Who Saves Her?
Friday, March 23, 2007 by Mariskova
"Ayah sepertinya capek. Tidur saja duluan, Yah," kata si istri, teman saya itu, kepada suaminya. Suaminya yang sejam lalu baru pulang kantor terlihat lelah dan mengantuk. Kelakuan anak-anak mereka yang pada hari biasa terlihat biasa saja, malam itu berubah derajatnya di mata sang ayah menjadi nakal, sangat nakal, dan keterlaluan nakalnya.
Saya yang menyaksikan adegan itu tanpa sengaja, tiba-tiba merasa perih di dalam hati. Kejadian seperti itu biasa terjadi. Saya juga biasa mengalami. Ketika orang tua baru pulang kantor, lelah, penat, membawa beban segunung di pundaknya, anak-anak yang biasanya menggemaskan tak akan terlihat lucu sama sekali. Tapi, yang membuat saya ingin menangis adalah... ketika sang Ayah yang penat diselamatkan oleh istrinya, anak-anak diselamatkan dari kepenatan ayahnya, SIAPA yang menyelamatkan si ibu? Ibu itu, istri laki-laki itu, teman saya itu, juga baru pulang dari kantor dan belum sampai 10 menit berada di rumah. It seems that a mother doesn't have the priviledge to inhale and then exhale, and say to her children, "can you give me some time to breathe?"
Tak ada rasa terimakasih, atau senyum manis walau penat, atau malah kecupan sayang di dahi dari sang Ayah. Ia benar-benar rindu tempat tidurnya. Teman saya itu, si ibu, si istri, bahkan tak sempat berganti baju dan mengambil secangkir teh untuk dirinya, karena anak-anak sudah menunggu. Saya semakin meleleh. Padahal, Ayah sayang, elusan lembut di pundak istrimu pasti sudah membuatnya bahagia. Jangan pura-pura tak tahu bahwa istrimu juga butuh penyelamat. Kalau kau tak bisa jadi penyelamat itu, setidaknya hargailah ia dengan rasa terima kasih...
Seorang laki-laki teman saya pernah berkomentar, "ah, perempuan. Sedikit-sedikit minta bunga, sedikit-sedikit minta dikasih kartu, sedikit-sedikit minta coklat..."
Ah, kamu. Apa kamu tak pernah menatap wajah lelah ibumu dulu? Don't you think that your mother deserves a little gratitude from you, from your dad?
Ketika saya sampai di rumah dan menatap wajah laki-laki kecilku, saya memeluknya erat-erat. Anakku, laki-laki.
One day you'll have a wife, Insya Allah, and children too.
When that time comes,
whenever you feel tired of the world,
take time to see your wife's face.
Do you see pain on her face?
If you do,
take time to sit next to her,
and MAKE time to share her pain with you.
Because in the pain of every wife,
there is the pain of every mother.
Saya yang menyaksikan adegan itu tanpa sengaja, tiba-tiba merasa perih di dalam hati. Kejadian seperti itu biasa terjadi. Saya juga biasa mengalami. Ketika orang tua baru pulang kantor, lelah, penat, membawa beban segunung di pundaknya, anak-anak yang biasanya menggemaskan tak akan terlihat lucu sama sekali. Tapi, yang membuat saya ingin menangis adalah... ketika sang Ayah yang penat diselamatkan oleh istrinya, anak-anak diselamatkan dari kepenatan ayahnya, SIAPA yang menyelamatkan si ibu? Ibu itu, istri laki-laki itu, teman saya itu, juga baru pulang dari kantor dan belum sampai 10 menit berada di rumah. It seems that a mother doesn't have the priviledge to inhale and then exhale, and say to her children, "can you give me some time to breathe?"
Tak ada rasa terimakasih, atau senyum manis walau penat, atau malah kecupan sayang di dahi dari sang Ayah. Ia benar-benar rindu tempat tidurnya. Teman saya itu, si ibu, si istri, bahkan tak sempat berganti baju dan mengambil secangkir teh untuk dirinya, karena anak-anak sudah menunggu. Saya semakin meleleh. Padahal, Ayah sayang, elusan lembut di pundak istrimu pasti sudah membuatnya bahagia. Jangan pura-pura tak tahu bahwa istrimu juga butuh penyelamat. Kalau kau tak bisa jadi penyelamat itu, setidaknya hargailah ia dengan rasa terima kasih...
Seorang laki-laki teman saya pernah berkomentar, "ah, perempuan. Sedikit-sedikit minta bunga, sedikit-sedikit minta dikasih kartu, sedikit-sedikit minta coklat..."
Ah, kamu. Apa kamu tak pernah menatap wajah lelah ibumu dulu? Don't you think that your mother deserves a little gratitude from you, from your dad?
Ketika saya sampai di rumah dan menatap wajah laki-laki kecilku, saya memeluknya erat-erat. Anakku, laki-laki.
One day you'll have a wife, Insya Allah, and children too.
When that time comes,
whenever you feel tired of the world,
take time to see your wife's face.
Do you see pain on her face?
If you do,
take time to sit next to her,
and MAKE time to share her pain with you.
Because in the pain of every wife,
there is the pain of every mother.
asiik juga pencerahannya.. mba' dev mo cokelat? :) ...
ah, laki-laki. kenapa mereka selalu insensitive sih? karena mereka datang dari planet yang berbeda? wah...
amien. semoga hikari nggak kayak lelaki-lelaki pada umumnya.
nahhh..itu dia, makanya ada "surga dibawah telapak kaki ibu". Btw, kalo si istri adalah korban poligami...bijimana ???
dev....kepikir nggak, pahlawan tanpa tanda jasa itu sama dengannya cuma ke guru ya? atau kita beli aja sendiri ya para ibu ini? ah...ketawa bareng aja nyook...
surga di bawah telapak kaki ibu. apa di bawah telapak kaki ayah?? ..... ibu.
nah lo ... :D
Setahu saya, pemberi nafkah adalah suami. Jadi kalo gaji suami sudah mencukupi, buat apa istri bekerja ?
Ingin aktualisasi diri ? Aktualisasi diri tidak harus menjadi Ibu Direktris atau Ibu Pejabat, tetapi mejadi Ibu Rumah Tangga.
Banyak lho wanita (non-karier) yang merasa bangga dengan anak-anaknya yang jadi "Orang".
@Kenny: Wah, kalo ngomongin soal poligami, saya musti bikin postingan baru niyy... :D
@Seeharrie: Makasih buat komennya. Tapi saya pikir poin-nya postingan ini bukan pada "buat apa istri bekerja? dan aktualisasi diri perempuan/istri/ibu"
Poin saya adalah apapun pekerjaan si istri (Mas, jadi ibu rt itu lebih melelahkan loh krn pekerjaannya 24 jam), apakah ada manusia (termasuk suami) yg sensitive enough to notice how tired she is? how sad she is for being taken-for-granted?