"Ya?!"
"Bu, untuk mentransfer hadiahnya, kami memerlukan nomor rekening Ibu. Sekarang."
"Gak bisa."
"Kenapa?"
"Saya lagi nyupir."
"Bisa diambil kartu ATM nya aja untuk dilihat nomor rekeningnya?"
"Saya lagi nyupir. Bapak mau saya kecelakaan?!"
"Kalau gitu Ibu segera ke ATM terdekat aja."
"Gak bisa."
"Kenapa?"
"Saya lagi nyupir di jalan tol!"
Suara laki-laki tidak sabar.
"Kapan Ibu bisa segera ke ATM?"
"Sejam lagi. Biar saya aja yang telpon Bapak. Nama Bapak siapa?"
"Ibrahim Saleh."
"Oke."
Tuuuuuuuuuut. Telpon saya matikan sambil tertawa ngakak.

Sabtu siang, nomor telpon 0818906023 menghubungi saya. Suara laki-laki berlogat (lagi-lagi) bukan Jawa, bukan Sunda, bukan Betawi, terdengar.
"Selamat siang, Ibu. Saya dari XL ingin memberi tahu kabar gembira."
Saya menghela napas. "Lagi?!"
"Maksudnya?"
"Kabar gembira apa?"
"Dalam rangka ulang tahun XL kelima, kami memberikan hadiah kepada pelanggan XL."
"Terus?"
"Ibu salah satu pemenangnya."
"Terus?"
"Ya, Ibu menang."
"Ya, terus kenapa?"
"Ibu akan mendapat hadiah."
"Terus?"
"............." laki-laki itu diam.
"Ya? Terus kenapa kalau mendapat hadiah?!"
"Ah, sudah lah. Tak jadi lah, Bu!"
Dia langsung mematikan telpon.
Sialan! Harusnya juga gue yang matiin telpon duluan!

Wednesday, October 14, 2009

MY(!) McGyver

Sewaktu baru menikah, mama mertua saya pernah mewanti-wanti saya di depan anaknya, si Papap. Kata beliau, jangan pernah sekali-kali membiarkan si Papap bereksperimen dengan peralatan di rumah. Akibatnya bisa saya harus keluar duit untuk beli alat yang baru.
Alaminya, wanti-wanti mama mertua saya tidak digubris Papap. Ibarat ulat bulu yang ijo melihat dedaunan dan bunga-bunga Adenium saya, Papap juga selalu ijo liat mur, tang, dan gagdet rusak. Dari senter sampai mobil, semua dibongkar. Papi saya, si Kumendan, sempat stress liat kelakuan mantunya. Kenapa stress? Pak Dhe Mbilung bisa menjelaskan dengan singkat tepat dan padat: setiap mbongkar, lalu memasang kembali, selalu surplus mur satu.

Korban parah terakhir Papap adalah pipa air untuk shower di rumah kami.
Ceritanya pada suatu hari, Papap ingin memasang hanger untuk shower yang posisinya di atas kepala. Jauh-jauh hari, Papap sudah mengkomunikasikan keinginannya ini pada saya. Saya, seperti yang sudah-sudah, cuma bereaksi kalem: diam saja. Papap ternyata pantang mundur maju tak gentar. Dibelinya seperangkat alat shower lengkap, tanpa ijab kabul. Lalu dia pun mulai menukang. Seperti yang sudah-sudah, saya juga mencoba untuk berbicara kepadanya. Beberapa kali.
Gak panggil tukang? Gak panggil tukang aja? Pap, gak panggil tukang ajaaa?!
Jawaban Papap selalu standar: Ah, gak perlu. Gue juga bisa.
Bayangkan kegaulauan hati saya!

Papap pun memilih hari baiknya dan mulai menukang. Dia mengambil bor dan mengambil ancang-ancang untuk membor dinding kamar mandi pas di garis di atas shower yang pendek. Tidak sampai semenit kemudian yang saya takutkan terjadi: AIR MUNCRAT DARI DALAM DINDING! Papap dengan sukses membor pipa air yang tersembunyi di balik dinding kamar mandi.
Kejadian setelah itu sangat logis. Air merembes ke ruangan dibaliknya yang kebetulan kamar kami. Pipa air bolong susah ditambal. Dan pompa air harus dimatikan yang mengakibatkan kami krisis air mandi. Anda tahu apa yang Papap lakukan setelah melihat bornya menembus pipa? Papap berseru-seru pada saya, "Lihat! Lihat! Ternyata bolongnya disitu!"
Coba tebak reaksi saya...

