Saya sedang berduka.
Dan itu bukan karena kedua pekerja rumah tangga saya pulang kampung mendadak.
Juga bukan karena saya harus absen mengajar dan tinggal di rumah.
Dan APALAGI bukan karena saya harus mengurangi 8 jam tidur menjadi 5 jam saja.
Bukan.
PRT pulang kampung dengan very very short notice (less than 24 hours) itu sudah biasa di rumah ini.
Juga dengan kedua PRT ini.
Mereka -bibi dan ponakan- sudah bekerja di rumah kami selama beberapa tahun sehingga kami sudah hapal kebiasaan mereka.
Yang justru membuat saya berduka adalah
ketika salah satu PRT saya, yang paling kecil, belum lagi 17, si pengasuh Hikari, yang bernama TATI terisak-isak ditelpon meminta maaf.
Dia tak boleh kembali ke Jakarta.
Alasan?
Ini bukan alasan.
Ini bullshit!
Dia dipaksa kawin oleh bapaknya...
Kata bibinya -yang sudah bolak-balik melarikan diri ke rumah kami ketika dipaksa kawin- di kampung mereka, menjadi janda itu lebih terhormat daripada jadi perawan tua.
Kata bibinya, teman-teman sepantaran Tati sudah pada kawin-beranak-dan menjanda.
Hanya beberapa bernasib baik dijadikan istri kesekian.
Kata bibinya, Tati akhirnya memutuskan untuk tunduk pada titah sang bapak,
atas dalih berbakti pada orang tua.
Karena itu saya berduka.
Bagi orang, si Tati itu bodoh karena pasrah dan tak mau lari.
Bagi saya, si Tati itu pemberani.
Dia jauh lebih berani dari saya ketika saya memutuskan untuk siap menikah.
Dan usia saya waktu itu 26.
Kalau saya jadi Tati,
dipaksa kawin diusia belum lagi 17,
saya pasti akan melarikan diri.
Karena buat saya,
melarikan diri lebih mudah daripada menikah...
Tati tidak melarikan diri.
Dia memutuskan untuk menyiapkan diri.
Dia pemberani.
Tapi toh saya tetap berduka.
classical problem..!! urusan PRT ngga ada habisnya dari tahun ke tahun.. *menyebalkan*
ReplyDeleteKalo aku 4th terakhir ini ganti baby sitter / PRT tiap tahun.. seolah2 memang dirancang begitu sama 'yayasan' tenaga kerja di mn aku ngambil.. Tpi, berhub. kta butuh, ya ngga bisa apa2.. mereka lah yg pegang kendali.. Sial!!
Percaya?? kalo tati dikawinin?? kalo aku ngga percaya.. tipu2 mereka aja Dev..
*panjang deh komen gw*
alasannya dan caranya kok sama ya dengan asisten rumah tangga kakakku dulu?
ReplyDeletemungkin karena jaman yang udah makin sulit, di desa menikah dianggap sebagai jalan yang masih cukup mudah buat para orangtua melihat anak gadisnya dikawinin orang, dan otomatis tanggungan mereka jadi berkurang.
well, disebut "tanggungan" sebenernya nggak tepat juga. wong anak2 gadis ini kan bekerja keras juga demi tabungan masa depan. tapi, anggapan "aku masih punya buntut yang harus aku urusin" itu barangkali yang bikin para ortu di kampung-kampung terus saja kepikiran kalo belum nikahin anaknya sampe tuntas tas taas.
aku ikut bersedih juga buat tati. dan aku yakin banyak sekali tati-tati yang lain yang bernasib seperti itu.
agenda ortu, agenda tati, dan agenda kita emang begitu beda. moga2 hidup si tati akan hepi. amien.
aku setuju sama bu Rara....udah sebel aja deh bawaanya ama alasan mereka...palingan bosen, trus pindah kerja...
ReplyDeleteJeng-jeng,
ReplyDeleteKarena yang satu ini memang bener2 dipaksa kawin, makanya saya sedih berat. Setahun lalu dia pernah dipanggil pulang tapi menolak dan keukeuh gak mau nerima telpon bapaknya. Kali ini, si bapak pake alasan neneknya sakit...
Kalo prt yg dari yayasan itu, wah, udah tobat deh.
saya ikut berduka dev...semoga hikari cepet dapet mbak yg baru dan sayang sama hikari..
ReplyDelete"nggak berani pake "gw" takut hikari ikutan baca :D"
Lho..lho..lho..ada orang nikah kok malah bersedih. Kan lebih baik kawin muda daripada pacaran pake "test drive".
ReplyDeleteEmang nikah paksa engga enak ?
Mungkin ortu PRTnya mbak Maris justru ingin membahagiakan anaknya, daripada capek kerja 24 jam sehari jadi PRT, akan lebih terhormat kalo jadi istri (1,2,3,4) juragan beras dan tinggal di rumah gedong.
Modal nikah khan bukan hanya CINTA, contohnya para selebritis yang katanya Cinta ama pasangannya bahkan menikah di depan Ka'bah, eehh ternyata cerai juga karena ada beda penghasilan yang mencolok.
Ya...itulah dampak dari materialisme yang membelenggu kita.
Jika kita tidak terbebani dengan hal-hal yang bersifat materi, maka tentu tidak ada yang namanya Kawin Paksa. Tidak akan ada yang malu jadi Perawan Tua, Tidak akan ada malu kalo engga punya Anak. Semuanya diserahkan pada Tuhan YME.
Walah sorry terlalu panjang komentnya..