Muka Rugi

Anak perempuan berbaju putih abu-abu itu duduk tak perduli di tengah-tengah barisan depan dari dua baris kursi di kelas itu. Sebenarnya, dia cukup manis. Tapi sejak pertemuan pertama -dan saat itu sudah pertemuan keempat- dia selalu memasang wajah bosan dan tentu saja tak perduli. Cemberut tidak, senyum juga tidak pernah. Sebagai seorang guru yang notabene merupakan bintang panggung di kelas, saya mulai bertanya-tanya.
"What is it that I do that doesn't suit her? Doesn't she like me? But why?"
Kelas itu kelas baru di semester baru dengan saya sebagai guru mereka yang baru.

Sudah hampir sebulan saya mengajar kelas itu, saya hampir melupakan tingkah si anak perempuan. Kecuali dia, kelas itu sungguh menyenangkan. Dan setelah saya meyakinkan diri bahwa Saya bukanlah si Faktor X pembuat dirinya masam, saya menjadi tak begitu perduli dengan kemasaman-nya. Lagipula, kecuali wajahnya yang masam, dia juga tak pernah membuat onar di kelas, so case closed. For a while.

Suatu kali, ketika sedang berbincang-bincang (baca: ngegosip) dengan mister owl-si-bijak yang rupanya adalah guru kelas anak perempuan itu di level sebelumnya, saya menanyakan perihal si anak.
"Do you still remember this girl?"
"Yeah, sure. Why?"
"Well, I am not sure. But she is kind of bitter whenever she comes to class. Was she like that too before?"
Mister owl-si-bijak tertawa.
"Dia memang begitu. It's not you. It's her."

Selanjutnya mister owl-si-bijak memberikan teorinya.
"Orang seperti itu punya Muka Rugi," katanya.
"Hm?"
"Ya." Si mister melanjutkan, "kemana-mana dia pergi tanpa sadar dia memasang wajah asem seakan-akan orang satu dunia berbuat salah padanya. Padahal kalau kita tanya sama dia, she doesn't have problems with us. It's all in the mind and heart."

Saya tak mendebat si mister. Susah mendebat filsuf satu itu. Tapi dipikir-pikir dia ada benarnya juga. Jujur saja, saya mungkin pernah menjadi si Muka Rugi karena beberapa teman saya pernah berkomentar, "elu tuh kalo moody-nya kumat, muka lo pasti pahit banget. You look like you're about to punch every one you see."
Padahal kalau saat saya sedang bermuka pahit atau asem atau rugi atau apalah, saat itu yang saya rasakan hanya kebosanan dan tak perdulian. Tapi yang keluar kok jadi muka yang ngajak berantem orang? Mister owl-si-bijak benar. Walau buat saya, it's all in the heart. Kalau hati sudah asem, wajah pun merefleksikannya. Tak perduli what's in my mind.

Sejak itu, saya mencoba untuk lebih sering tersenyum. Kalau gagal untuk tersenyum (saya lebih sering menggeram karena), saya belajar untuk membuat wajah saya lebih tawar. Tawar masih lebih baik daripada asem, bukan?

Cerita ternyata tak habis disini.
Saya memang tak bertemu anak perempuan itu lagi selepasnya dia dari level yang saya ajar. Tapi saya bertemu si Muka Rugi yang lain.

Manusia satu ini sebenarnya baik hati. Dia juga -anehnya- penolong nomer wahid di kalangan teman-teman. Tapi, wajah manusia ini tak pernah terlihat tersenyum, atau tawar sekalipun. Walau dengan saya, dia masih sering tertawa ngakak. Sialnya buat dia, dia punya jabatan lebih tinggi dibanding teman-temannya dan terkenal galak luar biasa. Siapapun juga tahu kalau boss sering dimusuhi anak buah, apalagi boss yang galak???

Saya kasihan pada dirinya karena sebenarnya dia itu pintar, baik, penolong, dan adil. Ketika orang bilang dia galak, dia sebenarnya sedang menjadi outspoken. Buat saya yang sama-sama sering nyablak, dia bukan galak. Dia jujur, walau terkesan sadis. Ketika orang bilang dia tak punya empati, dia sebenarnya sedang berusaha menjadi adil dan lurus. Tapi sayang, mukanya yang selalu masam menghilangkan nilai positif dirinya. Bila orang-orang berbicara tentang dirinya, mereka akan berkata, "kenapa si dia? Kok gue dicemberutin dia? Emang gue salah apa?"
Persis seperti saya dan si anak perempuan berseragam putih abu-abu.
Jawabannya pun persis sama: It's not you. It's her.

Ternyata benar-benar bikin rugi punya muka seperti itu.

EVERY DAY ZEN:
People see others in terms of themselves. If you are ambitious, that is the way you see others. If you are greedy, you see others in terms of desire. Bunan

4 comments:

    On 10:26 pm, January 26, 2007 Anonymous said...

    tapi emang iya sih, dev. muka kita ga bisa nyembunyiin apa yg ada di dalem. gw gitu soalnya. ga bisa nipu, bermanis-manis muka padahal sebel :P

    Mmmm....dari sisi yg liat, itu muka rugi..Dari sisi sebaliknya yg punya muka rugi, bisa jg berpikir, "sapa suruh elo perhatian n peduliin muka gue?"....how about that, Jeng?

    memang ada sih di dunia ini muka-muka yang udah dari sononya asem. alias: kalau pas lagi normal memang begitulah adanya. baru ketahuan nggak asem kalo dia ketawa, atau nangis.

    kalo kayak lu mak, mungkin muka lo biasa cerah ceria atau minimal ngademin (kulkas kaleee). jadi, orang langsung tau lo lagi marah apa lagi seneng.

    kalo gue,...mmmmm, mendingan lo liat sendiri ya biar bisa tau muka gue termasuk golongan yang merugi atau yang beruntung. (HUAHAHAHAHAKAKKAKAKAKAKAK).

    He,he, nyambung FM: *muka kulkas* 'dingin menyejukkan' bbrrrr... :D

    Kalo lagi bete sama seseorang, aku memilih 'muka lempeng'.. EGP!!

Blogger Templates by Blog Forum