Sekolah

Pada tulisan disini, saya pernah bercerita sedikit tentang Hikari dan sekolah lamanya di Jakarta. Disitu juga saya bercerita sedikit tentang progress belajar Hikari di tk itu. Cerita Hikari dan sekolahnya sekarang bisa dilihat di blognya Hikari.
Tadi pagi paket dari Jakarta datang. Diantara barang-barang kiriman ibu saya itu terselip vcd acara 'Pentas Akhir Tahun' yang diselenggarakan TK Hikari yang di Jakarta itu. Kata ibu saya, vcd sengaja dikirim supaya Hikari masih mengenali teman-temannya yang dulu. I doubt it. Lagian, Mak, Hikari gak akan balik ke sekolah itu lagi. Pan rumah kite udeh pindah...
Anyway, pemandangan di vcd itu membuat saya menyeringai. Mau gak mau, suka gak suka, ditahan gak ditahan, I began to compare. Duh, maap beribu maap aslinya saya gak niat begitu. Kebetulan saja di tk Hikari sekarang ada beberapa kali acara 'pentas' dalam setahun.

Let's see...
tk itu: besar, gedung baru dan bagus, mewah, lapangan parkir luas, lapangan bermain kecil.
tk sekarang: besar, gedung tua, sekolah tua, gak ada lapangan parkir dalam, lapangan bermain luas.

tk itu: pengunjung terdiri dari orang tua, kakek-nenek, anak-anak, dan baby sitter/pembantu.
tk sekarang: everybody but baby sitter.

tk itu: pada pentas seni itu anak-anak datang dengan perlengkapan baju (sewaan) lengkap yang bagus dan baru penuh dengan aksesoris dan make up.
tk sekarang: bajunya dibuat oleh guru-guru dan PTA. Sederhana tapi cantik kreatif, dengan bahan dari yang tersedia di sekitar.

tk itu: pada pidato sambutan ada 4 pihak yang memberi sambutan. Isi sambutan hanya bisa dimengerti oleh orang tua.
tk sekarang: pidato sambutan hanya dari kepsek dan PTA. Pidato hanya untuk anak-anak. Isinya hanya: Gambare (break a leg), enjoy the game!

tk itu: suara pendengar pidato sama riuhnya dengan suara yang berpidato.
tk sekarang: suara yang terdengar hanya suara yang berdiri di depan. Bahkan anak-anak pun gak ada yang bersuara.
catatan= rasanya bagian ngajarin anak-anak kecil untuk bisa duduk tertib mendengarkan gurunya harus dicontek oleh kita!

tk itu: pengunjung berlomba duduk di barisan belakang, bahkan untuk motret.
tk sekarang: pengunjung berlomba duduk di barisan depan. Mereka bahkan berlomba datang lebih pagi, menaruh kursi/tatakan duduk, menaruh dua tripot: satu untuk kamera, satu untuk handycam.

tk itu: saat murid unjuk kebolehan, gurunya ikut naik ke panggung, berdiri dibelakang murid-murid dan sibuk menyemangati muridnya (atau merayu?) supaya menyanyi/menari. Kenapa gak gurunya aja yang nyanyi/joget sendiri?#-o
tk sekarang: yang ada di panggung hanya murid-muridnya. Gurunya -yang biasanya kebagian main organ- selalu tersembunyi di balik tirai. Gak pernah terlihat murid-murid bengong melongo di atas panggung. Semua sudah tahu/hapal harus ngapain tanpa perlu diingetin lagi.

tk itu: ada satu acara yang tadinya membuat saya kagum: English Dialog dengan judul Lunch Break dengan pemain 5 orang murid. Ternyata gurunya sekali lagi ikut naik panggung untuk membisiki pemain dialog mereka masing-masing.
tk sekarang: semua gurunya Hikari gak ada yang bisa bahasa Inggris dan gak pernah nyoba-nyoba pake bahasa Inggris:D.

tk itu: murid yang ngambek dibiarkan lendotan pada orang tuanya.
tk sekarang: kalaupun ada murid yang ngambek, si guru dengan lembut namun tegas menggandeng si anak dan menunjukkan kepada si anak apa yang ia harus lakukan.

tk itu: ada pemilihan pemenang satu dua tiga.
tk sekarang: semua jadi pemenang.

... udah ah. Berhenti disini.

Karir Baru

Setelah ngeblog selama setahun empat bulan, gue baru menyadari kalau blog ini isinya cuma soal masak, soal rambut, dan soal bagaimana masak-memasak dan rambut-merambut ternyata bukan salah dua dari my strength points. Kalau ada diantara para hadirin sekalian yang berbaik hati berlebih waktu mau membaca postingan-postingan lama gue, ente pasti setuju. Coba aja cek yang ini, atau ini, atau itu. Ternyata basi juga gue ya...

