Beda Mazhab
Saturday, October 25, 2008 by Mariskova
Awalnya Jumat sore itu sepulang kantor saya harus menunggu Papap pulang kantor karena saya tidak bawa kunci rumah. Sembari menunggu lewatnya mobil Papap, dan daripada saya menunggu di pinggir jalan selama 2 jam, saya memutuskan untuk masuk ke mall. Tapi, 2 jam di mall, sendirian, mau ngapain?! Saya kan bukan model cewek doyan shopping atau kelebihan duit (2 hal itu berkolerasi). Akhirnya saya memutuskan untuk nyalon.
Ada 3 salon disitu tapi yang 2 ada embel-embel 'Salon and Training Center'. Saya melakukan hal yang saya pikir pintar: pergi ke salon ketiga daripada saya jadi korban Training Center.
Di salon ketiga, hairstylistnya bertanya tentang preference saya. Walau rada kaget, saya bilang saya normal. Masih cinta laki-laki. Masih doyan Keanu Reeves (persoalan kata orang Keanu Reeves itu gay, bukan masalah. Itu karena dia belum ketemu gue aja...).
Ternyata, maksud si hairstylist itu saya mau dipotong model apa.... Ya ampun!
Karena sadar salon itu bukan salon langganan saya, saya minta dipotong model yang aman: dirapihkan aja! Gak dipotong pendek, gak pake jigrik, gak perlu jadi kreatif, gak butuh imajinasi. But, you know what she said?
"Mbak, kalau rambut dari pendek mau dipanjangin, jangan dipotong shaggy begini. Nanti jadinya malah berantakan. Mencuat-cuat kesegala arah. Harusnya rambut mbak dipotong sama rata aja."
Waktu itu, saya pikir, "wow, that's definitely new!"
Di salon langganan saya, Mas Herman (hairstylist saya itu) punya paham begini: "Mbak, secara nih ya rambut embak itu berombak, eh, tapinya nih mau dipanjanggggiiin, kita harus potong shaggy. Ka-reee-na potongan shaggy bikin rambut gak keliatan kempes. Trus, shaggy juga bikin rambut gak keliatan berantakan. Kan kesannya sengaja shaggy, begitu. Sengaja diacak-acak..."
Selama lebih dari setengah tahun saya percaya Mas Herman. Kemarin, saya pasrah dengan si mbak pemotong rambut baru itu. Memang sih dengan si Mas Herman saya juga gak jadi lebih mirip Luna Maya. Tapi rasanya saya lebih belum siap jadi Ibu Sri Mulyani...
Perbedaan mazhab di jaman modern begini buat saya mengherankan dan jelas menimbulkan korban! Bila perkara soal teknik memotong rambut aja bisa memakan korban, apalagi soal politik, agama, dan soal berat-berat lainnya. Korbannya bukan cuma bisa terlihat gak keren, tapi bisa mati sekalian kan?! Gimana caranya untuk bisa meminimalkan jatuhnya korban?
Saya memilih si hairstylist untuk bisa memperlihatkan -atau setidaknya menggambarkan- hasil akhir dari mazhab yang dianutnya. Kalau dia bilang saya harus potong shaggy, dia harus bisa kasih lihat tampang saya nantinya. Kalau seorang politikus mengajak saya untuk mempercayai partai politiknya berdasarkan mazhab yang dia anut, dia harus bisa memberi gambaran kepada saya akan jadi bagaimana saya nantinya kalau saya setuju dengan dia. Whether I'll end up being rich or in jail. Kalau seorang guru agama menyarankan saya untuk percaya dengan mazhab yang dia anut... nah... umm.... dia juga harus bisa menjelaskan tentang mazhab yang lain...
Saya berhenti disini dulu deh....
Eh, pesan moral saya kali ini: you'd better stick with the hairstylist whom you are familiar with. If you look ugly still, at least you know just how ugly you'll get.