TPA
Tempat Penampungan Anak
Tempat Pembuangan Anak
Tempat Penitipan Anak
Sudah sebulan lebih pembantu kami uring-uringan. Rasa uring-uringannya dia masih ditambah dengan rasa deg-degan. Sekujur tubuhnya stress kalau jam sudah menunjukkan angka 2 siang, jamnya Hikari pulang sekolah.
Jangan salah dulu. Dia stress bukan karena Hikari. Pembantu kami itu stress justru karena ulah teman lama saya.
Semenjak Hikari masuk SD, Hikari berkenalan dengan teman satu perumahan tapi lain blok. Anak ini ternyata berada di sekolah yang sama dengan Hikari. Bukan itu saja. Mamanya si anak ini ternyata adalah teman sekolah saya yang baru saja pindah rumah ke perumahan kami.
Awalnya saya senang dengan pertemanan Hikari yang baru, selain juga saya senang ketemu teman lama. Lama-lama...
Mulanya, si Ibu sering mampir ke rumah saya. Alasannya sambil lewat, atau untuk ngobrol (dengan saya) atau ngajak main anaknya. Lama-kelamaan, si Ibu sambil lewat -entah ke pasar, ke mall, ke pengajian, kemana lah- sekalian menurunkan anaknya di rumah saya. Kalau tadinya frekuensi berkisar antara seminggu sekali, lama-lama jadi seminggu... 6 kali. Kalau tadinya si anak ditinggal hanya selama 30 menit, lama-lama jadi 3 jam. Lebih.
Lalu, sebulan lalu, pembantu si Ibu pulang kampung. Sejak itu setiap pulang sekolah si anak ditinggal di rumah saya untuk menghabiskan waktu bermain dengan Hikari. Sejak itu kelimpungan lah pembantu saya di rumah gara-gara Hikari gak mau tidur siang, Hikari loncat-loncat lari-lari kesana kemari, Hikari (dan temannya itu) membuat rumah jadi kapal pecah, dan seterusnya-dan seterusnya.
Awalnya, saya masih bisa menentramkan hati pembantu saya itu dengan beralasan kerepotan yang mungkin dialami si Ibu karena tidak ada pembantu di rumahnya. Memasak sambil ngangon anak sekaligus membereskan rumah (yang sebesar itu!) kan pekerjaan yang luar biasa menghabiskan energi dan pikiran.
Sampai seminggu yang lalu...
Hari Sabtu pagi saya, Papap dan Hikari masih leha-leha di tempat tidur. Malas bangun -apalagi mandi- kalau belum Adzan Dhuhur. Tiba-tiba mobil si Ibu berhenti di depan rumah kami. Keluar lah tiga pasang anggota keluarga itu: Ayah, Ibu, dan Anak mereka. Saya dan Papap blingsatan secara kami belum mandi walau saya bisa jamin
"Anak gue mau main disini katanya."
"Elu mau kemana?" tanya saya dengan muka ngantuk dan senep.
"Gue mau belanja dulu. Titip yak!"
Lalu dia pun melenggang pergi bersama suaminya.
Pembantu saya merengut.
"Saya mau pulang kampung buat Lebaran minggu depan!"
Saya dan Papap liat-liatan.
Pertanyaan moral saya kali ini: Pilih Teman atau Pembantu?