Ngomongin soal masak yang bukan strength point gue, gue jujur tanpa malu blak-blakan bilang kalo sebelum Januari 2005 gue sama sekali gak bisa masak. Eits, gue bukan sedang merendahkan diri meninggikan mutu. Sumpah, gue gak bisa masak! Definisi gak bisa masak gue itu gue gak bisa ngebedain gunanya bawang merah dan bawang putih, bedanya bumbu A dan B, gak ngerti kenapa saos tiram dan kecap asin bisa berasa beda, gak tau kalau makanan berwarna coklat itu berarti gosong, dan sebagainya. Bokap, nyokap, adek gue, Papap, pembantu gue, temen-temen gue, sodara-sodara gue semua pasti mau disuruh bersumpah tentang ketidak-bisaan gue memasak. Bahkan, bokap nyokap sampe sekarang masih berpikir kalau setiap hari gue ngasih makan Hikari pake mie instan dan telor sajah.
Pas gue nyampe di negeri ini -tentu tanpa diikuti pembantu, hanya berbekal bumbu instan- gue jungkir balik berusaha belajar memasak. Tentunya pertama-tama mempelajari jenis-jenis bumbu karena gue gak bisa ngebedain mana ketumbar, mana kemiri, mana daun salam, apalagi sereh, lengkuas, kunyit, dan sederetan bumbu lainnya. Melalui trial and error, and error, and error, and lagi-lagi error lagi, gue akhirnya mampu menyajikan makanan untuk keluarga tanpa ada yang keracunan. Lalu jam terbang gue bertambah, dan gue mulai berani nyiapin masakan untuk teman, kemudian untuk tamu, bahkan sudah berani untuk membawa masakan gue sebagai hantaran ke tetangga atau ke teman orang Jepang. Enak kah? Ya gak juga. Tetangga n teman Jepun gue kan mana tau rasa asli masakan Indonesia ituh.

Tiba-tiba eng-ing-eng beberapa bulan lalu teman Jepun gue mengajak gue untuk membagi ilmu memasak masakan Indonesia ke orang-orang Honjo. Ealaaahhh........ dengernya aja gue mau semaput. Udah gitu cengengesan gue yang tanpa jawaban diartikan sebagai gue bersedia pula! Mati kejang lah gue. Sejak dua bulan lalu, temen gue ini udah mulai kasak kusuk meminta gue menyiapkan segala sesuatunya. Aje gile persiapannya ternyata sama parahnya. Si temen meminta gue membuat menu, menulis menu, menulis bumbu yang akan dipakai, berapa banyak bumbu yang dipakai (Man! I don't do numbers!) dsb dll. Dia juga mengatur supaya gue bisa latihan masak bersama dia sebelum gue ngasih pelajaran masak beneran (Duh, pren, gue ini guru bahasa Inggris, bukan guru masak!). Dari 4 menu, yang 2 gagal pula! Untung baru latihan. Uring-uringan lah gue selama beberapa waktu. Papap nyuruh gue cancel aja secara gue kerjanya nggerundel melulu. Disuruh begitu semangat-juang pantang-mundur nyali-baja muka-tembok mental-bodo-amat-terserah-entar gue malah jadi menyala-nyala. Lagian, pengumuman udah keburu dicetak di buletin kota Honjo dan para peminat pun udah keburu mendaftar. Membludak pula sehingga membuat panitia harus membatasi peserta menjadi 50 orang saja. Gee, I didn't know I was so famous! *Bletak!*

Semua persiapan sudah beres, sekarang tinggal menunggu hari H-nya: Minggu, 9 Juli 2006 jam 10 pagi. Sehari sebelumnya temen gue mengabarkan kalau peminat masih mengantri dan waiting list bertambah panjang. Maksudnya, dia mau bikin semangat gue tambah berkobar-kobar. Yang ada gue kejang perut karena nervous sampe Papap harus turun tangan membujuk-bujuk gue supaya tetap semangat. Katanya, do it for the country! Halah!!!
Minggu pagi, gue dan seorang teman Indonesia baik hati cantik lagi pula rajin belajar, Jeng Yul, berangkat ke tempat masak-memasak itu. Fasilitas dapur milik kota Honjo itu jaraknya cuma selemparan kolor dari dorm gue. Alias cuma nyebrang tempat parkir n jalanan selebar dua mobil ajah. Begitu sampe di community kitchen itu, gue tambah keringet dingin. Kalo bukan karena rasa gengsi dan rasa patriotisme kebangsaan, gue udah merepet ngeluh dan pingsan ditempat. Gile banget, itu community kitchen-nya canggih lengkap luas buanget! Gue pikir gue bakal masak di bawah tenda darurat ala korban bencana alam.

