-Indikasi korupsi di badan KPU
-Ancaman bom di beberapa kedubes asing
-Anggota DPR studi banding ke luar negeri
-Indonesia, negara penghasil minyak, langka BBM
-Listrik Jawa-Bali padam mendadak sehari setelah perayaan kemerdekaan
Lagi baca berita tentang Indonesia. Hmm… jadi ingat komentar orang-orang di milis. Bukan komentar baru sih, karena gw sudah sering dengar. Komentar aslinya seperti:
“Saya malu jadi orang Indonesia!” dan “Apa yang bisa dibanggain jadi orang Indonesia?!”
Trus gw jadi mikir. Iya, ya. Apa yang bisa dibanggain jadi orang Indonesia? Atau, apa masih bisa bangga jadi orang Indonesia? Ah, wajar aja orang-orang berkomentar begitu. Habis, mau bangga gimana? Tiap kali ada berita yang muncul, malah bikin malu. Nah, bagaimana kalo kita punya teman orang asing, atau ketemu orang asing dan harus memperkenalkan diri. Bagaimana bisa menjabat tangan manusia dari negara lain dan kemudian dengan perasaan bangga menyebut, “I’m from Indonesia”. Apa gak dia mikir.. Oo, ini toh contoh manusia dari negara yang katanya nomor sekian terkorupsi di dunia? Aarrggh… Mau ditaro dimana muka ini?
Masalahnya, tinggal di negara orang, di Jepang tepatnya, membuat gw harus tiap kali mengenalkan diri. Termasuk menyebutkan negara gw. Yang pasti, gw gak mungkin bilang gw orang Amerika, atau Belanda, atau Inggris, atau Jepang karena kulit dan muka gw benar-benar Indonesia banget! Duuh, ini semua tiba-tiba menjadi masalah karena gw kepikiran sama komentar-komentar di milis itu. Gara-gara inget itu, tiap kali gw harus nyebutin negara sendiri, gw jadi hampir percaya bahwa semua orang yang mendengar kata Indonesia bakal langsung terbayang kata-kata korupsi, teroris, hutang, miskin dan... bodoh, mungkin? Jangan-jangan setelah tahu gw dari Indonesia, satu-satunya hubungan sosial yang akan mereka lakukan pada gw hanya tersenyum sopan dari jarak paling minim 2 meter?
Sejauh ini sih paranoid gw belom terbukti. Waktu gw sebutin Indonesia di beberapa kesempatan, ada yang ekspresif sampai langsung nyanyi Bengawan Solo versi Jepang (Pak Gesang, makasih banyak!), ada yang langsung ngucapin turut bersedih karena tsunami. Ada yang langsung pengen dianter liat orang utan di Kalimantan (padahal gw juga belum pernah kesana). Ada yang sedih banget karena gak bisa ke Bali (travel warning dari negaranya). Ada yang langsung nyebut salam sambil meluk gw (hehehe...). Yang paling mengecewakan cuma dari pemotong rambut gw yang gak tau Indonesia itu dimana...
Gw jadi malu sendiri. Gw sudah berburuk sangka pada orang. Dan yang bikin gw tambah malu adalah komentar Pak Tua orang Jepang yang jadi guru bahasa Jepang gw disini. Waktu dia tau gw dari Indonesia, matanya berbinar-binar dan dia langsung mengenalkan gw ke murid-murid yang lain (yang semuanya orang asing) lengkap dengan embel-embel ‘dari Indonesia’. Lalu pelajaran pertama gw selama 2 mingguan bukan tentang tatabahasa atau kosakata. Dia bercerita panjang dan lebar mengenai Indonesia. Iya! Tentang Indonesia!
