MY(!) McGyver
Wednesday, October 14, 2009 by Mariskova
Sewaktu baru menikah, mama mertua saya pernah mewanti-wanti saya di depan anaknya, si Papap. Kata beliau, jangan pernah sekali-kali membiarkan si Papap bereksperimen dengan peralatan di rumah. Akibatnya bisa saya harus keluar duit untuk beli alat yang baru.
Alaminya, wanti-wanti mama mertua saya tidak digubris Papap. Ibarat ulat bulu yang ijo melihat dedaunan dan bunga-bunga Adenium saya, Papap juga selalu ijo liat mur, tang, dan gagdet rusak. Dari senter sampai mobil, semua dibongkar. Papi saya, si Kumendan, sempat stress liat kelakuan mantunya. Kenapa stress? Pak Dhe Mbilung bisa menjelaskan dengan singkat tepat dan padat: setiap mbongkar, lalu memasang kembali, selalu surplus mur satu.
Korban parah terakhir Papap adalah pipa air untuk shower di rumah kami.
Ceritanya pada suatu hari, Papap ingin memasang hanger untuk shower yang posisinya di atas kepala. Jauh-jauh hari, Papap sudah mengkomunikasikan keinginannya ini pada saya. Saya, seperti yang sudah-sudah, cuma bereaksi kalem: diam saja. Papap ternyata pantang mundur maju tak gentar. Dibelinya seperangkat alat shower lengkap, tanpa ijab kabul. Lalu dia pun mulai menukang. Seperti yang sudah-sudah, saya juga mencoba untuk berbicara kepadanya. Beberapa kali.
Gak panggil tukang? Gak panggil tukang aja? Pap, gak panggil tukang ajaaa?!
Jawaban Papap selalu standar: Ah, gak perlu. Gue juga bisa.
Bayangkan kegaulauan hati saya!
Papap pun memilih hari baiknya dan mulai menukang. Dia mengambil bor dan mengambil ancang-ancang untuk membor dinding kamar mandi pas di garis di atas shower yang pendek. Tidak sampai semenit kemudian yang saya takutkan terjadi: AIR MUNCRAT DARI DALAM DINDING! Papap dengan sukses membor pipa air yang tersembunyi di balik dinding kamar mandi.
Kejadian setelah itu sangat logis. Air merembes ke ruangan dibaliknya yang kebetulan kamar kami. Pipa air bolong susah ditambal. Dan pompa air harus dimatikan yang mengakibatkan kami krisis air mandi. Anda tahu apa yang Papap lakukan setelah melihat bornya menembus pipa? Papap berseru-seru pada saya, "Lihat! Lihat! Ternyata bolongnya disitu!"
Coba tebak reaksi saya...
Setelah kejadian itu, Papap yang memang terbukti sebagai laki-laki bertanggung jawab segera melesat ke toko bangunan. Setelah dia selesai mengganti pipa bangunan, saya mendapat pemandangan dinding kamar mandi yang bolong berhias pipa air. Permintaan saya untuk memanggil tukang untuk menyemen dinding jelas ditolak lagi oleh Papap. Dia menyemen sendiri dinding kamar mandi kami. Dan sekarang saya mendapat hadiah dinding kamar mandi yang bocel-bocel keramiknya.
Kamar mandi dengan keramik bocel, raket nyamuk yang beralih fungsi menjadi mainan Hikari, handphone Nokia yang kameranya jadi tidak fungsi setelah dibongkar, mini dvd player yang tidak bisa muter lagi karena sparepartnya dicabut-pasang, power window mobil yang bunyinya jadi mirip timba sumur... adalah contoh kreatifitas Papap. Kreatifitas yang hasilnya saya rasakan selama delapan tahun ini. Kreatifitas yang seringkali membuat darah tinggi saya kumat.