Yoss! Dengan membaca Basmallah (dan melafalkan doa lengkap 5 ayat!), dan berpikir layaknya patriot bangsa (mudah-mudahan bisa mengharumkan nama negara), gue pun mulai mengajar memasak. Sebelum memberi pengarahan cara memasak, gue ngasih presentasi singkat tentang Indonesia dulu.

Coba cari, gue yang mana hayooo?
Photobucket - Video and Image Hosting Photobucket - Video and Image Hosting
Photobucket - Video and Image Hosting Photobucket - Video and Image Hosting
Photobucket - Video and Image Hosting Photobucket - Video and Image Hosting

Alhamdulillah lumayan berhasil juga. Gak ada yang keracunan atau ngamuk-ngamuk karena makanannya gak enak. Apalagi orang Jepang kan jagonya ngomong Oishii (enak). Apa juga mereka bilang enak. Waktu dua jam setengah cepet berlalu. Hikari sampe bete nungguin gue. Ngeliat fasilitas dapur umum ini gue ngiri sekali. Ini milik umum tapi bagus dan lengkap banget! Para penggunanya juga bertanggung-jawab. Begitu selesai masak, mereka membersihkan meja masing-masing, ngelap, nyuci peralatan masak, dll. Walopun untuk ikut kelas masak ini mereka harus bayar 1000 Yen, mereka gak mentang-mentang banget. Semua ikut mengurus fasilitas ini. Ngiriii...

Eeee... ternyata, ada wartawan yang dateng. Dia motret-motret dan interview ini itu. Tau gitu kan gue ke salon dulu n pinjem apron temen yang rada bagusan... Selesai acara, beberapa orang berkata mereka kepingin mengunjungi Indonesia (we did it, we did it, we did it, horray!). Ah, bahagianya. Yang membuat gue tambah bahagia, seharian itu gue dipanggil... Sensei! Aahh....

Here, There, Everywhere, Nowhere

It's not yet a week, but people have been knock... knock... knocking at the the heaven's door, eh, at my door. It's not my intention to stay away from the blog too long (or in this case, from the computer). Trust me: I miss writing in this blog more than you miss reading it. But one thing led to another, time passed, and here I am totally aware that it's Saturday at 3 AM again.

First, Hikari was down with fever, cold, and cough for 3 days in the beginning of the week. He stayed at home and that means I had to stay away from the computer.
Then, Papap has been preparing for his presentation of thesis defense for next week. That also means I absobloodylutely have to stay away again from the computer.
After that, Hikari's school had this Tanabata festival which required me to visit his school which also means that I had to stay away from the computer.
Next, I've got this request to teach Indonesian food to Honjo citizens Sunday morning, and that also means o-mi-god do I have to stay away from the computer again???


"If you suffer, thank God! It is a sure sign that you are alive."
Elbert Hubbard

But, I've determined that I won't be beaten by those tiny weeny problems. I'll be back with more stories about my improving-cooking career and that six-six homework from Mia-the-Ridho. Of course, when the owner of this computer is nowhere around...

*picture: Hikari and Papap when they think I spend more time with this blog than with them.

**special thank-you note for Alaryix for his code-enlightment ;b

Kedutaan Amrik

Membaca berita tentang suatu kelompok yang 'jumrah' di kedutaan Amrik di Jakarta, saya berasa miris. Bukan soal demo-nya itu, tapi soal kata 'jumrah' yang dipake -entah oleh stasiun beritanya atau (memang) oleh si pendemo. Memang sih si pendemo memakai gaya demo melempar batu seperti pada jumrah, tapi ya gak gitu-gitu amat lah generalisasinya :. Saya memang tidak simpati dengan cara demo yang pake bentuk-bentuk kekerasan, apalagi dinamakan sama dengan salah satu ritual ibadah itu. Tulung deh. Masa' siiihhh *pake suara Titiek Puspa* gak bisa berdemo dengan cara yang lebih elegan dan intelek? Kalo gak mempan juga diomongin, daripada rame-rame keroyokan maen sambit-sambitan kayak anak SD berantem begitu, mending perang sekalian ajah biar lebih gentleman. Haayaaahhh... ini kok jadi malah ngajakin perang???;))

