Anggun, Saya, dan Rambut (Membosankan! Tidak Perlu Dibaca!)
Saturday, February 28, 2009 by Mariskova
Ada satu hal yang membuat saya semakin mengagumi Anggun, selain kegigihannya dalam berkarir dan suaranya. Satu hal itu adalah kenyataan bahwa dia tetap mempertahankan Asian flavor di dirinya. Dia tidak kelihatan ada tanda-tanda untuk memutihkan kulit, tidak seperti saya yang selalu beli pelembab muka dengan embel-embel bisa memutihkan kulit saya. Anggun juga tidak kedengeran mau mewarnai rambutnya supaya kelihatan lebih matching dengan sekitarnya. Singkatnya, si Anggun itu kelihatannya bangga berkulit hitam dan berambut hitam lurus. Dia malah kelihatan makin eksotis.
Sebenarnya usaha saya untuk menyama-nyamai Anggun hampir berhasil. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, saya dan dia banyak kesamaannya. Saya juga berkulit hitam dan berambut hitam. Masalahnya, kalau kulit dan rambut hitam Anggun makin menambah pesona eksotismenya, kulit dan rambut hitam saya malah semakin membuat saya tambah bluwek.
Manusia memang harus bisa menerima bahwa beberapa hal memang tidak bisa diubah...
Saat saya sedang didera patah hati itu lah teman saya ini menginspirasi saya dengan pencerahan barunya yang mirip-mirip sebuah doa dengan bunyi 'God, please help me to accept the things I cannot change'. Kata-kata mutiara teman saya itu sendiri berbunyi, "kalau kita tidak bisa mengubah keadaan, ubahlah diri sendiri." Lalu, jreng jreng jreng... rambutnya berubah jadi merah marun!
Akhirnya, terinspirasi dengan si teman itu, saya mulai melakukan rencana untuk melakukan perubahan. Yes, Change We Can!
Pertama, saya memikirkan dua opsi: satu, rambut saya dilurusin, dua, rambut saya dipotong pendek banget. Tapi kemudian saya sadar, rambut pendek banget gak bisa jadi opsi. Itu sih namanya kebiasaan. Jadi, opsi kedua berubah menjadi, rambut di cat.
Hal kedua dari rencana Change We Can yang saya lakukan adalah melakukan voting. Saya tanya ke semua orang di kantor.
"Bo, mending gw ngelurusin rambut atow ngecat rambut ya?"
Respon mereka beragam.
"Lurusin aja. Biar kayak Cleopatra. Kan udah item tuh kulit lu."
"Di cat lucu tuh. Pirang ya!"
"Di cat deh. Ungu ya!"
"Dasar gila lu, De'!"
Lalu saya bertanya ke Papap.
"Be, rambutku mending di cat ato di lurusin?"
"Lurusin. Terus di cat."
Setelah semua hasil voting sudah masuk, pada suatu hari Kamis saya memantapkan hati untuk mengubah penampilan dan mulai meluncur ke salon langganan. Dan ini pelajaran yang saya terima pada suatu hari Kamis itu:
1. Kalau mau potong rambut dengan aura tertentu (pengen pendek dengan aura cute kayak anak kecil, pengen pendek dengan aura ABRI, pengen panjang dengan aura feminin, pengen panjang dengan aura rocker, dsb dsb), pakailah baju yang sesuai dengan aura itu. Saya minta potong rambut pendek, tapi karena saya ke salon pakai baju kantor rapi, si hairstylist kekeuh menolak memotong rambut saya sependek yang saya mau. Alasannya potongan rambut itu gak sesuai dengan penampilan saya sebagai wanita karir. *capek deeh* Lain kali, saya ke salon pake kaos dan celana pendek aja!
2. Harus tegas dan teguh hati. Saya minta rambut saya dilurusin, eh, si hairstylist menolak. Dia bilang nanti rambut saya gak bisa ngembang. Lo kata bunga?! Eh, dia lebih galak dari gue!
3. Kalau mau ngecat rambut dengan warna yang telah dipilih dari contoh-contoh warna, pastikan warna itu memang tersedia. Saya memilih warna A, eh, setelah rambut siap di cat, warna A itu ternyata habis. Jadinya, pasrah dengan pilihan warna si hairstylist. Dia jauuuuuuuh lebih excited daripada saya tentang rambut saya sendiri *sigh*. Gak sampai disitu aja. Waktu proses pemilihan warna, dia sempat berkomentar gini, "Say, kan kulitnya gak terlalu terang yaaaa... Jadi, kalau pake warna itu nanti jadi kelihatan hit... tambah gak terang looh..."
4. Ngecat rambut itu ternyata menyakitkan dan lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.
5. Setelah semua penderitaan itu, gue juga yang harus bayar...
Pulang dari salon, saya berasa cakepan sedikit. Sedikit. Sampai di rumah, si Papap cuma berkomentar singkat, "kok gak pake warna ungu?"