Hari senin lalu, Jakarta rupanya sedang merayakan Hari Macet Sedunia. Saat pergi ke kantor saya sudah dihadang macet 2 jam. Senja hari saat pulang kantor saya terkena antrian di pintu gerbang tol yang sudah ratusan meter panjangnya. Saat sedang mengantri, jantung saya hampir copot karena temperatur mobil tiba-tiba naik, naik, naik, naiiiiikkkk.... Saya langsung kasih sen kanan, banting setir, memotong jalan orang, dan keluar dari antrian masuk tol. Berdasarkan pengalaman, saya tahu saya hanya punya waktu beberapa menit saja untuk menepi sebelum radiator saya meledak. Kejadian yang pernah saya alami 5 tahun lalu.
Saya berhasil minggir dan mematikan mobil, tanpa peduli klakson mobil dan motor yang merasa terganggu karena celah jalannya dihalangi oleh saya. Semenit saya duduk di mobil tanpa tahu harus melakukan apa. Saya bukan perempuan bengkel. Saya jenis pengendara mobil yang bisa berpikir perubahan pada posisi spion mobil bisa membuat mobil mogok. Yang kemudian saya lakukan adalah menelpon Papap. Dan ketika telpon itu tidak dijawab -karena Papap pasti sedang memacu motornya di jalan pulang juga- saya hanya bisa pasrah mengetik sms sambil berharap si Papap tidak mengaktifkan silent mode di handphonenya.
Pap, temperatur mobil naik. Aku mogok di pinggir jalan di Pedati.
Setelah itu, saya bengong selama sepuluh menit di pinggir jalan diantara kemacetan dengan kaca jendela tertutup dan tanpa ac.
Tiba-tiba, handphone saya berbunyi. Nada dering yang saya pasang khusus untuk Papap. I could kiss him right there right then just to know that he called. Tigapuluh menit kemudian, Papap muncul di depan saya dan saya memandangnya seperti ksatria baja hitam yang datang menyelamatkan saya. I couldn't care less about Keanu Reeves at that time. Of course, unless Keanu could save me from my broken car.
Masih dengan jaket motor lengkap beserta sarung tangannya, Papap langsung membuka kap mobil. Handphone dipakai untuk senter, pisau swiss armynya dipakai untuk membuka mur di sana sini, beberapa botol yang saya tidak jelas isinya dikeluarkan dari bagasi. Papap langsung beraksi di pinggir jalan yang ramai. Dua puluh menit kemudian, temperatur mobil sudah distabilkan dan Papap pun memberi instruksi pada saya.
"Jalan aja. Aku ngikutin kamu dari belakang."
Mendengar kalimatnya, semua rasa takut dan khawatir saya hilang. Saya menyetir mobil dengan hati ringan. Walau jalannya mobil belum mulus, saya tak kuatir. Bayangan Papap di motornya di belakang mobil yang saya stir, sudah cukup untuk membuat hati saya tenang.
Lima belas kilometer perjalanan saya pulang ke rumah hanya satu yang saya pikirkan. Kejadian tadi membuat saya mengingat kembali kenapa saya bersedia menikah dengannya delapan tahun lalu. Betapapun Papap sering menguji level darah tinggi saya, saya selalu tahu satu hal tentang dia. He won't let anything bad happen to me.
Papap tersayang, selamat ulang tahun perkawinan yang kedelapan. I love you. I love you.
ps: terima kasih untuk mawar (pertama setelah 8 tahun pernikahan)nya. Aku akan pura-pura tidak tahu kalau kamu membeli itu di Kalimalang saat naik motor pulang ke rumah.
Alaminya, wanti-wanti mama mertua saya tidak digubris Papap. Ibarat ulat bulu yang ijo melihat dedaunan dan bunga-bunga Adenium saya, Papap juga selalu ijo liat mur, tang, dan gagdet rusak. Dari senter sampai mobil, semua dibongkar. Papi saya, si Kumendan, sempat stress liat kelakuan mantunya. Kenapa stress? Pak Dhe Mbilung bisa menjelaskan dengan singkat tepat dan padat: setiap mbongkar, lalu memasang kembali, selalu surplus mur satu.
Korban parah terakhir Papap adalah pipa air untuk shower di rumah kami.