Gak, gak, saya gak mau ngomongin soal perang. Kecuali kalaw saya yakin kita bakal menang...:- . Sekarang ini saya mau cerita tentang pengalaman saya berhubungan dengan kedutaan negara sebagaimana telah disebutkan namanya pada tulisan diatas. Pengalaman itu begitu berkesannya sehingga setelah sekian lama saya masih terkenang-kenang...
Beberapa tahun yang lalu saya bersama seorang kawan perempuan ditugaskan mengajar bahasa Inggris di kedutaan itu. Yang diajar orang-orang Indonesia yang bertugas sebagai satuan pengamanan kedutaan. Hampir sama seperti satpam, tapi satpam yang ini punya pangkat layaknya tentara. Usia mereka paling muda lulusan SMA, paling tua umur 50-an. Sebagian besar laki-laki, cuma ada 2 perempuan (waktu itu). Untuk orang-orang luar, satpam kedutaan ini terkenal guaalakknya! Bahkan, om saya yang marinir aja bilang kalau lebih galakan satpamnya daripada marinir Amriknya:D. Atas tugas ini, saya dan si kawan diledek abis oleh teman-teman sekantor. Kata mereka: butuh seorang 'satpam' untuk mengajar 'satpam'. Maklum, saya dan si kawan sama-sama berpotongan preman, berambut cepak, bergaya tengil, dan bertutur kata rahwana :. Eits, tapi jangan salah. Ternyata petugas satpam kedutaan ini baiiikkk sekali, dan murah senyum. Setidaknya pada saya dan kawan saya :P. Mengajar mereka serasa menjadi guru silat pada film-film kungfu. Liat aja bagaimana mereka menyapa kami: "Good morning, Teacher" (pake nada anak SD berkata 'selamat pagi bu guruuuu') atau "Teacher, Teacher, ndis min wat?" (this mean what, pake logat Jawa) atau "Yes, teacher". Jangan tanya soal grammar -apalagi pronunciation- karena mereka jelas gak ngerti, tapi kalau disuruh ngomong asal nembak seperti senapan mesin, mereka jago-jago.

Mereka ini juga jahil banget. Mereka cerita kalau lagi sebel sama para marinir Amrik, mereka suka pura-pura bego gak ngerti apa yang diomongin si tentara-tentara itu. Para marinir sering nyerah aja karena gak tahan sama tampang 'pura-pura' begonya itu. Mereka juga cerita kalau tuan dan nyonya mereka (tau dong siapa maksud saya) sering nyumpah-nyumpahin mereka. Saya tanya kalau mereka kesal denger sumpah serapahnya. Mereka jawab, "kita yes-yes-in aja. Dia kan gak tau kalau kita ngerti. Kadang-kadang malah kita jawab pakai bahasa Jawa" :)). Tapi saking baiknya, mereka mau ngawal kita pulang sampai stasiun Gambir, tempat saya memarkir mobil disitu. Kalau hari hujan, mereka berjalan berpayungan bersama-sama kita dengan payung, pakaian dan jaket lengkap bertuliskan kedutaan Amrik gede-gede. Sukses lah kita diliatin orang sepanjang jalan...

Kalau para satpam ini ramah tamah, para marinirnya berkelakuan sebaliknya. Sepanjang tiga bulan kita disana, kita bawaannya pengen nabok tampang songong para tentara itu. Forgive my language @};-. Para marinir ini juga ada jahilnya. Misalnya kalau kita mau masuk ke pekarangan dalam kedutaan, kita harus lewat pos penjagaan dalam dulu. Disitu, tas kita di 'X-ray' dan kita diberi name tag. Setelah itu kita baru boleh masuk ke pekarangan dalam melalui pintu yang hanya bisa dibuka tutup oleh penjaga dibalik jendela kaca. Beberapa kali, pintu itu gak dibuka-buka. Perlu pelototan dan hardikan Please yang galak supaya dibukain. Habis itu kadang terlihat cengiran samar di muka si marinir nyebelin. Orangnya ganti-ganti tapi kelakuannya sama. *Bleh!*
Hari pertama ngajar, si kawan saya berantem mulut dengan marinir bule segede beruang. Gara-garanya, name tag yang kita pakai ternyata hanya name tag visitor. Artinya kalau berada di compound kedutaan, kita gak boleh kemana-mana atau berada di satu tempat tanpa dikawal. Lah, sapa yang mau ngawal kita selama 6 jam -4 jam ngajar & 2 jam istirahat-? Lalu si marinir beruang ini dengan kasar menyuruh saya dan si kawan untuk menunggu di pos satpam yang dipantengin marinir asem lainnya. Mengamuk lah kawan saya ini menggunakan bahasa Inggris yang baik dan benar (toeflnya 1000!) dengan kecepatan mulut melebihi kecepatan mikrolet yang lagi rebutan setoran. Ujung-ujungnya, si marinir beruang itu menyerah kalah dan kita diijinkan untuk menunggu di dalam kelas. Besoknya, kita dapat tag berbeda.
Para marinir ini juga sering over-acting. Kalau ada demo sedikit aja, mereka keluar kandang dengan pakaian lengkap plus senjata lengkap, termasuk helm baja dan baju lorengnya. Padahal yang demo mah cuma berbekal toa. Padahal lagi, yang berada di garis depan dan ngadepin pendemo itu bukan mereka melainkan para satpam kedutaan. Tapi gayanya itu looohhh... ck ck ck... Hanya ada satu marinir yang baik dan ramah. Marinir African-American ini pernah sekali mengunjungi kita dikelas pas jam istirahat.
Dari jarak 3 meter dia menyapa, "awoudaklngoew?"
Kita, "Hah?"
Dia, "woahgkaownglaio?"
Kita, "HAH?"
Dari jarak sejengkal dia mengulang pertanyaannya sambil tersenyum ganteng, "what's your name?"
Kita, "HUAHAHAHAHAAA...." *ngakunya guru bahasa Inggris*

