Mengertilah engkau akan waktumu kawan,
Awan akan berlalu, panas dan dingin pun tunduk,
Mengapa mesti bumi terus dipaksa jadi angkasa?
Hidup kita adalah penantian yang singkat
Saat dimana duka dan ria berciuman mesra
Kesedihan selalu disana menyertai setiap saat hidup kita
Tiada kegembiraan yang murni putih di dunia
Bahkan dalam saat puncak kebahagiaan kita
Masih tersampir duka
Dalam setiap kepuasan atas sukses kita
Masih tersampir iri di dalam dada
Dalam setiap senyum
Masih ada tersimpan air mata
Dalam setiap rangkulan hangat
Masih tertanam kesepian seorang manusia
Dalam setiap persahabatan
Masih ada waktu perpisahan
Dalam setiap sudut terang
Masih ada titik kegelapan
Bila ironi itu terus saja menyertai kita
Mestikah kita dimakan duka?
Mestikah kita ditelah gembira?
Sia-sia, semuanya serba sia-sia,
Sia-sia, semuanya yang sedang gila kuasa,
Sia-sia, semuanya yang sedang bertopeng dusta,
Sia-sia, semuanya yang sedang lupa
Sia-sia, semuanya yang menggenggam maya.
Hanya penantian kita saja
Yang bila dihidupi sungguh
Ia akan membawa sunyata
Menjungkirkan segala di depan mata
Dan menuntun kita ke jernih segarnya air telaga
Yang abadi memberikan puas bagi jiwa
(Susanne's gift for my birthday of the year 2004: How true this is still)
No comments:
Post a Comment