Setelah kejadian itu, Papap yang memang terbukti sebagai laki-laki bertanggung jawab segera melesat ke toko bangunan. Setelah dia selesai mengganti pipa bangunan, saya mendapat pemandangan dinding kamar mandi yang bolong berhias pipa air. Permintaan saya untuk memanggil tukang untuk menyemen dinding jelas ditolak lagi oleh Papap. Dia menyemen sendiri dinding kamar mandi kami. Dan sekarang saya mendapat hadiah dinding kamar mandi yang bocel-bocel keramiknya.

Kamar mandi dengan keramik bocel, raket nyamuk yang beralih fungsi menjadi mainan Hikari, handphone Nokia yang kameranya jadi tidak fungsi setelah dibongkar, mini dvd player yang tidak bisa muter lagi karena sparepartnya dicabut-pasang, power window mobil yang bunyinya jadi mirip timba sumur... adalah contoh kreatifitas Papap. Kreatifitas yang hasilnya saya rasakan selama delapan tahun ini. Kreatifitas yang seringkali membuat darah tinggi saya kumat.

Hari senin lalu, Jakarta rupanya sedang merayakan Hari Macet Sedunia. Saat pergi ke kantor saya sudah dihadang macet 2 jam. Senja hari saat pulang kantor saya terkena antrian di pintu gerbang tol yang sudah ratusan meter panjangnya. Saat sedang mengantri, jantung saya hampir copot karena temperatur mobil tiba-tiba naik, naik, naik, naiiiiikkkk.... Saya langsung kasih sen kanan, banting setir, memotong jalan orang, dan keluar dari antrian masuk tol. Berdasarkan pengalaman, saya tahu saya hanya punya waktu beberapa menit saja untuk menepi sebelum radiator saya meledak. Kejadian yang pernah saya alami 5 tahun lalu.
Saya berhasil minggir dan mematikan mobil, tanpa peduli klakson mobil dan motor yang merasa terganggu karena celah jalannya dihalangi oleh saya. Semenit saya duduk di mobil tanpa tahu harus melakukan apa. Saya bukan perempuan bengkel. Saya jenis pengendara mobil yang bisa berpikir perubahan pada posisi spion mobil bisa membuat mobil mogok. Yang kemudian saya lakukan adalah menelpon Papap. Dan ketika telpon itu tidak dijawab -karena Papap pasti sedang memacu motornya di jalan pulang juga- saya hanya bisa pasrah mengetik sms sambil berharap si Papap tidak mengaktifkan silent mode di handphonenya.

Pap, temperatur mobil naik. Aku mogok di pinggir jalan di Pedati.

Setelah itu, saya bengong selama sepuluh menit di pinggir jalan diantara kemacetan dengan kaca jendela tertutup dan tanpa ac.
Tiba-tiba, handphone saya berbunyi. Nada dering yang saya pasang khusus untuk Papap. I could kiss him right there right then just to know that he called. Tigapuluh menit kemudian, Papap muncul di depan saya dan saya memandangnya seperti ksatria baja hitam yang datang menyelamatkan saya. I couldn't care less about Keanu Reeves at that time. Of course, unless Keanu could save me from my broken car.
Masih dengan jaket motor lengkap beserta sarung tangannya, Papap langsung membuka kap mobil. Handphone dipakai untuk senter, pisau swiss armynya dipakai untuk membuka mur di sana sini, beberapa botol yang saya tidak jelas isinya dikeluarkan dari bagasi. Papap langsung beraksi di pinggir jalan yang ramai. Dua puluh menit kemudian, temperatur mobil sudah distabilkan dan Papap pun memberi instruksi pada saya.
"Jalan aja. Aku ngikutin kamu dari belakang."
Mendengar kalimatnya, semua rasa takut dan khawatir saya hilang. Saya menyetir mobil dengan hati ringan. Walau jalannya mobil belum mulus, saya tak kuatir. Bayangan Papap di motornya di belakang mobil yang saya stir, sudah cukup untuk membuat hati saya tenang.

Lima belas kilometer perjalanan saya pulang ke rumah hanya satu yang saya pikirkan. Kejadian tadi membuat saya mengingat kembali kenapa saya bersedia menikah dengannya delapan tahun lalu. Betapapun Papap sering menguji level darah tinggi saya, saya selalu tahu satu hal tentang dia. He won't let anything bad happen to me.

Papap tersayang, selamat ulang tahun perkawinan yang kedelapan. I love you. I love you.

ps: terima kasih untuk mawar (pertama setelah 8 tahun pernikahan)nya. Aku akan pura-pura tidak tahu kalau kamu membeli itu di Kalimalang saat naik motor pulang ke rumah.