Soal demo-demoan itu membawa kesan sendiri buat saya. Di kedutaan mereka punya beragam jenis suara sirene. Ada sirene kebakaran, sirene serbuan musuh, sirene bencana alam, dll. Tiap hari, beragam suara sirene ini diperdengarkan lengkap dengan drillnya harus ini itu. Saya sangsi apa ada yang inget dengan arti dari beragam jenis suara sirene itu saking banyaknya. Satu suara sirene yang paling sering terdengar adalah suara sirene yang menandakan ada demo. Bisa-bisa sehari lebih dari sekali. Apa gak budek itu para karyawannya? Kalau ada demo begini, kelas saya bisa bubar jalan. Semua langsung pada keluar untuk bertugas. Balik laginya tergantung berapa lama pendemo berdemo. Kalau lebih dari dua jam, ya, kelas dilanjutkan kapan-kapan :D. Karena gak ada murid yang diajar, saya dan si kawan sering nyuri-nyuri ngintip liat si pendemo secara kalau ada demo harusnya kita 'bersembunyi' dari penglihatan 'musuh'. Beberapa kali kita sukses ngintip. Sekali, kita ketauan ngintip dan langsung diteriakin oleh seorang marinir. *Hu, gitu aja ribut!*

Ada satu kejadian yang paling menggelikan soal ngajar-mengajar di kedutaan. Salah satu kelas yang kita pakai mengajar itu adalah ruang konferensi duta besar Amrik. Lokasinya di dalam gedung terdepan. Gedung itu sendiri gedung tua peninggalan Belanda. Nah, ruang kelas ini besar dengan sistem tata suara yang canggih. Tiap kali jam istirahat, saya dan si kawan sering ngerumpi ngalor ngidul. Yang dirumpiin ya seringnya sih kelakuan ngeselin para marinir itu. Ngerumpinya campur-campur pake 80% English dan 10% Indonesian dan 10% lagi Betawi. Teman saya itu, yang juga penyanyi choir selevel Bianca Castafiore, sering nyanyi-nyanyi gak jelas mengetes kekuatan akustik ruang kelas. Udah gitu, setiap usai kelas jam 5 sore (dimana pada saat itu para karyawan kedutaan sudah pulang jam 4) lokasi nyanyinya berpindah dari dalam kelas ke ruang tengah gedung tua itu. Mendingan kalau si kawan bernyanyi ala Josh Groban atau Andrea Bocelli. Ini sih cuma ngetes suara ha-ha-ha sopran, kadang alto, kadang malah bariton. Berhubung saya sudah mati rasa sama suara dan kelakuannya, saya biarkan saja si teman ini jungkir balik seenak jidatnya. Teman saya itu juga sudah mati rasa sama kelakuan saya yang sering joget-joget :D/, atau menceracau gak jelas sambil nggambari whiteboard pake spidol warna-warni. Selama tiga bulan ngajar, acara rumpi, sumpah serapah, nyanyi-nyanyi, joget-joget, gambar-menggambar, dan ngafal isi skripsi (waktu itu saya sedang menunggu sidang) terus berlanjut. Pada akhir masa tiga bulan, usai kelas terakhir, saya dan si kawan baru mengetahui kalau... ruang kelas itu dan seluruh pelosok gedung dilengkapi dengan KAMERA PENGINTAI! Mampus gak lu?!

Ruang monitor keamanan kedutaan pada pergantian shift:
marinir 1: what's new today?
marinir 2: they called me gorilla.
marinir 1: well, they called me chimpanzee.
marinir 2: hmm, today... they called you crazy chimpanzee.
marinir 1 mikir: at least I'm not as dumb as you are. I turn off the volume when she starts singing...

All in One Phone Call

Do you know how it feels when the phone rings in the middle of the night? Unless you have a 9-month-pregnant relative, you probably wouldn't want to answer the call. It's not because of the interrupted sleep (well, okay, it's also because of that) but because of the news waiting on the other side of the line. No sane (wo)man, I repeat, no sane(wo) man would call you in the middle of the night just to say 'Hai, Jeeeeng, piye kabare?' :-w
The news of the midnight call must be so terrible that it cannot wait for morning to come...

