Ala kami
Monday, April 21, 2008 by Mariskova
Papap mendapat pinjaman film Ayat-ayat Cinta dari temannya. Begitu sampai rumah, dia menunjukkannya pada saya sambil sepertinya berharap kalau saya akan berteriak kegirangan. Reaksi saya hanya, "Oh, iya, pernah baca resensinya." sambil sedikit berbohong karena sebenarnya saya pernah skimming novel AAC milik teman.
"Bagus gak?" tanya Papap.
"Gitu deh. Film soal poligami," jawab saya sekenanya.
"Jadi kamu gak mau nonton ya?" kata Papap enteng dengan nada datar tanpa perasaan. Sama datarnya dengan jawaban dia ketika seorang relatif yang mengundang kami selametan menanyakan ketidak hadiran kami.
"Kata si Om, minggu lalu kita diundang makan sama dia?"
"Iya," jawab Papap polos.
"Kok kamu gak bilang?"
"Lah, kamu pasti gak mau dateng."
"Loh kok?"
"Iya. Acaranya di restoran Wong Solo. Kamu kan pernah bilang gak bakal mau makan disitu."
Datang harinya ketika akhirnya si Papap punya waktu untuk nonton. Dia sempat ngajak saya yang dilihatnya sedang sibuk mondar-mandir. Jawaban saya standar, "Puter aja. Ntar kalo sempet, aku sambil nengok."
Knowing her wife, Papap akhirnya dengan mandiri menyetel filmnya dan menontonnya sendiri.
Baru setelah film hampir selesai, saya balik lagi ke kamar (tempat Papap nonton TV).
"Gimana? Bagus?" tanya saya sambil masih sibuk nguprek.
"Lumayan."
"Jadi, apa moral of the story-nya?"
"Ya, dia nunjukin alasan yang tepat untuk berpoligami."
"Yaitu?"
"Ya, ada cewek yang hampir mati karena cinta sama dia. Jadi dia nolongin cewek itu."
"Hampir mati? Emang tuh cowok ganteng?"
"Biasa aja."
"Pinter?"
"Yaa... standar."
"Alim?"
"Ya, standar."
"Kaya raya?"
"Gak."
"Jadi, apa yang bisa bikin cewek mati cinta sama dia?"
Papap mikir. Lama.
Saya menambahkan, "kalo yg bikin cerita itu cewek, endingnya pasti gak gitu."
"Apa endingnya?" kata Papap penasaran.
"Endingnya, si cewek yg mau mati ketemu cowok laen yang lebih cocok. Si cowoknya mati. Si istri pertama cowoknya ketemu cowok laen dan kawin dengan cowok itu lalu dia hidup berbahagia sampai mati tanpa perlu berpoligami."
Papap lalu mematikan tivi dan dvd player.
SELAMAT HARI KARTINI TEMAN-TEMAN PEREMPUAN!
"Bagus gak?" tanya Papap.
"Gitu deh. Film soal poligami," jawab saya sekenanya.
"Jadi kamu gak mau nonton ya?" kata Papap enteng dengan nada datar tanpa perasaan. Sama datarnya dengan jawaban dia ketika seorang relatif yang mengundang kami selametan menanyakan ketidak hadiran kami.
"Kata si Om, minggu lalu kita diundang makan sama dia?"
"Iya," jawab Papap polos.
"Kok kamu gak bilang?"
"Lah, kamu pasti gak mau dateng."
"Loh kok?"
"Iya. Acaranya di restoran Wong Solo. Kamu kan pernah bilang gak bakal mau makan disitu."
Datang harinya ketika akhirnya si Papap punya waktu untuk nonton. Dia sempat ngajak saya yang dilihatnya sedang sibuk mondar-mandir. Jawaban saya standar, "Puter aja. Ntar kalo sempet, aku sambil nengok."
Knowing her wife, Papap akhirnya dengan mandiri menyetel filmnya dan menontonnya sendiri.
Baru setelah film hampir selesai, saya balik lagi ke kamar (tempat Papap nonton TV).
"Gimana? Bagus?" tanya saya sambil masih sibuk nguprek.
"Lumayan."
"Jadi, apa moral of the story-nya?"
"Ya, dia nunjukin alasan yang tepat untuk berpoligami."
"Yaitu?"
"Ya, ada cewek yang hampir mati karena cinta sama dia. Jadi dia nolongin cewek itu."
"Hampir mati? Emang tuh cowok ganteng?"
"Biasa aja."
"Pinter?"
"Yaa... standar."
"Alim?"
"Ya, standar."
"Kaya raya?"
"Gak."
"Jadi, apa yang bisa bikin cewek mati cinta sama dia?"
Papap mikir. Lama.
Saya menambahkan, "kalo yg bikin cerita itu cewek, endingnya pasti gak gitu."
"Apa endingnya?" kata Papap penasaran.
"Endingnya, si cewek yg mau mati ketemu cowok laen yang lebih cocok. Si cowoknya mati. Si istri pertama cowoknya ketemu cowok laen dan kawin dengan cowok itu lalu dia hidup berbahagia sampai mati tanpa perlu berpoligami."
Papap lalu mematikan tivi dan dvd player.
SELAMAT HARI KARTINI TEMAN-TEMAN PEREMPUAN!
weleh-weleh sadis banget yak, khas banget :D
Oooh itu ya isinya Ayat2 Cinta? Udah 2 tahun ngejogrok di lemari buku, gw bacanya baru ampe yg di metro ketemu cewek cantik jilbaban. Ternyata akhirnya begitu yaa ...
Novel sama film-nya beda. Gw jg blm pernah nonton film-nya. Tp kalo di novel, ahlaknya Fahri itu memang bagus banget. Jadi gak heran banyak yang jatuh hati sama dia. Mungkin itu yang kurang ditangkap sama filmnya, bahkan alurnya juga diubah. Kalo di film, tokoh istri kedua gak langsung dimatikan setelah nikah, tp sempat hidup serumah. Jadi memang terkesan mendukung poligami. Sementara kalo di novel, kesan yg gw tangkap malah dia sebenarnya menghindari banget poligami.
*soal poligaminya, kok gue kebalikan ama yg komen di atas ya?*
aaah....gue bete baca bukunya.....filmnya lbh bagus kata gue, tapi lebih karena.......eh Fedy Nuril ganteng ya ternyata !
*nemenin papap, mojok di tangga sambil makan kwaci*
haqhaqhaq...saya setuju ma endingnya! coba sutradaranya perempuan. atau yang nulis skenarionya perempuan. atau yang nulis bukunya perempuan.
mbak, hi3x... cuma mau bilang... kok di kalimat sekian paragraf sekian itu tulisannya knowing HER wife? bukannya HIS?
hehe. komen gak penting, karena saya uda lama jd silent reader mbak mariskova dan lebih suka baca seperti air mengalir. salam kenal ya mbak...