Ho-oh, kemarin dulu itu saya masuk rumah sakit lagi. Hiyah, memang bukan yang pertama. Bukan, bukan typus. Kali ini lebih konyol, walopun rasa sakitnya membuat saya berpikir berjoget dangdut di depan pasar induk lebih menyenangkan daripada sakit beginian...
Ceritanya perut saya salah urus dan melakukan pemberontakan. Salah urusnya bagaimana ya saya gak tau juga karena kalau berhubungan dengan badan ini apapun sudah salah urus makanya badan ini kurus terus. Saking salah urusnya, saya jadi diare 2 hari full. Dan, pada hari Sabtu malam kemarin itu, saya sudah gak kuat. Perut sudah ajojing mulu. Diare sudah 5 kali. Disinilah letak konyolnya.
DIARE, ironinya:
Diare itu ibarat saluran air PAM yang sejak jaman perang kemerdekaan gak pernah diganti pipanya. Ngocor terus. Di rumah saja saya sudah bolak balik toilet 5 kali, dan kelima-limanya selalu dengan short notice. Saya lalu menelpon UGD suatu rumah sakit berjarak 20 menit dari rumah. Jawabannya tak menenangkan: kesini aja, bu. WAH, 20 menit jarak ke RS itu berarti saya kudu punya kekuatan Superman campur Batman supaya bisa nahan ke belakang. Harusnya ada sistem yang lebih canggih untuk menyembuhkan pasien diare daripada menyuruhnya datang ke rumah sakit deh!
INFUS, sejarah yang berulang:
Masuk UGD dengan kondisi dehidrasi tentu membuat saya jadi target utama pemasangan infus. Dengan memakai alasan pembuluh darah saya itu tipis, para perawat berhasil dengan sukses membuat saya terlihat seperti junkie yang habis pesta narkoba. Badan kurus, mata kuyu, badan meriang, DAN bekas suntikan coba-coba di seluruh permukaan tangan. Goodbye kaos lengan pendek. Bukan cuma bekas suntikan di sekujur kedua tangan, pergelangan tangan saya pun berubah menjadi bonggol tales. Baca aja disini.
RUMAH SAKIT, bukan hotel:
Opname kali ini saya tinggal di kamar rakyat: kamar kelas 2 dengan 3 tempat tidur. Dulu-dulu saya biasa di VIP. Bukan nyombong, tapi jaman dulu asuransi saya masih bisa membayari saya kelas VIP. Sekarang? Huacuh! Turun kelas.
Namanya juga kelas rame-rame, ya harus tenggang rasa dengan tetangga. Tetangga sebelah kiri saya ternyata langsung click sama saya. Tetangga sebelah kanan... Dia ngambek berat sama saya karena gara-gara saya masuk ke kamar itu, dia harus tidur bertiga dengan anaknya. Masih mending ngambek doang ke saya. Suster-suster malah dimaki-maki sama dia karena menyuruh kedua anaknya pindah dari tempat tidur yang akan saya tempati. UNTUNG, dia cuma bertahan sehari jadi tetangga saya... Gak, gak, dia gak meninggal kok. Cuma pindah RS.
SEMBELIT, jangan pernah di UN-Sembelit kan:
Kalau anda diare, yang pertama dilakukan dokter adalah memampetkan saluran pengeluarannya. Hasilnya? Sehari semalam kemudian anda akan mengalami sembelit yang bisa berlangsung selama 3 hari lebih. Saran saya: Jangan pernah meminta dokter mengatasi sembelit anda! Salah satu roommate baru saya melakukan kesalahan ini. Hasilnya? Dia berhasil membuat saya dan roommate saya yang lain kabur terpontang-panting dari kamar. UNTUNG, kami pulang hari itu juga...
MEMBESUK, layaknya nganter orang pergi haji:
Sakit kali ini saya juga miskin pembesuk. Bukan hanya karena saya sakit pas workdays, atau karena letak RS yang sudah beda propinsi dan presiden dari kebanyakan kerabat dan teman, tapi juga karena saya gak pasang pengumuman di koran. Saya sebenarnya milih miskin pembesuk begini karena gak enak sama tetangga sekamar. Secara saya punya keluarga besar banget, kalo mereka menjenguk tuh serasa mau pergi nganter orang pergi haji. Kadang-kadang malah ada yang nekat mau Yasin-an segala. Tapi, Eyang Uti saya marah besar karena beliau tak diberi tahu sejak awal. Alhasil begitu beliau mbesuk saya, beliau langsung nelponin anak cucunya yang lain satu persatu. Saya pun langsung meng-counter attack telponnya. Caranya: Eyang nelpon Tante A nyuruh nengok, saya sms Tante A supaya gak usah nengok. Eyang nelpon Om B nyuruh mbesuk, saya sms Om B supaya gak usah mbesuk. Cara ini lumayan berhasil. Tapi saya jadi miskin pulsa...
DIAGNOSA, interpretasi suka-suka:
Sejak dokter bilang kalau lambung saya infeksi akibat ketidak beresan pencernaan saya itu, saya lumayan lega. Lalu terjadilah diskusi berikut...
Saya, "untungggg, bukan kena virus."
Mami, "apanya yang untung!? Bisa-bisa usus buntu itu."
Eyang Uti, "masih untung usus buntu. Kalau kanker usus bagaimana?"
Eyang Kakung, "kemarin ada tetangga yang muntaber, gak selamet dia. Meninggal setelah seminggu di rs."
There are always some laughter sides in our miserable life.
Dev, perlu gue bikinin yasinan biar gak perlu keluar masuk rumah sakit nggak? Elo pilih ustadznya aja...hehehe.....jaga kesehatan ya....
ReplyDeleteCepet sembuh ya neng... dan kayaknya mesti mulai biasa nyetir ala jakarta lagi deh..:) -->maksudnya nyelip sana dan kesini
ReplyDeleteSeru udh bisa ngobrol bentar kemaren, salam buat pasukan dirumah yah!
Seneng udh bisa mampir kesini, salam hangat dari Afrika Barat
--------------
PS: Ohya, Warung yang lama ini akhirnya kembali di buka, setelah lama di tinggal mudik.
turut prihatin atas sakitnya mbak ... tapi itu sakit apa sih??? MENCRET alias MURUS2 kan?
ReplyDeletelhoh? kok komen gue ilang? :( blogger ngadat2 mulu nih kalo dikomenin sekarang.
ReplyDelete