It's the same feeling I have whenever my mom makes the effort of calling us from Indonesia. Especially if she uses her handphone (right, to Japan!). Okay, my parents or mostly my mom would call us like once a week. But whenever she makes that phone calls, she would ask for Hikari and Hikari only.
Ringgggg...
Us: Hello?
Mom: Hai! Hikari mana?
Her phone calls are like that. Short, to the point, only for Hikari. If Hikari doesn't want to answer her calls, she would simply say, "Alright then. I just want to talk to him. Bye." and click.

Now, her phone calls that give me chills are not like that. They are the ones that start like this:
Ringggg...
Us: Hello?
Mom: Hello. How are you? How is your husband? How is Hikari? bla bla bla...:-@
and I would cut her in the middle of her unusual talking: Fine. How are you?
Usually after the how-are-you question, I kind of expecting her to tell me the bad news. Oh, it is like that. Bad news. And I never fail to sense that.

A few days ago, my mom made that kind of phone call. This time she even tried to chat longer. I tried to engage in her loquacious conversation, but I just couldn't so I asked her the ultimate question: how's everybody there?
I wished that time I got it wrong.
But I didn't.

My dad has another typhoid fever.
Both of my brothers are leaving the country almost at the same time for a long term.
Eyang Uti, my mom's mother, is suffering from ovarian cancer...

Mencuri Kompie Waktu

Gara-gara membaca soal manuk di blog sebelah, saya jadi tak tahan untuk terus hiatus ;) ... So, here I am with nothing good to tell but a spirit to blog (oxymoron gak seh?:-?).

Let's see... oh ya, soal bagaimana saya akhirnya bisa mencuri kompie ini :D...
Sebenernya, si Papap itu sudah beberapa bulan ini memulai penulisan skripsinya. Yah, seperti selayaknya proses menyekripsi itu, ada bagian yang harusnya tidak boleh ditambah, tidak boleh dikurangi, tidak boleh dihapus, dan tidak boleh diungkit-ungkit... terusss saja proses seperti itu selama beberapa waktu sampai... sebulan lalu.
Sebulan lalu si Papap hampir bisa bernapas lega karena proses menyekripsinya kelihatannya mulai lancar. Apalagi satu konfrens sudah terlewati (yang membuat Papap diare walau napsu makan tetap besar). Eee... dasar memang... kalo kata orang Jawa, eh, kalo kata emak saya yang kebetulan orang Jawa, sesuatu yang baik itu pamali buat di-alem-in karena akhirnya bisa berbalik jelek. Paper si Papap untuk konfrens dia yang lain yang bakal dia ikuti di akhir Juli nanti ternyata harus ditambah, dikurangi, dihapus, diungkit-ungkit lagi oleh... siapa lagi... sang profesor. Akhir bulan ini adalah deadline paper itu yang adalah sama dengan deadline tesis Papap:-L! Tambah sial parah lagi, berkat kecanggihan imel yang bisa on terus selama 24 jam, tiap kali si Prof ini akan menyuruh untuk menambah dan meng-ini-itu-kan si paper and/or skripsi. Masih nambah lagi parahnya, prof yang terhormat ini adalah prof yang paling ditakuti nomor satu di kampus Papap. Masih parahnya lagi, si prof yang masih muda dan lulusan universitas di Amrik gak cuma mengomentari isi skripsi tapi juga grammar si skripsi. Asoy geboy...
Lalu, berlututlah Papap di depan saya :- untuk meminta saya turun tangan mengedit si skripsi. Jadilah atas nama cinta dan keharmonisan keluarga *plak!* saya turun tangan tiap malam begadang mengedit grammar si Papap. Grammar doang. Isi skripsi itu sih saya embuh. Kagak ngarti! Wong saya taunya cuma Bahasa dan Ekonomi ajah kok. Si Papap kan cuap-cuap soal komputer. Lalu, apakah persoalan bahasa si Papap teratasi? Hampir. Iya, jawabannya: hampir! Karena si prof yang terhormat terlihat lebih memilih satu kata ini dibanding satu kata itu yang sudah capek-capek saya cari di kamus 8-. Sampai-sampai beliau menyuruh mengganti kata 'a lot of' dengan 'many'. Padahal saya berani taruhan bersumpah-sumpah kalau dari segi grammar saya yang benar dengan menggunakan kata 'a lot of' itu! (Coba liat di buku grammar bagaimana dua kata itu berbeda!) Ini sebenernya skripsi buat IT atau buat sastra Inggris sih??? #-o. Siksaan mental dan otak ini belum berhenti sampai seminggu lalu yang membuat Papap kehilangan napsu makan dan napsu tidur. Nah, ini baru luar biasa! Papap bisa hilang napsu makan dan tidur itu sungguh luar biasa! Belum pernah terjadi sebelumnya! Sampai seminggu terakhir batas pengumpulan paper dan skripsi, si prof belum menunjukkan tanda-tanda menyerah. Satu-satunya yang menjadi hiburan bagi Papap adalah... teman-teman satu labnya yang lain (yang satu prof dengan dia) sama-sama mengalami siksaan yang sama...
Sebagai ilustrasi, proses ini berlangsung seperti begini: Papap revisi ->email revisi ke beliau ->beliau komen, kirim lagi ke Papap... begitu seterusnya. Proses ini begitu hebohnya sehingga bisa berlangsung selama 24 jam non-stop. Semisal Papap merevisi si skripsi dan paper sampai jam 3 pagi, dikirim jam 3 lewat, lalu dibalas jam 7 pagi, dan direvisi lagi dari jam 7 pagi dst dst dst... [-O<. Alhasil laptop ini selama 24 jam dikuasai si Papap. Yah, memang dia sih pemiliknya, tapi dulu-dulunya dia ogah pake. Dia lebih senang sama kompie layar lebar di labnya sehingga laptop mungil ini bisa saya monopoli. Gara-gara proses nyekripsi 24 jam ini, saya jadi gak bisa menyentuh si laptop. Kalo si Papap tidur pun saya tetep gak bisa ngompie. Lah, saya juga ikut begadang kalo dia ngetik jadinya pas dia molor, ya saya juga keder ikut molor...
Suatu hari waktu dia tidak melihat, saya curi waktu dan curi kompie lalu mendandani blog ini. Karena mata saya lagi sepet dan dalam rangka menyambut summer, saya pakai layout ini. Eihh, sistem ngomen saya berantakan. Kualat ya Pak De? ^:)^
Pas Papap liat layout baru saya ini, dia cuma berkomentar, "bagusan yang dulu." b-(
Begitulah cerita hiatus saya...

