Jaman sekarang, hari begene, jumlah anak seringkali menjadi pertanda macam mana orang tuanya.
- Kalau anaknya 2: orang tua rasional. Satu kan sepi, dua lebih rame, tapi biaya ngempanin gak terlalu ngeberatin.
- Anak 3: masih rasional, tapi seneng keramaian. Dua anak belum cukup ramai.
- Anak 4: hmm... yang keempat pasti gak sengaja ya? *
nada Tantowi Yahya*
- Anak 5: nggg... are you trying to prove somethin' here?
- Anak 6, 7, 8... : okay, okay, we got it. Don't you think you've done enough proving already?
Lalu, gimana kalo anaknya hanya satu? Seperti saya, misalnya. Orang tua macam mana saya dan Papap euy?
Seperti yang sudah diduga, begitu Hikari udah bisa ngomong lancar dikit, jalan lancar dikit, ngompol lanc... udah gak lancar lagi, pertanyaan berikutnya dari orang-orang satu dunia kepada kami berdua adalah "Kapan Hikari mau dikasih adek lagi?"
Nah, ente udah nanya belom sama ntu anak apa die mau dikasih adek? Sampe detik ini sih jawabannya masih "
Kagak mau!" dengan nada "
What? Do I have to have one?" plus alis mata kiri ditarik ke atas.
Sepertinya, pertanyaan model ini memang standar ditanyakan kepada semua orang yang cuma punya satu anak.
Pertanyaan basa-basi dong?
Gak juga.
Kok?
Soalnya, kalo kita kasih jawaban basa-basi -ibarat cerber- mereka akan melanjutkan pertanyaan mereka sampai berseri-seri...
"Kapan nih bikin yang kedua?"
"Bikinnya sih enak, tapi ngempaninnya kagak enak."
"He, jangan berprasangka buruk sama Tuhan. Banyak yang punya anak segerbong masih bisa hidup kok."
See!"Hikari kapan dikasih adek?"
"Hikarinya juga gak mau kok dikasih adek."
"Nah, elu jadi bapak ibunya ngajarinnya begimana sih?"
Lah?"Kapan mau punya anak kedua?"
"Oh, harus ada yang kedua ya?"
"Elu tuh, gak mensyukuri rahmat Tuhan. Banyak orang tua di dunia yang mau punya anak satu aja susah. Elu dikasih kemudahan buat punya anak lebih masa' gak mau?!"
Yah?
"Mau punya anak berapa? Gak cuma satu kan?"
"Nggg... belum tau. Sampai saat ini kayaknya satu dulu deh."
"Lho? Kenapa?"
Nah lo! "Kenapa? Ya... kita mau fokus dulu ke yang ini."
Sambil puter otak nyari alasan yang gak bikin kita dirajam si penanya. "Memang kalau lebih dari satu gak bisa fokus?"
Yah, dia lanjut lagi. "Ya, fokus. Tapi kita belum siap aja sekarang."
"Belum siap gimana?"
Do-oh. "Ya, siapin mental kita, siapin mental Hikari, siapin duit, siapin lain-lain?"
"Kalian tuh kebanyakan siap-siap malah gak jadi!"
"Ya... nanti dulu deh."
"Nanti kapan?"
Arrrgghh.."Gak mau kasih adek ke Hikari?"
"Gak."
Bodo ah. Jawab lempeng aja lah."Masa' sih? Mau punya anak satu aja gitu?"
"Emang napa?"
Pasang tampang sangar sebelum diceramahin duluan."Ah, gila lo. Jangan lah! Masa' cuma satu sih?!"
Yaa... gue dikatain gila."Wah, kayaknya udah waktunya kasih adek ke Hikari nih."
"Hehehe..."
"Iya, dong. Satu lagi. Yang perempuan."
Nah, kalo dapetnya laki, gue kudu hamil berapa kali lagi biar dapet perempuan?Si Papap yang biasanya gak ambil pusing dengan komentar orang, belakangan mulai rese. Bukan, bukannya rese mau punya anak lagi! Tapi rese gak abis pikir '
what's wrong with one child only?' gitu loh! Kalo saya sih udah dari jaman dulu udah rese duluan.
Sebenarnya kita masih bisa menikmati pertanyaan sejenis itu bila yang bertanya mau terima dengan -syukur-syukur mau menikmati- jawaban kita. Padahal seringkali, untuk menghindari diskusi panjang lebar luar biasa gak nyambungnya, kami memberi jawaban yang jujur sejujur-jujurnya:
Untuk saat ini, kami ingin menikmati kebertigaan kami. Terima kasih.Cukupkah?
Ya. Untuk para teman yang mengerti kami mereka akan berhenti bertanya.
Untuk yang lain...
Hahahaha...
Mereka memberikan teori lanjutan.
"Elu pasti trauma karena proses kelahiran yang kemarin ya? Well, let me tell you something. Yang kedua biasanya lebih lancar."
"Anak kedua lebih gampang diurus. Memang sih kemarin itu kondisi Hikari yang sakit-sakitan bisa bikin orang tua trauma. Tapi percaya deh. Kita lebih santai dengan anak kedua."
O-my-god.