Buntelan Pembawa Jiwa

*updated*

Ngoprek isi tas orang memang mengasyikkan, apalagi kalo bisa dikomentarin.
"Gila lu, meja makan dibawa-bawa di tas?!"
"Yah, dari pada jajan dijalan..."

Juga akan lebih menyenangkan kalo bisa disindir.
"Tas lo gede amat. Bawa apaan sih?"
"Lemari baju."
"Gak sekalian tempat tidur?"
"Tempat tidur ada di kantong depan nih."

Terkadang, malah isi tas seseorang sering dibuat ngiri.
"Kecil banget sih tasnya. Bawa apa aja?"
"Dompet."
"Trus?"
"Duit. Di dalam dompet."
"Itu aja? Cukup cuma bawa dompet? Kalau laper gimana?"
"Beli makanan."
"Kalau keringetan?"
"Beli tissue."
"Kalau kehujanan?"
"Beli payung."
"Masa' beli ini itu melulu?"
"Iya lah. Beli aja. Jangan kayak orang susah."

Si Mia di Saitama (lah kok gue bawa-bawa Mia?) dan Si Bibip di Nagaoka adalah contoh orang-orang yang dikomentarin orang laen karena isi tasnya yang menggembung (ini menurut pengakuan keduanya yang dilegalkan di dalam blog masing-masing). Si Bibip malah ngasih gue PR buat mengoprek tas gue dan memamerkannya ke khalayak umum (jadi PR gue ada brapa sih?, Bip). So, begini lah isi tas gue. Silahkan dikomentari, atau malah disindir bila perlu. Tapi kayaknya sih, gak ada yang bisa dibuat ngiri...

Tas gue yang kecil warna coklat itu. Bisa diselempangin di pundak atau dilingkari di pinggang. Boleh beli di Odaiba karena ada bantingan harga dari tokonya. Kalo gak ada bantingan harga itu, gak bakal kebeli deh sama gue. Tinggal satu pula dan berada dipaling bawah tumpukan tas-tas lain. Itu juga gak sengaja gue iseng dengan gigih (iseng kok gigih?) mengoprek tumpukan tas-tas diskon yang lain sebelum menemukan harta terpendam aka tas coklat tadi. Lah, kok, jadi ngomongin itu???

Isinya dompet (ini juga boleh beli banting-bantingan harga) yang belum tentu setiap hari ada duitnya, tergantung tanggal 'gajian'. Trus, tissue kering dan tissue basah. Pulpen. Buku planner kecil dan electronic dictionary. Gak ada kamera, karena kamera gue lebih gede dari tas gue. Dari jaman dulu, yang harus ada di tas gue adalah dompet -yang kalo hilang bakal bikin gue meratap 7 abad karena semua-mua ada disitu-, dan tissue. Gue gak bisa lepas dari tissue, selain karena mengidap alergi akut pada sekitar yang bikin gue sering bersin or pilek, gue juga paranoid sama kotoran. Kalo di Jakarta, electronic dictionary diganti oleh HP, yang bikin gue gak perlu bawa-bawa buku planner lagi :) Disini, gue gak perlu HP. Ngapain gitu looohhh, secara gue gak pernah terpisah jauh dari Papap...

Dari dulu juga, tas gue selalu kecil-kecil n berselempang. Gue paling males pake tas yang dijinjing-jinjing. Tapiii... kalo gue ngantor di kantor yang entu, walopun gue pake tas kecil, dua tangan gue ini pasti menjinjing tas lain yang besuuaaarrr supaya bisa memuat tempat pensil raksasa, buku, buku, buku, buku, buku, buku, kamus, kamus, dan peer murid-murid. Enaknya, di Jakarta sana, nenteng tas berat-berat itu cuma dari mobil ke ruangan gue dan sebaliknya.
Oh, iya, waktu Hikari umur 2 tahun kebawah, gue juga bawa gembolan besar lainnya, yang isinya perlengkapan bayi. Tas perlengkapan bayi ini kalau diuji coba pada keadaan darurat, bisa untuk melengkapi 50 orang bayi lain, atau untuk bertahan hidup di bawah tanah selama sebulan!

Sekarang ini, tas perlengkapan bayi udah gak dibawa. Lah, Hikari udah bukan bayi lagi dan susunya bisa beli di combini, vending machine, supa, dimana saja, selama gue berjalan-jalan di Jepang(!). Hanya saja, kalau kita bertiga sedang berjalan-jalan keluar kota Honjo, sebagai orang yang berprinsip apapun-bisa-terjadi-dimanapun-dan-kapanpun, gue selalu melengkapi Papap dengan tas ransel yang gue beli sesaat sebelum pindah ke Jepang. Jadilah Papap akan membawa ransel berisi tissue kering beberapa pak, tissue basah kemasan besar, sedotan beberapa biji, saos sambal sachet beberapa biji, baju ganti Hikari (lengkap, dalam dan luar), selimut Hikari, snack Hikari, minyak kayu putih, sajadah lipat kecil, kompas Shalat, dan kalau masih ada sisa tempat: kamera yang gak kecil itu. Gue sendiri, tetap dengan tas kecil gue.

Sekarang, gue kudu ngelempar ke siapa ya? Pengen tau isi tasnya cowok tapi kalo gue lempar tag ini ke Pak De Mbilung kok kayaknya kurang ajar banget ngerjain orang tua (*kabur*). Gue lempar ke Kenny aja lah. Katanya lagi kurang kerjaan, Ken...

*updated* Si Neng Kenny setelah menyelesaikan peernya, malah balik nanya isi DOMPET gue. Ta'elaaa.. kalo dompet gue disini sih isinya cuma duit (yang semakin menipis bila tanggal semakin tua), kartu makhluk luar angkasa (alien registration card), dan kartu-kartu diskon (supa, toko baju, toko mainan, toko elektronik, dll). Trus, ada kartu-kartu nama (disini penting banget bawa-bawa kartu nama) dan secarik kertas berisi nomer telpon orang-orang. Kertas ini penting karena kalo ada apa-apa yang memerlukan berbahasa Jepang yang baik dan benar, gue tinggal nelpon nomer telpon Sensei gue, ato si ini ato si itu :) Gak ada SIM karena peraturan fellowshipnya Papap melarang nyetir kendaraan. Gak ada ATM or kartu kredit karena duit gue cuma segitu-gitunya hehehe.... Oh, ada foto juga. Foto Hikari. Itu pasti! Beda isi dompet sekarang dan dompet di Jakarta dulu cuma SIM, KTP, dan ATM/Credit Card. Sisanya, hampir sama, walopun rasanya jumlah lembaran duit jaman dulu lebih banyak hehehe... Eh, lupa. Dulu di dompet ada kartu nama bokap gue yang berguna buat masuk ke dalam komplek perumahan gue. Soale, tiap mobil diperiksa PM bo! Kalo bukan penghuni atau tidak berkepentingan masuk, silahkan keluar lagi...

0 comments:

Blogger Templates by Blog Forum