Thursday, June 15, 2006

Master of the Universe

He who holds the remote control rules the universe

Di rumah babeh en emak gue dulu, Babeh gue lah penguasa kehidupan di rumah. Kalau babeh sudah duduk di kursi jagowannya -yang disampingnya berdiri meja kecil berisi 2 gelas besar teh manis, 1 gelas besar kopi, serta koran- dan tangan babeh sudah memegang remote control tivi, maka siapapun atau apapun tidak akan mampu membuat dia bergeming. Uhuk... kecuali Hikari tentu saja. Tapi, sebelum kehadiran Hikari, cucu semata wayangnya itu, semua peserta di rumah itu hanya bisa menonton acara-acara pilihan Babeh... yang menurut gue, hal seperti ini bertentangan dengan hak asasi manusia.

Kalau ada orang yang bilang bahwa acara menonton tivi mempererat hubungan keluarga, orang itu mengingkari keunikan dan freewill setiap individu.

Apa yang ditonton babeh di tivi? Berita, Dialog, Program-program seperti Discovery-channel. Sayangnya, acara dialog di tivi lebih sering porsinya dan lebih menyebalkan isinya dari pada acara yang lain :( Si babeh menonton acara dialog itu bukan karena dia suka dengan isi dialognya ataupun dengan komentatornya. Babeh sepertinya lebih senang mengomentari si komentator daripada menyimak si acara. Kalau tidak ada tiga program itu babeh biasanya akan memencet-mencet semua stasiun tivi tanpa tujuan. Sambil sesekali berkomentar ini itu, tentu saja. Imagine that! Padahal babeh gue itu lebih pendiam dari patung Selamat Datang...
Lalu apa yang dilakukan pemirsa lain yang tanpa hak suara? Biasanya, setelah acara mengomentari ini itu berjalan selama 15 menit, gue dan adik-adik gue yang sebentar lagi mati makan hati itu akan mengaburkan diri ke kamar lain yang ada tivi kedua. Walopun tivi kedua ini lebih mungil daripada layar hape, tivi ini lebih baik dari pada tivi layar tancep di ruang keluarga dengan si babeh memencet remote control. Sayangnya, kita jarang-jarang bernasib baik. Begitu kita sampai di kamar pengharapan itu tivi mungil sudah berisi, entah sinetron, atau sinetron, atau sinetron, atau film India, atau film Mandarin, atau goyang dangdut dengan pemirsa: si emak dan para asisten... aaaaaarrrrrgghhhhhhh.....
Maka insting survival kami pun muncul: gue masuk kamar, ambil buku, dan berdiam disitu sampai lumutan, adik yang satu ambil bola lalu pergi keluar main bola sampai gosong dan bau tanah, adik bungsu masuk kamar dan ngulik komputer sampai jebol.
Tiranisasi remote tivi itu berakhir begitu Hikari sudah cukup besar untuk mengusir si eyang kakung dari singgasananya dan mengganti acara si eyang dengan film pilihannya.

Seperti cerita di dunia nyata dimana tiranisasi biasanya menurun ke tiran selanjutnya, gue dan Papap pun mengalami tiranisasi Hikari. Tapi kami berpendapat acara pilihan Hikari -termasuk film-film pilihannya- jauh lebih baik dari acara dialog di tivi, walopun itu berarti no news program, no Ally McBeal, no Friends dan banyak no lainnya. Kalau Hikari minta diputar film-film Dino atau monster seperti Godzilla, Papap masih bisa nonton. Kalau Hikari minta film Pooh atau Dora, gue masih bisa nimbrung. Tapi kalau dia minta Teletubbies... aaarrgghhhhh......

Hanya... bagaimana caranya membuat Hikari sadar bahwa gue dan Papapnya mules minta ampun kalau dia memutar film Pooh dengan bahasa Jepang???

No comments:

Post a Comment