Warning: Tulisan ini sama sekali tidak ilmiah, penuh subyektifitas, dan dibuat tanpa penelitian. Sumber-sumber data didapat dari kelamaan nonton tivi, keseringan browsing site gak jelas, kepenatan membaca koran, kebanyakan ngobrol dan ngegosip dengan teman, dan hasil ingat-ingat selentingan kabar kabur.
Kalau Jeng Ratu Neri sudah bersabda untuk mencari tahu mengapa para perempuan Jepang tak suka dengan para lelaki Jepang, apalah yang bisa saya lakukan selain mematuhi? Lagian, topiknya lutuuuu juga .
Berdasarkan pengamatan asal-asalan saya, ada dua hal mengapa para J-women ini gak ngiler ngeliat para J-men. Dua hal saja, tapi ampuh menjadi pengusir perempuan. Dua hal ini adalah karakter dan penampilan...
Teman-teman Jepun saya (perempuan) setiap kali bertemu (dan tak sengaja menyaksikan para lelaki Indonesia disini) selalu berkata kalau Indonesia-no otoko, yasashii ne. Artinya: cowok Indonesia itu baik-baik yah. Kebetulan saja, tiap kali bertemu para lelaki Indonesia, para lelaki ini sedang mengajak main anak-anaknya, atau membantu mem-babysit anaknya, atau membantu masak-memasak, atau membantu membereskan peralatan pesta... pokoknya selalu membantu deh. Gak tau juga apakah karakter ringan membantu ini memang sudah bawaan orok, atau bakal menghilang ketika kembali ke tanah air... .
Berangkat dari komen-komen para teman itu, saya berkesimpulan -seraya mengorek pengetahuan tak ilmiah saya- para J-men ini mungkin tak berkarakter household friendly , sementara para istri sedari pagi sibuk mengurus lelaki ini, juga sibuk mengurus anak, lalu sibuk mengurus rumah, sendirian tanpa pembantu. Nyiapin baju suami, makanan suami, sepatu suami, segala permintaan suami.... kok lebih mandiri anak-anaknya seh? Sudah begitu, para J-men ini seringnya pulang lewat mitnait sambil mabok pula . Kelaut aja, coy! Beberapa referensi tak ilmiah yang saya dapat juga menyatakan para J-hus tidak memberikan uang bulanan pada istri mereka, melainkan menjatahkan sehari berapa perak yen yang hanya cukup untuk belanja makanan hari itu. Kok sama seperti ngasih uang jajan harian ke anaknya? Lah, kalo saya bisa ngomporin, harusnya dijatah belanja perhari itu, si istri kudu nambahin hourly wage dia selama 24 jam ngurus rumah. Iya, gak? Iya, gak?! Semakin memperparah keadaan, para J-men ini jaim abis bis bisss... Boro-boro ngasih cium mesra, pelukan hangat, atau rangkaian bunga, bilang Ai Lap Yu aja bakal dianggap menurunkan derajat kedewaannya. Dengan suara kerongkongan diberat-beratin (coba liat cara cowok ngomong di J-movies deh), muka dikaku-kakuin, badan ditegang-tegangin, mata dipelotot-pelotin (wah, gue kebanyakan nonton sinetron), mereka akan memanggil istrinya atau pacarnya atau simpenannya dengan "Oi, oi!" atau "Oi, O-mae!" sementara para perempuan kudu memanggil mereka dengan "anata" yang derajat kata-nya lebih tinggi dari o-mae. Hayaaahhh.... ke laut trus nyemplung aje lu. Beberapa sumber mengatakan, tentu saja para J-men itu berlaku begitu karena didikan lingkungan n keluarga. Ya, iya lah. Tapi manusia kan katanya punya free will. Elu orang bukan? (Ken, makian lu akhirnya kena juga disini je). So, jangankan membantu dengan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus dan mendidik anaknya pun mereka tak mau (atau tak bisa karena tak biasa). Nah, kalo sudah begini, sapa yang mau sama laki-laki Jepang?
Itu baru dari segi karakter yang sudah mendarah daging, belum dari sisi penampilan. Di posting kemarin, saya sudah menjelaskan sedikit gambaran laki-laki Jepang umur 18-35an tahun: Badan kurus kerempeng, rambut jabrik pirang diberi penguat anti angin, alis dicukur rapi, bajunya gedombrang ala Boys Band, wajah full lotion anti kerut+anti sinar matahari, badan wangi campuran antara parfum dan bau kelek (kan jarang mandi).
