Kutukan untuk Pembaca Buku


Gara-gara nenek Fitri membeberkan kekecewaan jiwanya setelah menonton film Da Vinci Code (pake embel-embel 'seorang Tom Hanks pun tak mampu meyembuhkan rasa kecewanya'), paranoid saya terhadap film yang berasal dari buku pun kumat lagi. Dari sekian banyak film jenis ini, belum ada satupun yang mampu menyaingi ke-maksimal-an imajinasi penulis bukunya dan bahkan pembacanya.
Coba lihat, dua saja...
Harry Potter: Setelah menonton film pertamanya, saya langsung berpikir pemain Harry dan Hermione lebih cakep dari gambaran saya sebelumnya. Sebaliknya pemain Ron dan, terutama, Sirius Black jagowan saya itu jauh lebih jelek dari imajinasi saya. Tulung deh, JKR aja menulis bahwa si Sirius ini ganteng. Apakah selera JKR tentang kegantengan itu seperti Gary Oldman? Hmm... saya kecewa! Lalu, sosok Dumbledore pun kurang fantastik. Yang sedikit mengurangi penderitaan menonton film ini adalah indahnya penggambaran feature-feature lain (apa sih istilahnya?) seperti istananya, sapu terbangnya, dsb.

In Her Shoes: Weleh, filmnya bener-bener gak ada sepersekiannya si buku. Really not worth explaining.

Dan begitu juga film-film yang lain yang setelah lebih dulu membaca bukunya lalu filmnya terasa... hambar. Bahkan film-film adaptasi dari novel-novel Agatha Christie (yang saya cinta) juga terasa kurang, terutama pada sosok legendaris Miss Marple dan Poirot. Kalau sudah begini, rasa kecewa para pembaca buku yang menonton film saya sebut sebagai kutukan bagi para pembaca buku. Padahal, imajinasi kan milik pribadi, dan setiap pribadi unik adanya. Siapa yang bisa menyuruh si pembuat film mempunyai imajinasi sama dengan saya? *manyun*

Sementara itu, saya juga punya daftar film-film yang bukunya belum mampu saya baca sampai habis, seperti LOTR (seperempat buku dan belum nambah), Vanity Fair (setengah buku lalu kecapaian), the chronicles of Narnia (belum kepingin baca). Sejauh ini, saya tidak punya kekecewaan berlebih pada film-film yang bukunya belum saya baca itu. Mungkin karena di awal film saya tidak punya pengharapan akan kesamaan visi? *halahhh...*

Kemudian, ada juga buku-buku yang saya pikir sebaiknya tidak perlu ada filmnya, seperti The Alchemist dan the Rule of Four (Fit, udah baca? Bagusss!!!). Saya takut akan hasil filmnya. Bagaimana dengan Da Vinci Code? Saya belum nonton. Apakah sebaiknya tak perlu ditonton saja? *mikir* Saat ini pun saya sedang menimbang apakah lebih baik membaca atau menonton the Notebook?

Betapa indahnya dunia anak saya. Baik film maupun buku The Pooh tak pernah mengecewakannya.

0 comments:

Blogger Templates by Blog Forum