Ceritanya pada suatu hari, Papap ingin memasang hanger untuk shower yang posisinya di atas kepala. Jauh-jauh hari, Papap sudah mengkomunikasikan keinginannya ini pada saya. Saya, seperti yang sudah-sudah, cuma bereaksi kalem: diam saja. Papap ternyata pantang mundur maju tak gentar. Dibelinya seperangkat alat shower lengkap, tanpa ijab kabul. Lalu dia pun mulai menukang. Seperti yang sudah-sudah, saya juga mencoba untuk berbicara kepadanya. Beberapa kali.
Gak panggil tukang? Gak panggil tukang aja? Pap, gak panggil tukang ajaaa?!
Jawaban Papap selalu standar: Ah, gak perlu. Gue juga bisa.
Bayangkan kegaulauan hati saya!
Papap pun memilih hari baiknya dan mulai menukang. Dia mengambil bor dan mengambil ancang-ancang untuk membor dinding kamar mandi pas di garis di atas shower yang pendek. Tidak sampai semenit kemudian yang saya takutkan terjadi: AIR MUNCRAT DARI DALAM DINDING! Papap dengan sukses membor pipa air yang tersembunyi di balik dinding kamar mandi.
Kejadian setelah itu sangat logis. Air merembes ke ruangan dibaliknya yang kebetulan kamar kami. Pipa air bolong susah ditambal. Dan pompa air harus dimatikan yang mengakibatkan kami krisis air mandi. Anda tahu apa yang Papap lakukan setelah melihat bornya menembus pipa? Papap berseru-seru pada saya, "Lihat! Lihat! Ternyata bolongnya disitu!"
Coba tebak reaksi saya...
Setelah kejadian itu, Papap yang memang terbukti sebagai laki-laki bertanggung jawab segera melesat ke toko bangunan. Setelah dia selesai mengganti pipa bangunan, saya mendapat pemandangan dinding kamar mandi yang bolong berhias pipa air. Permintaan saya untuk memanggil tukang untuk menyemen dinding jelas ditolak lagi oleh Papap. Dia menyemen sendiri dinding kamar mandi kami. Dan sekarang saya mendapat hadiah dinding kamar mandi yang bocel-bocel keramiknya.
Kamar mandi dengan keramik bocel, raket nyamuk yang beralih fungsi menjadi mainan Hikari, handphone Nokia yang kameranya jadi tidak fungsi setelah dibongkar, mini dvd player yang tidak bisa muter lagi karena sparepartnya dicabut-pasang, power window mobil yang bunyinya jadi mirip timba sumur... adalah contoh kreatifitas Papap. Kreatifitas yang hasilnya saya rasakan selama delapan tahun ini. Kreatifitas yang seringkali membuat darah tinggi saya kumat.
Hari senin lalu, Jakarta rupanya sedang merayakan Hari Macet Sedunia. Saat pergi ke kantor saya sudah dihadang macet 2 jam. Senja hari saat pulang kantor saya terkena antrian di pintu gerbang tol yang sudah ratusan meter panjangnya. Saat sedang mengantri, jantung saya hampir copot karena temperatur mobil tiba-tiba naik, naik, naik, naiiiiikkkk.... Saya langsung kasih sen kanan, banting setir, memotong jalan orang, dan keluar dari antrian masuk tol. Berdasarkan pengalaman, saya tahu saya hanya punya waktu beberapa menit saja untuk menepi sebelum radiator saya meledak. Kejadian yang pernah saya alami 5 tahun lalu.
Saya berhasil minggir dan mematikan mobil, tanpa peduli klakson mobil dan motor yang merasa terganggu karena celah jalannya dihalangi oleh saya. Semenit saya duduk di mobil tanpa tahu harus melakukan apa. Saya bukan perempuan bengkel. Saya jenis pengendara mobil yang bisa berpikir perubahan pada posisi spion mobil bisa membuat mobil mogok. Yang kemudian saya lakukan adalah menelpon Papap. Dan ketika telpon itu tidak dijawab -karena Papap pasti sedang memacu motornya di jalan pulang juga- saya hanya bisa pasrah mengetik sms sambil berharap si Papap tidak mengaktifkan silent mode di handphonenya.