Hah? Bagaimana dengan nasib Papap?
Oh, hari ini deadline-nya: Jumat jam 5 sore. And you know what? Sampai tadi jam 3 siang, Papap masih disibukan dengan revisi ini itu. Terimakasih yang terhingga kepada teman-teman seangkatan Papap yang ikut panik dan sibuk nyetak, mblongi kertas, njilid, lari-lari ke panitia untuk menolong Papap. Alhamdulillah jam 5 kurang 10 skripsi bisa dikumpulin. Alhamdulillah banget teman-teman tak sebangsa itu kok rela banget menolong. Padahal siangnya mereka semua sudah selesai submit. Eh, kok mau nunggu si Papap...
Pap, beruntung lah jadi orang baik. Kalau saya yang jadi Papap, belum tentu kejadiannya bakal begitu. Lah, saya kan terkenal jutek bin galak bin judes bin nyebelin bin bocor bin... salabin deh orang kayak gue kok idup, gitu loh...

=>untuk teman-teman satu angkatan Papap:
terimakasih tak terhingga buat teman-teman (please use online language converter;))) yang sudah berbaik hati menolong Papap.
=>dari istrinya PapapO:)

Menghalau stress

Duh, aku diomelin Pak Dhe dan dicengirin si Nenek.
Sumpah, ini aku lagi hiatus.
Wong, kompienya dikuasai yang punya...
Tapi kalau dia sedang ndak liat... ya, aku samber dulu lah.
Dandanin blog dulu lah.

Waks! Comment system gue rusyaak?!
commenting and trackback have been added to this blog.

Oyasumi

I just love blogging. May be too much.
But I love Papap more.
So when he asked me to give my full attention to his-being-busy-writing-a-thesis, how could I say no?
All and all, I've got to put off blogging for awhile.
Besides, I don't have the computer needed...

See ya... a short later ;p

The Favorite Four

Ibarat buah srikaya, seluruh kepala gue ini udah benzol kayaknya karena keseringan dilempar-lempar tag. Tapi entah kenapaaa *nada Nia Daniati nyanyi* gue seneng aja dilempar tag, secara tag-tag-an ini bikin gue gak susah-susah nyari ide buat posting kekekekeks....

Tag berikut ini yang mengenai si empat-empat berasal dari si Emak-beranak-tiga-bertulang-baja-berotot-kawat (nah lo!). Cuma, buat creator si empat-empat ini, pertanyaannya kurang asoy ah. Gak rame. Coba kalo nanya: 4 buku favorit (yang pasti bakal gue tulis lebih dari 4) atau 4 nama mantan pacar... haiyaaahhh... kayak gue bisa jawab aja?!

