Waktu Hikari berumur 1.5, Eyang Uti-nya sibuk membujuk saya dan Papap untuk menyekolahkan Hikari ke Playgroup. Beliau gelisah bukan kepalang karena saya slash Papap masih tenang-tenang, tidak berusaha mendaftarkan Hikari ke sekolah. Jujur saja, saya sama sekali tidak merasa perlunya menyekolahkan Hikari pada saat itu. Dia masih piyik, nek?! Eyang Kakung bahkan menyindir, 'anak bayi kok disekolahin?' Tapi Eyang Uti tetep keukeuh. Motivasi beliau adalah satu: temannya di kantor sudah menyekolahkan cucunya sejak umur 1 tahun, dua: tetangga di rumah juga mulai menyekolahkan anaknya sejak dini, tiga: kemungkinan besar beliau stress liat Hikari tiap hari ngacak-ngacak rumahnya hehehe....
Saat itu, setiap hari, beliau akan memberikan 'dorongan' buat saya untuk mencari-cari sekolah buat Hikari. Yang paling terakhir, Mami saya ini menyodorkan kartu nama sebuah PG di dekat rumah yang 'katanya' Buagus!
Karena tidak ingin mengecewakan Eyang Uti, Papap yang berperasaan halus, akhirnya luluh dan mengajak saya melihat PG itu. Liat aja, kata Papap gitu, urusan daftar belakangan. PG itu dari sisi fasilitas sekolah sih lumayan: halaman luas, mainan banyak, kurikulum tersusun rapi, perbandingan guru dan siswa masuk akal. Tapi, saya masih belum tertarik untuk menyekolahkan anak piyik saya itu. Saya juga tidak melihat satupun alasan yang membuat saya harus mengirimnya ke sekolah. Sosialisasi? Di lingkungan rumah kami tidak kurang banyaknya teman sebaya. Mainan? Di rumah banyak mainan! Belajar? Aih, anak bayi belajar apa? Saya bisa mengajarinya sendiri di rumah. Saya punya banyak resources untuk mengajari anak di rumah. Namun, seperti umumnya perdebatan saya dan Mami yang jarang-jarang saya menangkan, saya akhirnya mengalah. Bukan karena kegigihan si Eyang, tapi karena bujukan Papap. Disana kan banyak mainan, biar buat main Ari aja lah, katanya (mungkin daripada pusing denger si Eyang).
Akhirnya, pada umur 2 tahun, Hikari resmi sekolah. Sayang Papap udah keburu berangkat ke Jepang sehingga tidak bisa 'menyaksikan' anaknya bersekolah. Hikari sekolah disitu sampai umur 2.5 tahun, sebelum kami berangkat menyusul Papap. Bagaimana kabar Hikari di sekolah? Selain urusan mainan yang memang lebih banyak di sekolahnya, saya masih berpendapat dia tidak perlu disekolahkan. Hikari, di umurnya yang masih piyik, jelas tidak bisa duduk diam. Di saat temannya yang lain duduk anteng dibacakan buku oleh gurunya, dia akan sibuk dengan mainannya dan menolak untuk mendengarkan gurunya bercerita. Kalau ditegur, dia akan jawab, 'Aku kan sudah baca buku dengan Mama di rumah' atau 'Mama aja yang baca buku'. Gubrak! Teori awal yang menyebutkan Hikari sekolah untuk bersosialisasi juga tidak terbukti. Definisi sosialisasi anak umur 2 tahun adalah I play with my toys, you play with yours. Don't mess with mine! Hikari juga paling anti disuruh mewarnai. Yang jelas, dia memang belum 'bisa' memegang krayon. Yang dia mau, hanya bermain: mobil, perosotan, pasir, puzzle, balok, dll dsb atau merawat binatang peliharaan sekolah: kasih makan kelinci, ikan, ayam, bebek, dan burung. Di luar itu, dia tidak bisa kooperatif untuk duduk diam di meja. Sebenarnya, hal ini agak tidak biasa, karena kalau di rumah, justru dia yang akan merayu saya untuk membaca buku dan sanggup duduk diam berlama-lama melihat-lihat bukunya. Hmm...
Umur sekolah Hikari di Jakarta hanya 6 bulan. Setelah itu kita pindah ke Jepang. Di sini, tadinya, kita tidak terpikir untuk menyekolahkannya karena biaya sekolah yang tinggi. Selain itu kami takut Hikari tidak bisa beradaptasi dengan sekolahnya yang full berbahasa Jepang. Ada juga discouragement yang lain yang 'bisa' saja membuat kami mundur menyekolahkannya. Namun, kami setengah nekat dan ternyata, kemudian kita mendapat informasi bahwa Hikari bisa mendapat bantuan uang sekolah karena Papap seorang mahasiswa yang dianggap 'tidak berpenghasilan'. Alhamdulillah. Baru kali ini jadi orang tidak berpenghasilan itu begitu melegakan :) Hanya saja, Hikari belum bisa diterima di TK karena belum cukup umur: usia masuk TK adalah 3 tahun. Dibawah usia itu harus masuk Nursery School yang tidak mendapat bantuan uang sekolah. Pendaftaran sekolah di Jepang adalah bulan April, sementara pada April 2005 usia Hikari baru 3 tahun kurang 3 bulan. Kurang 3 bulan saja (!) tapi sekolah tetap tidak menerima Hikari. Hikari baru boleh masuk saat usianya 3 tahun 1 hari! Hikari ulang tahun bulan Juli akhir, tapi pada saat yang sama akhir Juli sampai akhir Agustus, sekolah libur. Jadilah Hikari masuk sekolah bulan September awal di usianya yang 3 tahun 1 bulan.