Sekarang, campurlah karakter para J-men ini dengan penampilan mereka. Masih ada yang mau?
.........................
Bila seorang J-woman punya karir dan duit sendiri, mereka bakal mikir panjang untuk menikah dengan J-men. Selain karena iklim kerja di Jepang yang tidak ramah untuk perempuan menikah (dan punya anak) alias mereka harus berhenti kerja ataupun kalau balik kerja mereka tidak diberi posisi yang selevel dengan rekan lakinya, para J-women ini juga harus 'kerja' dirumah tanpa bisa mengharapkan bantuan suaminya. Nah, sekarang tau dong makna sebenarnya dari kerja rodi??? Karena hal ini lah semakin lama banyak perempuan Jepang yang malas menikah. Katanya... Saya sendiri mengklasifikasikan para J-women ini kedalam tiga kategori:
1. Para J-women yang pasrahan. Mereka menikah, punya anak, syukur-syukur bahagia, lalu mati.
2. Para J-women yang gak mau kawin, kecuali kalau segala persyaratan dia akan tipe suami dan tipe rumah tangga terpenuhi.
3. Para J-women yang mau menikah, rela menderita, punya anak, membesarkan anaknya, lalu minta cerai.
Tambahin ah, 4) Para J-women yang mau menikah, rela menderita, punya anak, membesarkan anaknya, lalu berharap kencang-kencang suaminya mati duluan.
Okee, sekarang waktunya mem-balance-kan keadaan...
Sebenarnya, kalau bicara tentang laki-laki yang tidak bisa atau worst casenya tidak mau menjadi partner di rumah tangganya sendiri (dalam arti turut membantu pekerjaan rumah dan membantu mengurus anak), apakah hanya terdapat di Jepang saja? Bukannya di Indonesia juga banyak? Bukan tidak mungkin, di barat sana juga banyak kan? Lalu apa bedanya laki-laki sini dengan laki-laki situ atau laki-laki sana?
Mau tau bedanya?
Bedanya ada di para perempuan. Masih mau dengan laki-laki model begitu? *wink wink *
Wah ... jadi ilfil mbak ama J-men, padahal sempet pengen punya cowo Jepang gara-gara Om Qq suka bawa mahasiswa Jepangnya maen ke rumah dulu. Cakep seh, ga berpenampilan aneh-aneh, tapi itu zaman taon 90-an ... hehehe. Dan kebanyakan mahasiswa Om-ku yang cewe menikah dgn pria Indo ... heheheh ... lulus dari program doktor lalu ikut suami buka restoran padang, Om-ku cuma bisa ngurut dada :)
ReplyDeleteNgomong-ngomong soal karakter J-men ini, sebenernya karakter yg sama jg ada di Indo koq ... Tapi masi ada aja tuch yang mau ^-^
Btw, jangan-jangan Qq malah tergolong cewe yg no 2 itu mbak ... hihihi ... tapi jangan sampai kejadian dech ... :D
boog boog, banyak juga yang mo sama j-men ini, gw siy bdasar survey amat sangat tidak ilmiah, wanita2 filipino, beneran deh, setiap hari pasti gw ketemu minimal 4 iyah 4 di eki, wanita2 negara itu yg merid ama nihonjin,sinjirarenaiii:D...
ReplyDeleteayo ketemuan, lemme know kapan dan dimana yah, terus yg donlotan lagu, cari pake bittorent ajah Mbak, biasanya ada
tell u what. i'm no racist,tp laki2 jepang..mmm..dari dulu 'gak banget' deh,mbak.
ReplyDelete1. dulu sempet kerja di hotel. aku perhatiin,mereka kalo ngobrol sm istrinya dgn santainya main juleg2an kepala! ih gemes banget pengen nonjok.
2.mereka 'penjajah'..hihihi...yang ini udah telanjur nempel di kepala,hasil dicekoki pelajaran sejarah dari esde kali yaaa...
Wadoooh Mbak, saya sudah berusaha keras, tapi tetep saja ndak tertarik sama J-Men :D
ReplyDeletehmm...
ReplyDeletemommy cerita waktu jaman2 dia masih muda (yaa sekitar 30 taun-an yang lalu lah), katanya dulu waktu kuliah di Bandung pernah punya pacar orang jepang, sekampus. malahan katanya baik banget kok, sering ngasih macem2 barang kayak bunga, coklat, kaset lagu, dsb. juga sering ngajarin ade2nya macem2, kanyak nyanyi, origami, dsb...
wahh, beda jaman beda sifat para J-men nya kali ya?