Pap, temperatur mobil naik. Aku mogok di pinggir jalan di Pedati.
Setelah itu, saya bengong selama sepuluh menit di pinggir jalan diantara kemacetan dengan kaca jendela tertutup dan tanpa ac.
Tiba-tiba, handphone saya berbunyi. Nada dering yang saya pasang khusus untuk Papap. I could kiss him right there right then just to know that he called. Tigapuluh menit kemudian, Papap muncul di depan saya dan saya memandangnya seperti ksatria baja hitam yang datang menyelamatkan saya. I couldn't care less about Keanu Reeves at that time. Of course, unless Keanu could save me from my broken car.
Masih dengan jaket motor lengkap beserta sarung tangannya, Papap langsung membuka kap mobil. Handphone dipakai untuk senter, pisau swiss armynya dipakai untuk membuka mur di sana sini, beberapa botol yang saya tidak jelas isinya dikeluarkan dari bagasi. Papap langsung beraksi di pinggir jalan yang ramai. Dua puluh menit kemudian, temperatur mobil sudah distabilkan dan Papap pun memberi instruksi pada saya.
"Jalan aja. Aku ngikutin kamu dari belakang."
Mendengar kalimatnya, semua rasa takut dan khawatir saya hilang. Saya menyetir mobil dengan hati ringan. Walau jalannya mobil belum mulus, saya tak kuatir. Bayangan Papap di motornya di belakang mobil yang saya stir, sudah cukup untuk membuat hati saya tenang.
Lima belas kilometer perjalanan saya pulang ke rumah hanya satu yang saya pikirkan. Kejadian tadi membuat saya mengingat kembali kenapa saya bersedia menikah dengannya delapan tahun lalu. Betapapun Papap sering menguji level darah tinggi saya, saya selalu tahu satu hal tentang dia. He won't let anything bad happen to me.
Papap tersayang, selamat ulang tahun perkawinan yang kedelapan. I love you. I love you.
ps: terima kasih untuk mawar (pertama setelah 8 tahun pernikahan)nya. Aku akan pura-pura tidak tahu kalau kamu membeli itu di Kalimalang saat naik motor pulang ke rumah.
cinta dan romantisisme ujudnya macem-macem mbak :D
selamat hari jadi
:) nice post
happy anniversary!
manisnyaaaaa.... :))
happy anniversary mbak, mas...
iiih...jadi pengen merid...hahahaha
kirain tadi ujung ceritanya akan meledak. ternyata, maniiisss.
:))
emang mba liat dia beli bunga ya? hihihi
co cweet. udah lama gak mampir tapi baca yg ini gak tahan gak komen. terutama kalimat yang pake p.s. asli, mata berkaca-kaca, hiks. terharu buangets. mat ulang tahun pernikahan ya Bu...
eben
beautifulllll!!!
happy anniversary yaaa... *looh,emang gue siapaaaaa?*
btw, tuh pipa bocornya sebelon apa setelah kita kerumah elo yaaa???
met Ultah ya...
mmm... jadi kepengen beli bor listrik nih... hihihi..
oh, so sweet... :D
happy anniversary... semoga langgeng. Amiiiiinnn....
yang penting kan niatnya, yah... walo ujung-ujungnya malah ngancurin :p
teman-teman, thanks ya ucapannya hehehe... jadi bersemu merah.
Bener Mas Iway, romantisme memang bisa berujud macem2 :)
awwwww, so sweet! met ultah perkawinan ya dep. moga2 awet sepanjang hayat. amiiiiin. :)
terharu baca tulisannya mbak, bikin aku kembali menjejakkan kaki di bumi. selama ini kan selalu berpikir menikah itu urusannya happy selalu ;). Terima kasih sudah berbagi ya mbak. Oia, selamat ulang tahun pernikahan.