4 Jobs:
1. Jadi konsultan satu perusahaan penerbangan pada Indonesia Air Show 1996. Ini kerjaan paling ueeenak. Kerjanya gampang, waktunya singkat (sebelum, selama, dan sesudah IAS aja), tapi gajinya slurrpp. *senyum-senyum terkenang-kenang*
2. Jadi guru bahasa Inggris di situ.
3. Jadi editor sekaligus writer majalah bahasa Inggris di situ tuh.
4. Jadi freelance macem-macem kerjaan. Freelance translator, freelance writer, freelance editor, freelance photographer (ini khusus untuk acara makan-makan dan kumpul-kumpul rakyat Indonesia di Honjo), freelance ambassador (ini khusus untuk acara presentasi Indonesia ke rakyat Honjo), dan tentu saja freelance cook...

4 Places:
Duh, sori. Gue ini tipe setia dan rumahan. Seumur-umur, cuma dua tempat yang gue anggap home...
1. Halim, Jakarta, Indonesia. Tinggal disini dari umur 5 bulan sampai 29 tahun.
2. Honjo, Saitama, Jepang. Hampir 2 tahun.

4 Films:
1. Semua film Tom Hanks. Mo bilang apa? Tom Hanks je!
2. Semua film Keanu Reeves. Mo bilang apa? Ganteng pisan mirip Hikari banget sih! *digila-gilai*
3. Love Actually. Unexpectedly suprising.
4. Pooh, kali ye. Asal muternya pake bahasa Inggris. Kalo pake bahasa Jepang, gue mules. Gak lucu aja denger terjemahan Rabbit ngomong, "Well, Pooh. For a bear with very little brain, you're a genius!" Atau denger terjemahan Tigger bilang, "I've made a lot of wishes, but none of them ever comes true. I guess I've used a defect coin..."

4 TV Programs:
Nah, ini dia... Gue gak gitu fanatik sama tivi. Nonton sih nonton tapi gak pernah sampai nangis bombay kalo ketinggalan acaranya, gitu loh. Hmm... apa ya?
1. Acara reality show bangun-bangun rumah di tivi Jepang. Nama acaranya lupa, tapi acara ini berkesan karena a) berasa ajaib aja bisa ngeliat transformasi rumah, b) nyari-nyari ide buat bangun rumah kalow suatu saat nanti di kasih rezeki bisa bangun rumah, c) suka ikut terharu hiks ngeliat betapa bahagianya orang-orang yang rumahnya di make-over, d) bisa bilang ke Papap kalo gue pengen dapur yang seperti itu bukan yang ini...
2. Ally McBeal masuk kategori ini gak?
3. Kalo CSI?
4. TV Champion di tivi sini. Ada lucunya, seperti waktu nyari juara cowok yang paling tahu tentang jagowan kartun cewek. Cowok-cowok tulen tapi gak waras ini dandan abis seperti kartun cewek favorit mereka (alias make baju ala Sailor Moon, misalnya). Ada terharunya, ada geregetannya, ada serunya, rame lah. Hebat deh ide 'perlombaannya'.

4 Favorite Food:
1. Semua yang ngeju. Lasagna, pizza bertopping keju luber, spaghetti saos keju, fettucini di kejuin... Tapi kangkung dikejuin nehi ya!
2. RENDANG PADANG!!! Apalagi kalo dibungkus sama nasinya plus sambel ijo. Gue bisa makan ini tiap hari, bo!
3. Gorengan bikinan Papap. Bakwan, tahu isi, batagor, somai goreng, semuanya... Enak euy!
4. Kopi, masuk gak? Sekalian sama teh botol?

4 Sites:
1. Semua blog temen-temen.
2. Liputan6
3. Japan Times Online, MSN-Mainichi Daily News, NHK News, semua online news Jepang lah. Kok banyak amat? Gak ngerti ya, kalo baca satu aja kok rasanya blom lengkap beritanya. Baca sites ini sekalian nyari konfirmasi mengenai berita yang gue 'denger' di tipi secara bahasa Jepang gue belum khatam. Dengan ngebaca lagi berita disini gue mencocokkan pemahaman gue atas berita sebelumnya di tipi hehehe...
4. Yahoo Japan weather news khusus Honjo. Ini musti kudu harus tiap hari di pantengin.

4 People:
Waaaaaa.... kayaknya semua orang udah pada kena timpukan duluan nih. Gue timpuk orang-orang yang jarang update aja lah :)
1. Ully
2. Diah
3. Alaryx. Udah dapet blom ente?
4. Papap. Beeeeeeh, lupain dulu tuh thesis. Ayo update blognya!

*Foto dari googleimage

Blogger Templates by Blog Forum