Prak prok prak prok langkahnya terdengar menaiki tangga.
Diantara komat-kamit mulut berdoa, saya sempet juga ngebatin 'aduh, itu naik tangganya hati-hati gak ya?'
Begitu sadar, cepat-cepat balik sholat
Pintu dibuka.
Brak!
"Mama!"
Komat-kamit melafalkan Al Fatihah.
Begitu melihat saya sedang sholat, Hikari berjingkat-jingkat mendekati. Dia berjongkok di pinggiran sajadah dengan muka tengadah menatap saya. Saya merem.
Berjingkat-jingkat lagi, dia berjalan mengelilingi saya. Kemudian terlihat dari sudut mata saya, dia sedang sibuk berpikir. Semenit kemudian dia menarik sehelai tissue. Saya merem lagi. Komat-kamit makin kenceng.
Gak lama, dia berjongkok di ujung kepala sajadah. Kakinya berada di luar sajadah, tapi badannya sudah setengah tengkurap di sajadah. Hikari menggelar tissue tadi dan sepertinya sedang mengatur sesuatu dari atas tissue. Untung saya sudah hampir sujud terakhir.
Begitu saya mengucapkan salam tanda selesai sholat, Hikari langsung menubruk dan merangkul saya.
"Ari sayang mama," katanya sambil tersenyum manis.
"Alhamdulillah, mama juga sayang Hikari."
"Aku punya sesuatu," masih tersenyum manis.
O-O, sesuatu.... lagi?
"Oh, ya? Apa?"
Hikari menggeser badannya dan menunjuk sehelai tissue di ujung sajadah.Rupanya dia sudah mengatur lima buah bunga berwarna merah yang-saya-tak-tahu-namanya di atas tissue itu.
"Bunga cantik," kata Hikari manis.
Saya mencoba tersenyum....
Itu bunga-bunga mahal milik tetangga depan rumah yang pemiliknya jungkir balik setengah mati mengusahakan selama berbulan-bulan supaya bisa berbunga!!!
adenium kah?? yikess, mahal jeng
ReplyDeleteeh pertamax ya :D
Khkhkkkk...
ReplyDelete*mau ketawa tapi ndak tega*
Anak-anak memang lucu ya, jeng. Bisa bikin kita merasa campur aduk sekaligus dalam satu waktu. Seperti cinta (walahhhh....).
*Ibrahim*
"Ibrahim, katanya mau sekolah. Jangan lari-lari gitu, kan ngga bisa dipakaikan kaos kaki!", keluh sang nenek dengan putus asa.
"Mbah, kok diem? Marah ya? Mbah ndak boleh marah...", si sulung 'bernasihat'.
Sang nenek menghela nafas pasrah.
*Daud*
"Daud, jangan injak-injak perut bunda! Sakit! Tidak boleh begitu, ya!", kataku sambil sesak nafas, tiba-tiba tertimpa mahluk lincah.
Daud diam sambil menatap mataku.
"Bundaaaaaaa...", panggilnya dengan nada paling manis.
Duh... Gusti. Tadinya marah, sekarang jadi pengen ketawa. Tapi kalo ketawa kan bubar dong 'pelajaran'nya.
- sementara suamiku udah balik badan sedari tadi ketawa kebungkuk-bungkuk
haha...anak pintar. pelajaran berikutnya adalah memancing arwana atau louhan
ReplyDelete*sembari tersenyum bengis*
kUsul :
ReplyDeletegimana klo tetangga depan rumah dikirimin makanan aja...;-P
hikari saya pesen anggrek! lengkep ya:D..
ReplyDeleteyah skalian aja,, bunga bangkai satu porsi.. wakakakaka
ReplyDelete*gulingguling* terus, loe ke tetanbgga depan ngga minta mahap///
ReplyDeletekebayang deh tuh muka tetangga kayak apa kalau tau bunganya "menghilangkan diri" secara misterius gitu.. :D
ReplyDeleteitu pasti ibunya yg ngajarin ngambil bunga mahal...kkkakakkakkka..*kabuur*
ReplyDeleteHow sweet....! walaupun tetangga pasti kebakaran jenggot pas tahu bungganya raib.
ReplyDeleteJadi ingat dulu aku waktu masih kecil pernah metikin belimbing sayur tetangga dan ketauan mamaku... mamaku dengan garangnya nyuruh aku kembalikan belimbingnya, bukan kepada si empunya... tapi kembalikan lagi belimbingnya seperti semula menempel di pohon..... Habis itu aku kapok gak metikin kembang dan buah-buahan tetangga lagi...