Sensei gw ini belum pernah ke Indonesia, tapi waktu jamannya Jepang dateng ke Indonesia, banyak teman-temannya yang dikirim ke Indonesia. Dia sendiri masih terlalu muda untuk dikirim. Umurnya waktu itu masih 15-an tahun. Waktu pertama dengar ceritanya tentang Indonesia dan teman-temannya, hati gw rasanya mendidih. Pengen marah! Dia berpikir teman-temannya datang ke Indonesia untuk membebaskan kakek nenek kita dari penjajah Barat! Dan sodara-sodara, sampai sekarang pun dia masih berpikir Jepang lah yang membantu kita merdeka 60 tahun yang lalu!
Tapi anehnya rasa marah gw semakin lama dia bercerita, semakin hilang. Sensei gw bercerita bahwa teman-temannya –yang tadinya hanya petani atau guru- dikirim ke pulau kecil di dekat Jawa. Kemudian mereka mendidik orang-orang Indonesia supaya bisa menggunakan senjata. Kalau siang, mereka bertani, tapi kalau malam, mereka bergerilya menyerang prajurit-prajurit Belanda. Malah ada 2 orang teman Sensei yang selalu diundang datang pada upacara 17 Agustus di istana pada jamannya Soekarno dan Soeharto! Setiap kali dia bercerita, setiap kali pula keluar nada sayang pada kata Indonesia. Gimana pula gw bisa menginterupsi dia dengan bilang, “Sori, Sensei, kita mah merdeka merdeka sendiri. Kagak ada itu dibantu-bantu ama negara Sensei. Ada juga tentara sini yang nyiksa rakyat ane!”
Dan akhirnya gw cuma bisa menyimak dan terus menyimak. Sampai akhirnya gw mengerti. Dia melihat gw seperti... kira-kira gini deh gambarannya: teman-teman satu kampungnya pergi ke negara bernama Indonesia untuk membantu orang-orang Indonesia yang dijajah bangsa Barat. Kemudian di Indonesia mereka berjuang bahu-membahu mengenyahkan penjajah Barat ini. Lalu orang-orang Indonesia menjadi merdeka. Dan, ini lah gw! Cucu dari orang-orang yang pernah berjuang bahu-membahu dengan teman sekampungnya itu! Begitulah dia memandang gw! Cucu saudaranya yang sudah merdeka! O-oh, akhirnya gw gak bisa menyalahkan dia yang berpikir bahwa Jepang membantu Indonesia merdeka. Ini doktrin pemerintah mereka sejak jaman perang dulu. Bahwa kepergian tentara-tentara mereka adalah untuk memenuhi tugas suci membantu orang-orang di negara yang ditindas oleh bangsa Barat. Begitulah yang dimengerti oleh orang-orang disini. Dan itu tertulis di buku sejarah di sekolah Jepang sampai sekarang. Makanya Cina dan Korea sampai protes kenceng supaya buku sejarah itu diubah. Jadi mikir, kok Indonesia gak ikut protes yak? Heh, bukan itu poin gw. Poin gw –kembali ke cerita Pak Tua Jepang tadi- dia tidak bermaksud membanggakan dirinya atau negaranya. Rasa bangganya di tiap ceritanya adalah karena dia melihat GW, saudaranya itu SUDAH MERDEKA!
Tanggal 14 Agustus kemarin, terakhir gw ketemu, dia tiba-tiba bilang ‘Selamat Hari Kemerdekaan, ya!’ Gw jadi terdiam. Ya ampun! Sensei kok bisa ingat sampai begitu? Padahal –serius, ini padahal- tanggal 15 nya itu hari peringatan Jepang kalah perang! Dan Sensei -yang merupakan generasi dengan kesadaran akan malu yang sangat tinggi- masih bisa bilang selamat dengan tulus ke gw!
Ini saat yang memalukan buat gw! Sementara gw sedang mencari-cari alasan untuk bisa berbangga menjadi orang Indonesia, Sensei menunjukkan pada gw kalau alasan itu sudah ada sejak gw lahir: Gw, orang Indonesia ini, sudah merdeka! Apa lagi alasan yang paling benar untuk menjadi berbangga atas negara sendiri?
No comments:
Post a Comment