Entah karena perbedaan cara mengajar, atau karena umurnya yang memang lebih 'tua', perkembangan Hikari di sekolahnya yang baru maju jauh lebih pesat. Dalam jangka waktu 2 bulan saja Hikari berubah menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Beberapa hal saja, dia bisa dan mau duduk diam bila sedang mengerjakan sesuatu dan mempunyai rentang perhatian yang lebih lama. Dia juga tahu kapan waktu untuk bermain dan kapan waktu untuk melakukan hal yang lain, seperti membaca buku atau menggambar. Dan... dia sekarang senang mewarnai dan sudah bisa menggambar! Gambarnya pun sudah berbentuk. Kami bukan hanya kaget senang, tapi juga kagum, bersyukur, heran, tak habis pikir, bahkan sedikit kena heart-attack... Alhamdulillah, we did the right thing by sending him to school. Kita hampir lega dengan apa yang terjadi dengan Hikari dan sekolah. Sampai...
Kira-kira sebulanan yang lalu, saya tertarik pada satu buku dan membelinya. Judulnya Raising Boys karangan psikolog Australia terkenal, Steve Biddulph. Saya pernah membaca bukunya yang lain, and I loved it. Simple aja alasannya: karena apa yang dia kemukakan masuk akal, ilmiah, dan tidak mengada-ada. Maksudnya, advice dia pada orang tua benar-benar down-to-earth tidak seperti banyak buku parenting yang lebih banyak bikin saya merasa gagal jadi ortu hanya karena tidak mampu tetap tersenyum manis dan penuh kasih setiap kali anak saya tantrum :( Singkatnya, berdasarkan judul dan review orang banyak, saya beli dan baca Raising Boys.
Bagus!
My personal opinion? Hebat!
Steve benar-benar membuka mata saya dan Papap tentang seorang anak laki-laki! Psikolog ini menjelaskan hubungan antara hormon anak laki-laki yang berkaitan dengan 'kelakuannya', ia juga memaparkan risetnya, dll dsb. Ada satu topik yang sungguh tidak bisa saya lupakan dari buku ini, mengenai When Boys Should Start School. Yang kutipannya seperti ini...
Hal 12: EARLY CHILDCARE IS NOT GOOD FOR BOYS
If at all possible, a boy should stay home with one of his parents until age three. Childcare of the institutional kind -such as large childcare centers- does not suit boys' nature during these very early years. Many studies have shown that boys are more prone than girls to separation anxiety and to becoming emotionally shut down as a result of feeling abandoned. Also a boy of this age can develop restless or aggressive behavior in childcare and carry this label, and the role that goes with it, right on into school.
Hal 68: STARTING SCHOOL - Why Boys Should Start Later
At the age of six or seven, when children start serious schooling, boys are six to twelve months less developed mentally than girls. They are especially delayed in what is called 'fine-motor coordination', which is the ability to use their fingers carefully and hold a pen or scissors. And since they are still in the stage of 'gross-motor' development, they will be itching to move their large muscles around, so they will not be good at sitting still. In talking to heads of infant departments.... , the same message comes through: 'Boys should stay back a year'. It's clear that all children should attend kindergarten from around five years of age, since they need the social stimulation and wider experiences it provides. But the boys should stay there longer -up to a year longer in some cases. For most, this would mean they move through school being a year older than the girl in the next desk. Which also means that they are, intellectually speaking, on par. Eventually boys catch up with girls intellectually but, in the way school work now, the damage is already done. The boys feel themselves to be failures, they miss out on key skills because they are just not ready, and so get turned off from learning. In early primary school, boys (whose motor nerves are still growing) actually get signals from their body saying, 'Move around. Use me'. To a stressed-out first grade teacher, this looks like misbehavior. A boy sees that his craft work, drawing and writing are not as good as the girls', and thinks, "This is not for me!". He quickly switches off from learning, especially if there is not a male teacher available. "School is for girls", he tells himself.
Membaca buku ini membuat saya dan Papap berlomba menghitung umur Hikari. Akhirnya kami sudah sepakat, kalau mungkin, untuk memasukkan Hikari ke SD di usianya yang lebih dari 6 tahun. Dan, sama sekali tidak kurang. Alasannya, bukan semata-mata karena percaya 100% dengan buku ini, tapi kami sudah mempunyai cukup banyak contoh baik/buruk disekeliling kami. Bahkan kami mempunyai contoh di kerabat dekat kami sendiri, yang masuk sekolah terlalu awal ataupun yang masuk sekolah usia 7 tahun. Buku ini hanya sekedar menjadi referensi ilmiah 'kenapa'-nya. Sekarang ini kami sedang memikirkan 'bagaimana'-nya. Papap sudah mengingatkan bahwa mungkin keputusan kami tidak populer. Bukankah di Indonesia, anak yang masuk sekolah lebih awal 'dianggap' lebih pintar? Setidaknya ada anggota keluarga saya yang berpikiran begitu ;b Belum lagi 'mengajarkan' kepada orang-orang bahwa less-developed mentally bukan berarti less-developed intellectually. Anak pintar tidak berarti mature. Anak yang mature, saya percaya, lebih bahagia dibanding... yang tidak mature, tentunya :)
Hmmm... sekarang saya mengerti kenapa Eyang Uti saya (Uyutnya Hikari) sering berkata beliau lebih senang punya anak perempuan dibanding anak laki. Dan menurut beliau mengasuh 8 anak perempuan plus 2 anak laki-laki sama sekali tidak menyusahkannya. Apakah kuncinya ada pada jumlah jender mana yang lebih banyak. Who knows?
catatan: kutipan diatas sudah pernah di-share di Blogfam dan Dunia Ibu.
makasih infonya gan
ReplyDeleteobat herbal mengatasi impotensi
obat pengencang payudara herbal
krim pengencang payudara
obat pelangsing tubuh